Mohon tunggu...
Rizky Purwantoro S
Rizky Purwantoro S Mohon Tunggu... Lainnya - pegawai biasa

Membaca, mengkhayal dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Apakah di Setiap Manusia Itu Punya Pandangan Rasis?

3 Desember 2022   10:19 Diperbarui: 3 Desember 2022   10:22 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar dari islami.co

Apakah orang-orang kulit itu punya pandangan rasis terhadap ras di luar mereka? Meskipun ada saja oknum di masyarakat mereka yang sering berkoar-koar mendiskriminasikan ras lain, nampaknya itu tidak dapat digeneralisir ke seluruh orang kulit putih, bisa saja mayoritas masyarakatnya justru punya pandangan yang lebih positif dan tidak rasis.

Nah sekarang bagaimana jika telunjuk ini diarahkan ke kita sendiri? Apakah orang kulit berwarna sendiri itu tidak punya pandangan rasis? Pertanyaan ini bisa juga menjadi koreksi terhadap masyarakat kita di Indonesia.

Kenyataannya pandangan rasis itu tidak hanya dimiliki orang kulit putih saja, karena hampir di berbagai belahan dunia sana pernah timbul kejadian yang dilakukan oknum dari ras atau bangsa tertentu kepada bangsa selain mereka.

Sebagai contoh adalah adanya berita yang dibawa pulang orang Indonesia yang baru pulang dari Korea Selatan, bahwa di sana ada saja segelintir orang Korea yang berperilaku rasis terhadap pendatang dari negara lain, sampai-sampai kalau tidak salah, pernah ada film layar lebar produksi negeri gingseng tersebut, yang menceritakan rasisme yang ada di Korea Selatan.

Padahal sebelum Korea Selatan semaju ini, mereka juga kerap kali mendapatkan perlakuan rasis dari sebagian kecil orang Jepang, di saat orang Korea tersebut banyak yang mencari kerja di Jepang sana.

Orang Jepang pun juga pernah dianggap pendatang yang tidak diinginkan pada waktu banyak di antara mereka yang berimigrasi ke Amerika Serikat, apalagi perlakuan itu semakin tidak mengenakkan semenjak pecahnya Perang Dunia 2.

Tidak menutup kemungkinan pada zaman dahulu kala, di saat bangsa Mesir Kuno dan Mesopotamia masih jadi negara adidaya, mereka juga punya kasus perlakuan rasis terhadap bangsa lain.

Di Indonesia sendiri, juga bukannya tidak pernah ada kasus rasisme, salah satu yang paling terbaru adalah kasus rasisme yang terjadi di Yogyakarta terhadap beberapa mahasiswa asal Papua.

Pertanyaan selanjutnya, apakah pandangan rasis seseorang itu muncul secara alami sejak kanak-kanak atau karena terpapar pengaruh lingkungannya?

Jika tidak salah, pernah ada percobaan dikumpulkannya bayi dan balita dari berbagai ras yang berbeda ke dalam satu ruangan, hasilnya mereka berinteraksi apa adanya seperti kanak-kanak pada umumnya, tanpa ada yang saling menjauh. Dari percobaan itu dapat memperlihatkan bahwa pada dasarnya anak-anak itu sama sekali belum punya pandangan rasis, mereka masih polos dan bersih dari kotoran pandangan rasialisme.

Lingkunganlah yang membentuk itu semua, termasuk pandangan rasis kita. Bisa dari lingkungan keluarga maupun lingkungan pergaulan mereka nanti, bahkan tidak menutup kemungkinan adanya pengaruh dari media massa, seperti dari televisi, buku bacaan, ataupun internet.

Ada satu lagi catatan tambahan di sini, sepertinya pandangan rasisme itu cenderung tertuju kepada suku, bangsa, atau ras yang taraf hidup perekonomian atau intelektualnya dianggapnya agak lebih rendah daripada mereka. Itu terlihat bagaimana orang Jepang yang memperlakukan orang Korea di saat orang Korea masih belum jadi negara maju, begitu pula saat sikap orang Korea terhadap pendatang dari negara berkembang di Asia Tenggara.

Tapi itu juga masih diperdebatkan, karena seperti yang kadang terjadi di masyarakat Indonesia, ada saja segelitir orang yang merasa pribumi bersikap rasis kepada para pendatang, khususnya yang keturunan Tionghoa, padahal orang keturunan Tionghoa ini sebagiannya punya taraf hidup ekonomi yang lebih baik dibandingkan mayoritas penduduk Indonesia. Nah kasus ini nampaknya terjadi lebih karena adanya gap kesenjangan ekonomi yang cukup jauh, sehingga menimbulkan perasaan iri dan tidak suka dari suku bangsa non-Tionghoa.

Jadi penyebabnya bisa karena merasa lebih tinggi derajatnya atau justru karena merasa terpinggirkan dengan adanya kehadiran pendatang yang notebene berbeda suku dan bangsanya, sehingga memunculkan stereotipe negatif dari penduduk yang sudah lebih dahulu berdiam di sana.   

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun