Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cincin Kawin dan Laut

16 Juni 2020   13:13 Diperbarui: 17 Juni 2020   18:59 421
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Photo: 123RF via rnz.co.nz)

"Apakah Anda berbicara bahasa Inggris? Maaf. Saya kehilangan cincin saya di sini. Bisakah Anda membantu saya menemukannya? Maafkan saya. Tolong. Maaf."

"No, I haven't seen any rings yet," jawabku.

"Oh," katanya. "Saya akan membantu Anda mencarinya."

Dia membungkuk di sampingku dan mulai mencari di antara serpihan kaca. Sesekali, dengan hati-hati mengambil keping yang yang besar dan memasukkan ke keranjang sampah. Matanya meneliti permukaan lantai dengan hati-hati.

"Cincin kawin saya," katanya. "Cincin berlian warisan keluarga suami saya. Saya tidak tahu bagaimana menjelaskan kehilangan ini pada Ted."

Aku mengangguk sambal terus memungut kepingan-kepingan kaca. Dia tersandung dan hampir saja menggulingkan keranjang sampah. Akhirnya dia berhenti mencari dan malah menonton aku bekerja. Cincin itu terasa ringan di sakuku.

Setelah beberapa saat dia bosan dan pergi. Keranjang sampah berdenting nyaring ketika aku melemparkan potongan beling terakhir. Aku mengunci bar dan berjalan ke luar menuju geladak atas.

Angin mengusap wajahku lembut. Tidak banyak penumpang di geladak selain beberapa manula yang sedang bersenam dan seorang lelaki tertidur di kursi kolam dengan majalah tertangkup menutupi wajahnya.

Aku mengambil cincin itu dari sakuku lalu melemparkannya ke haribaan laut. Kilau pantulan cahaya mentari pagi, memercik permukaan air, lalu hilang tenggelam tak berbekas.

Di belakangku, gelombang air laut bergejolak dibelah baling-baling kapal membentang hingga batas cakrawala.

Bandung, 16 Juni 2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun