Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Drama

Mewawancarai Penyair Majenun

3 Agustus 2016   22:04 Diperbarui: 3 Agustus 2016   22:20 2542
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hari ini tepat 1 tahun usia akun Kompasiana atas nama Ikhwanul Halim aka Ayah Kasih aka Penyair Majenun. Untuk mengenang masa-masa silam yang indah, malu pada semut merah di pagar belakang sekolah, maka reporter Rumpies The Club (RTC) Oel, menemui manusia tersebut yang sedang menyeduh kopi di dapur sambil bersenandung lagu Asereje dari Las Kechup. Widdih! Djadoel banget lagunya, yak!  

Berikut hasil wawancara yang berlangsung singkat, padat, di bawah pohon alpukat bulat, daunnya coklat bolong-bolong disikat ulat.

Rumpies The Club (RTC)

Selamat sore, mbah.

Ikhwanul Halim (IH)

Amsyong, dah. Ane masih muda, sepantaran Ami Abeb, admin RTC.


RTC

Ngucap, mbah.

IH

Nyebut mbah lagi kita putus!

RTC

Ok, deh. Maunya dipanggil apa?

IH

Eyang. Eh, masbro aja.

RTC

Sejak kapan masbro mulai menulis?

IH

Sejak SD. Setelah diajarkan membaca ‘i-ni bu-di’, ‘i-ni i-bu bu-di’ kami disuruh menulis di buku tulis. Saya ingat karena waktu salah tulis ‘i-ni bu-bi’, penghapus pensil saya yang harum seperti permen karet, kenyal seperti permen karet, tapi rasanya tidak seperti permen karet itu sudah keburu habis.

RTC

Maksud saya, kapan masbro mulai menulis puisi?

IH

Oh...saya tidak ingat. Mungkin sejak saya menyukai musik, yaitu semasa masih batita. Tulisan saya waktu itu menggunakan aksara ciptaan saya sendiri yang hanya dimengerti oleh saya saja. Ibu menyebut puisi saya ‘Coret-coret Dinding’.

RTC

Apa hubungan musik dengan puisi?

IH

Karena lagu memerlukan lirik. Makanya saya menyukai puisi dengan pola tuang yang ketat seperti sonnet, dan lain-lain.

RTC

Mengapa Anda menulis di K?

IH

Kan waktu itu syarat untuk ikut event Puisi Merah Putih RTC harus menulis di Kompasiana? Anda lupa, ya? Masih muda kok sudah pikun.

RTC

Bagaimana kesan-kesan Anda selama menulis di K?

IH

Menyenangkan.

RTC

Widdih! Jawabannya kok singkat amat?

IH

Motto saya: sedikit bicara banyak ngetik.

RTC

Apa yang telah Anda capai selama setahun menulis di K?

IH

Pengalaman yang berharga. Teman-teman yang baik.

RTC

Apa yang Anda harapkan dari Kompasiana?

IH

Saya mengharapkan agar K meniru notifikasi facebook ataupun media daring lain. Detail, siapa yang memberi NILAI, Komentar dan Balasan Komentar baik di tulisan sendiri maupun di tulisan orang lain secara real time.

Jangankan untuk memeriksa apakah komentar kita di artikel orang lain dijawab atau tidak, untuk artikel sendiri saja suka lewat. Mustahil saya harus bolak-balik memeriksa tulisan saya yang terdahulu untuk tahu ada yang memberi NILAI/Komentar atau tidak.

Oh ya, satu lagi. Mbok sekali-kali saya dimenangin kalo ikut competition. Ha ha. Gitu aja.

RTC

Kalau yang terakhir jangan terlalu ngarep, deh, mbah—

IH

Kita putus!

RTC

Diiih, masbro...segitunyah! Lempar talenan, lho!

Demikianlah wawancara RTC dengan IH yang harus berakhir bersama tandasnya kopi di cangkir. 

Tukang bubur sumsum yang mau lewat balik gerobak, buru-buru kabur takut dipalak.

Bandung, 3 Agustus 2016

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Drama Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun