Mohon tunggu...
Yayan Sopian
Yayan Sopian Mohon Tunggu... Guru - Guru yang belum bisa digugu dan ditiru

..

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Taman Noken : Sebuah Ruang Terbuka Hijau yang Mengedukasi & Menginspirasi

4 Desember 2015   13:09 Diperbarui: 4 Desember 2015   14:53 560
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Masih sebuah imajinasi yang berharap dapat terealisasi

Erens : Kawan tong jadi pergi kah ke taman noken? hari sabtu ini kalo tra salah ada konser Eco Jazz Festival (EJF) 2020.

Pius : O iyo jadi kawan, sekalian kitong ajak tong pu teman yang baru datang dari Jakarta, rencananya dia mo lihat taman noken, dia mo belajar tentang noken karena kemarin su datang ke museum noken juga.

Erens : O ia sudah, sekalian toh kalo begitu, tapi kawan juga jangan lupa tanda tangan petisi e.., kawan su tau de pu laman website toh? Kalo torang isi petisi itu, tong pu tiket masuk festival dapat diskon 25%.

Pius : Oke sip kawan..sekalian sa kasih tau sa pu teman juga untuk tanda tangan de pu petisi.

Penggalan kalimat diatas adalah sekilas percakapan fiksi di jejaring media sosial antara 2 pelajar SMA pada salah satu sekolah di Jayapura. Mereka bercakap dalam bahasa melayu papua (bahasa pergaulan sehari-hari di Papua- red), yang merencanakan akhir pekannya untuk pergi bersama ke sebuah taman bernama TAMAN NOKEN. Sesuai jadwal,pada hari tersebut akan ada pembukaan konser Eco Jazz Festival 2020 yang diselenggarakan oleh pengelola taman bekerja sama dengan sebuah EO dalam rangka memperkuat dukungan dan petisi di media sosial tujuannya mendesak Pemerintah untuk segera dihentikannya aktivitas jual beli burung cenderawasih yang marak diperjual belikan dalam bentuk pajangan kaca maupun mahkota cenderawasih.

Tahun 2020 dipilih bukan tanpa maksud, karena pada tahun tersebut sebuah peristiwa bersejarah (yang bukan fiksi) kelak akan tercatat di Tanah Papua. Untuk pertama kalinya Papua akan tampil sebagai tuan rumah perhelatan Pekan Olahraga Nasional (PON) XX (baca PON ke dua puluh). Tentu jika tahun tersebut telah berdiri taman noken, Pekan Olahraga Nasional (PON) XX yang akan menarik banyak orang (baik atlit,offisial maupun suporter) dari berbagai daerah datang ke Papua, berpotensi untuk menyempatkan diri berkunjung ke taman noken.

Latar belakang gagasan Taman Noken

Tajuk utama yang akan penulis bahas adalah sebuah tempat tematik yang bernama Taman Noken. Kenapa harus taman noken?Penulis berpendapat bahwa taman ini layak untuk dibangun jika melihat dari awal perjalanan perjuangan penetapan noken sebagai warisan budaya dunia oleh UNESCO tahun 2012 baik melalui seminar, bedah buku, multi track diplomacy hingga ditetapkan oleh UNESCO pada tanggal 2 desember 2012 melalui sebuah sidang antar komite pemerintah di Paris, Perancis.

Saat sidang, pengetukan palu oleh ketua sidang Arley Gill dari Grenada menandai peristiwa bersejarah bagi Indonesia dan secara khusus Papua akan sebuah pengakuan dan penghargaan mata budaya Papua yakni noken sejajar dengan warisan budaya lainnya di dunia. Mengacu pada rangkaian peristiwa tersebut selain museum noken (yang saat ini dalam proses pembenahan) perlu ada sebuah landmark khusus yang didedikasikan untuk noken dan bagi mama-mama Papua yang terus menjaga eksistensi noken.

Berangkat pada diskusi di acara workshop produksi noken yang berlangsung 8 – 9 mei 2015 silam di SMA PGRI Jayapura, yang dihadiri oleh Bpk. David Pagawak (Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Prov.Papua), dan Bpk. Titus Pekei (Penggagas noken sebagai warisan budaya dunia untuk UNESCO) ada satu usulan dari peserta diskusi yang mengatakan bahwasanya jika pencapaian adipura saja bisa dibuatkan tugunya, seharusnya noken yang telah ditetapkan sebagai warisan budaya dunia pun dibuatkan tugunya sehingga dapat menjadi pelengkap keberadaan museum noken.

Sebelum membahas lebih jauh tentang konsep taman noken, penulis mencoba memijakkan gagasan keberadaan taman tersebut tidak terlepas dari Konvensi UNESCO 2003 dimana Indonesia telah meratifikasinya melalui Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2007 tentang Pengesahan Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak benda. Dengan terbitnya Perpres ini Indonesia dapat mengusulkan berbagai macam kekayaan budaya negeri untuk diusulkan sebagai warisan budaya dunia. Pasca penetapan noken sebagai warisan budaya dunia oleh UNESCO, maka Indonesia mendapatkan manfaat sesuai konvensi 2003 antara lain :

  1. Meningkatkan citra Indonesia di forum internasional
  2. Meningkatkan kebanggan bangsa Indonesia atas warisan budaya noken
  3. Mendorong upaya untuk melestarikan unsur budaya atau cara melestarikan budaya noken
  4. Menunjukkan kekayaan budaya masayarakat Papua
  5. Meningkatkan perhatian para peneliti
  6. Mendapatkan perhatian badan internasional dan pemerhati kebudayaan internasional
  7. Meningkatkan promosi pariwisata, baik di dalam maupun di luar negeri
  8. Meningkatkan kesejahteraan para pembuat kerajinan warisan budaya noken
  9. Mengajukan permohonan bantuan Dana Konvensi 2003 untuk perlindungan noken

Konsep Taman Noken

Sesuai dengan temanya, taman noken berarti sebuah ruang terbuka hijau yang tidak hanya menjadi tempat melepas lelah,penat, sarana berinteraksi, berolahraga ringan (jogging,aerobik,bersepeda) namun taman ini juga membawa misi besar yakni edukasi. Edukasi yang dibawa oleh taman noken antara lain budaya, etnobotani dan etnozoologi, edukasi lingkungan, promosi pariwisata, serta sebagai tempat mama-mama pengrajin noken menjual produknya.

Gambaran taman ( sumber : beaconhill.seattle.wa.us)

 

Taman Noken Sebagai Sarana Edukasi Budaya

Noken adalah salah satu mata budaya masyarakat Papua, dengan keragaman bahasa Papua sekitar kurang lebih 250 bahasa, mencerminkan pula suku bangsa di Papua yang beragam dimana masing -masing suku tersebut memiliki kemampuan membuat noken. Dengan adanya taman ini maka salah satu mata budaya Papua dapat dipelajari secara komperehensif mendampingi keberadaan museum noken. Beberapa contoh noken dapat dilihat disini

Beberapa contoh ragam noken berdasarkan letak geografis dan bahan alam (sumber : gambar pribadi)

Kiri atas : noken serui, kanan atas : noken suku asmat

kiri bawah : noken suku mee kanan bawah : noken suku yokari

 

Taman Noken Sebagai Sarana Edukasi Etnobotani & Etnozoologi

Berbicara mengenai taman, maka roh dari taman adalah keberadaan tumbuhan yang ada di taman tersebut. Inilah titik penting yang penulis coba kaji sebagai kekhasan taman bertemakan noken. Pembuatan noken sarat dengan pemanfaatan material alam hal ini terkait dengan pemanfaatan tumbuhan (etnobotani) maupun hewan (etnozoologi) yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan noken.

Dari penelitian enobotani yang dilakukan, pemanfaatan bahan baku noken baik bahan utama,pewarna dan aksesoris yang dilekatkan di noken merefleksikan keanekaragaman hayati material alam yang digunakan. Wiriadinata (1995), mencatat bahwa masyarakat lembah baliem memanfaatkan 5 spesies tumbuhan sebagai bahan baku noken yakni Boehmeria malabarica, Boehmeria nivea, Astronia spp., Sida rhombifolia dan Wikstromia venosa.

Masyarakat di beberapa distrik di daerah Pegunungan Bintang memanfaatkan bahan baku noken dari 8 spesies tumbuhan yakni Cypholophus gjelleripii (Urticaceae) Cypholophus vaccinioides (Urticaceae) Ficus arfakensis (Moracee) Ficus comitis (Morceae) Ficus dammaropis (Moraceae) Goniothalamus spp. (Annonaceae) Pipturus argenteus (Urticaceae) dan Myristica spp. (Annonaceae).(Wanma dkk.,2013).

Sedangkan Suku Yali di Desa Ilamik menggunakan pewarna alami noken dari ekstrak buah Pittosporum pullifolium (Pittosporaceae) dan Melastoma polyanthum (Melastomataceae) untuk pewarna ungu/hitam, warna hijau dari daun Phaius tankervilleae, Calanth spp. dan Spathoglottis spp.(Orchidaceae), warna orens berasal dari buah Gardenia lamingtonii, dan warna kuning dari rimpang Curcuma domestica (Zingiberaceae).

Serat alami berwarna pun dimanfaatkan sebagai paduan warna noken yakni serat batang Diplocaulobium regale (Orchidaceae) dan serat daun Freycinetia spp. (Pandanaceae) ( Milliken, 1994). Selain pewarna alami, noken dari beberapa suku dihiasi aksesori tambahan berupa biji-biji keras dan berwarna kontras dari tumbuhan tertentu.

Beberapa tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai bahan serat noken (sumber : www.orchidsforum.com , 3.bp.blogspot.com, www.redorbit.com ,http://131.230.176.4/users/pelserpb/6_8_11_1/8jun11a/Astronia2.jpg)

Kiri atas : Mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) , kanan atas : anggrek Diplocaulobium regale

kiri bawah : Sagu ( Metroxylon sagu) kanan bawah : Astronia spp.

Beberapa tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai bahan pewarna alami noken (sumber : pimg.tradeindia.com, www.phytoimages.siu.edu, upload.wikimedia.org, s3.amazonaws.com)

Kiri atas : Melastoma polyanthum , kanan atas : Gardenia spp

kiri bawah : Pittosporum tenuifolium kanan bawah : Curcuma domestica

Selain pemanfatan bahan dari tumbuhan, penggunaan hewan-hewan dalam bahan baku maupun aksesoris noken kerap dijumpai. Pewarna alami berwarna putih misalnya berasal dari cangkang jenis kerang-kerangan (Mollusca) yang telah dihaluskan. Aksesoris yang ditambahkan pada noken memanfaatkan pula cangkang kerang-kerangan, maupun bulu-bulu dari beberapa spesies burung seperti kakatua dan kasuari.

Aksesoris dari Kerang-kerangan yang biasa ditambatkan di noken ( sumber : www.stardustconsulting.se )

Taman noken sebagai sarana edukasi lingkungan

Dalam rancangannya, taman noken di desain dengan memperhatikan prinsip-prinsip sustainability. Sebagai contoh misalnya pemakaian sumber daya berupa listrik tidak tergantung sepenuhnya pada sumber daya yang berasal dari energi konvensional (bahan bakar fosil) tetapi juga di back up dari energi terbarukan seperti solar cells. Keberadaan taman noken dan segala aktivitasnya tentu akan memberikan dampak berupa limbah baik limbah yang berasal dari taman noken maupun pengunjung, maka zero waste management perlu dikedepankan dalam pengelolaan limbah. Instalasi pengolahan limbah nantinya dapat pula dikunjungi dan dipelajari.

Ajakan untuk hidup sehat dan bertanggung jawab baik terhadap diri sendiri maupun lingkungan jelas tergambar di taman ini. Seperti misalnya di taman noken akan terpampang himbauan melalui papan penanda informatif dan juga kreatif berupa no smoking area, no plastic bags but use noken or reusable bags, use tumbler dan ajakan ramah lingkungan lainnya.

Di area taman noken juga akan ada stage atau panggung yang diharapkan dapat menjadi ruang publik untuk menghadirkan event-event terkait isu lingkungan seperti diskusi ilmiah, konser musik, fashion show bertema lingkungan, kompetisi ilmiah dan lain sebagainya.

Salah satu banner ajakan menggunakan noken / reusable bag dalam bahasa melayu papua saat penulis membimbing siswa di Kompetisi Ilmiah Lingkungan Toyota Eco Youth 9 (sumber : gambar pribadi)

Taman Noken Sebagai Salah Satu Destinasi Wisata Papua & Pengembangan Ekonomi Kreatif

Keberadaan taman noken, dapat pula menjadi salah satu landmark di Papua dan juga referensi tempat wisata bagi setiap wisatawan yang akan berkunjung ke Papua. Kunjungan ke suatu tempat wisata tentu tidak akan lengkap jika tidak ada oleh-oleh. Pengembangan ekonomi kreatif berupa handicraft maupun merchandise noken dapat menjadi potensi lainnya, yang merupakan diversifikasi produk bertemakan noken selain penjualan noken itu sendiri.

Taman Noken Sebagai Sarana Pemberdayaan Ekonomi Pengrajin Noken &Masyarakat

Saat ini keberadaan tempat bagi para pengrajin (mama-mama - red) noken untuk menjual produknya masih menjadi kendala tersendiri, karena mereka belum mendapatkan tempat permanen. Keberadaan taman noken diharapkan dapat menjadi titik sentral penjualan noken yang representatif sebagai cara lain pemberdayaan mama-mama pengrajin noken.

Berdirinya taman noken dapat pula menyerap potensi tenaga kerja, mulai dari pengerjaan taman,penanaman bibit tumbuhan noken, maintenance taman nantinya hingga efek domino dari promosi destinasi wisata ke Taman Noken.

Taman Noken Sebuah Taman Kreasi Aplikasi Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi.

Mendesain sebuah taman bernama taman noken tentu tidak hanya melibatkan perekayasa maupun perancang taman semata. Namun akan membutuhkan banyak orang dari berbagai disiplin ilmu seperti ahli botani, zoologi, antropologi, budaya, IT, lingkungan serta kalangan yang selama ini terlibat dalam pariwisata dan ekonomi kreatif. Profil Taman Noken dan deskripsi fasilitas serta event-event yang akan diselenggarakan nantinya pun dapat diakses melalui situs luring resmi, media sosial dan juga aplikasi yang dapat diunduh dan dipasang di smartphone.

Menjaga keberlangsungan taman noken

Membangun menurut setiap orang lebih mudah dibandingkan menjaga dan merawatnya, demikian pula dengan taman noken ini. Berangkat dari ide dan imajinasi taman noken serta sarana yang dapat melengkapi keberadaannya sembari membenahi sesuai tuntutan kekinian untuk keberlanjutannya, maka pengelolaan taman akan lebih bijak jika diserahkan kepada pengelola kompeten yang mau berinvestasi dan telah terbukti selama ini bergulat dengan pengelolaan taman-taman serupa.

Memimpikan adanya Taman Noken, sebagai salah satu dedikasi pencapaian noken sebagai warisan budaya dunia sekaligus salah satu bentuk pengembangan dalam upaya pelestariannya tentu adalah sebuah taman impian masa datang. Berawal dari tulisan ini mudah-mudahan ada pembaca budiman yang mampu merealisasikannya dengan ilmu dan pengalaman yang dimilikinya serta semangat untuk berkolaborasi. Semoga.

Titus Pekei (kiri) Penggagas Noken Sebagai Warisan Budaya Dunia Untuk Unesco Tahun 2012 bersama siswi SMA PGRI Jayapura (sumber : gambar pribadi)

 

Salam Hijau

Perth, 03 Desember 2015

 

*) Yayan Sopian

Staff Pengajar di SMA PGRI Jayapura

Tulisan ini dibuat dalam rangka menyambut Hari Ulang Tahun Noken Ke -3 Tanggal 4 Desember 2015 .

 

 

Sumber Rujukan Tulisan

 

Milliken, W., Ethnobotany of The Yali, http://rbg-web2.rbge.org.uk/ethnobotany/Yali.pdf Diakses 03 Agustus 2015

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2007 Tentang Pengesahan Convention For The Safeguarding Of The Intangible Cultural Heritage (Konvensi Untuk Perlindungan Warisan Budaya Takbenda) http://storage.jakstik.ac.id/ProdukHukum/Sekneg/PERPRES%20NO%2078%20TH%202007.pdf Diakses 03 desember 2015

 

Wanma et.al, Indian Journal of Traditional Knowledge, Ethnobotanical aspect of Noken: Case Study in High Mountain Indigenous community of Papua Island, Indonesia http://nopr.niscair.res.in/bitstream/123456789/16859/1/IJTK%2012%282%29%20202-208.pdf

Diakses 7 Agustus 2015

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun