Mohon tunggu...
Rizky Purwantoro S
Rizky Purwantoro S Mohon Tunggu... Lainnya - pegawai biasa

Membaca, mengkhayal dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mempertanyakan Penyebutan Benua Eropa sebagai Benua Tersendiri

2 Desember 2022   19:50 Diperbarui: 2 Desember 2022   19:52 777
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar dari conceitos.com

Eurasia, gabungan Eropa dan Asia, atau bisa juga disebut Asia dan Eropa, atau mungkin lebih tepatnya Asia saja, dengan Eropa hanya sebagai anak benua atau jazirah tersendiri atau sub-kawasan, seperti halnya anak benua India atau Asia Tenggara.

Eropa sebenarnya bisa dipertanyakan apakah mereka bisa dianggap benua terpisah. Perbatasannya dengan Asia masih sering jadi perdebatan sampai saat ini, lagipula Eropa tidak memiliki lempeng benuanya sendiri, di mana lempeng benua mereka menyatu dengan Asia.

Kalau Afrika menjadi benua yang berdiri sendiri, sah-sah saja karena dibatasi terusan Suez dan memiliki lempeng benuanya sendiri, bahkan benua Amerika saja itu dibagi menjadi dua lempeng benua, yaitu Lempeng benua Amerika Utara dan Lempeng benua Amerika Selatan.

Di sini kita mempertanyakan tidak hanya mengapa penyebutan Eropa didahulukan daripada Asia, namun juga mengapa Eropa itu bisa menjadi benua sendiri.

Pemisahan benua Eropa, lebih didasarkan kepada alasan perbedaan budaya dan ras. Meskipun alasan semacam itu juga masih bisa dipermasalahkan.

Sebagai contoh misalnya anak benua India itu mempunyai budaya dan rasnya yang berbeda dengan penduduk yang ada di belahan lain benua Asia, begitu pula sub-kawasan Asia Timur yang pasti beda sekali etnis dan tradisinya dengan penduduk Asia yang lain.

Kawatirnya, pemisahan Eropa menjadi benua terpisah ini lebih disebabkan kecongkakan mereka yang menganggap lebih baik budaya dibandingkan penduduk Asia lainnya.

Kabar mengenai kecongkakan atau kesombongan mereka sebenarnya sudah bukan berita baru, sejak zaman kolonialisme, saat mereka menjajah hampir seluruh penjuru negeri di dunia, mereka merasa di atas bangsa-bangsa non-Eropa, sehingga pernah muncul istilah supremasi kulit putih.

Akibatnya mereka seolah-olah tidak mau dipersamakan atau disederajatkan dengan bangsa-bangsa lain di benua Asia. Dari situ timbulah dengan apa yang disebut sebagai pandangan Eropa-sentris.

Melihat bangsa-bangsa lain non-Eropa dari kacamata orang Eropa, maka standar kebenaran diukurnya dari standar yang dimiliki orang-orang Eropa.

Contohnya mengenai hak asasi manusia, termasuk isu LGBT saat ini di Piala Dunia Qatar, semua negara non-Eropa dianggap seharusnya mengikuti standar bangsa kulit putih tersebut. Apa yang berbeda atau bertentangan pasti akan dianggap tidak sesuai dengan hak asasi manusia versi mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun