Mohon tunggu...
Sary Hadimuda
Sary Hadimuda Mohon Tunggu... Guru - Hanya seorang hamba Allah yang sedang memantaskan diri menjadi pendidik

Sedang belajar membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Ada Pelajaran di Setiap Perjalanan

21 Maret 2024   13:43 Diperbarui: 21 Maret 2024   13:44 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tanjung Bayang/ dok. pribadi

49 hari saya meninggalkan kota Sorong dan tinggal sementara di Makassar untuk menyelesaikan tugas akhir atau tesis seperti yang saya ceritakan disini. Banyak tempat yang saya kunjungi selama di Makassar. Mulai dari kampus pasca sarjana Universitas Negeri Makassar yang beralamat di Jalan Bonto Langkasa sampai di pesisir Tanjung Bayang yang pantainya berwarna hitam.

Selama 49 hari atau 7 minggu itu banyak sekali pelajaran hidup yang saya dapatkan. Saya coba uraikan tiga saja dibawah ini.

1. Bersyukur.

Sebagai hamba Allah yang Maha Kuasa, saya menyadari banyak sekali nikmat yang Allah berikan kepada hamba-Nya. Dapat ijin dan dibiayai suami untuk melanjutkan pendidikan meski sudah berusia 31 tahun (awal masuk) adalah nikmat terbesar yang Allah berikan. Sebab tidak suami dapat memberikan ijin istri untuk melanjutkan pendidikan apalagi di luar kota. Sementara anak kami yang paling kecil berusia 10 bulan saya tinggalkan di Sorong.

Selama di Makassar berbagai pekerjaan dilakukan oleh ibu-ibu yang sebelumnya saya tidak melihatnya di Sorong. Misal seorang ibu-ibu yang seumur dengan saya harus mengatur mobil yang hendak putar balik di Jalan Petarani. Dengan jilbab usang dibakar matahari berharap ada sedikit rupiah yang diberikan oleh penggendara.

Lampu merah perbatasan Makassar-Gowa. dok. Pribadi
Lampu merah perbatasan Makassar-Gowa. dok. Pribadi

 Ada juga ibu-ibu di lampu merah Jalan Syeh Yusuf (Perbatasan Makassar-Gowa) menawarkan tisu sambil membersihkan kaca mobil di bawah panas terik. Berharap ada seribu dua ribu yang diberikan dari pengendara mobil. Pun saat beberapa kali saya pulang malam. Sekitar jam 10.00. saya mendapati ibu-ibu paruh baya sedang menjual pisang nona yang sudah dibungkus-bungkus kresek berwarna bening di pinggir jalan Alauddin seorang diri.

Jalam Aluuddin/ dok.pribadi
Jalam Aluuddin/ dok.pribadi

Bagaimana mungkin saya bisa tidak mensyukuri nikmat yang Allah beri dengan pemandangan semua ini? Sementara saya waktu SMP telur dadar 1 butir dibagi 4 dengan adik-adik. Sekarang punya motor sendiri yang dapat membelah jalan di Makassar untuk melihat semua pemandangan ini adalah nikmat Allah yang lain lagi. Seolah selalu diingatkan untuk selalu bersyukur

Tidak sampai disitu. Dipertemukan dengan teman-teman yang baik adalah nikmat yang Allah berikan juga. Teman yang dapat membantu memudahkan pengurusan tesis. Misal malam sebelum ujian tutup saya membutuhkan sambungan HDMI untuk presentasi. Hari sudah malam, sementara saya harus belajar untuk persiapan ujian. Tapi seorang teman, namanya Mujizul. Ia mengirimkan sambungan kabel HDMI via gosend. Ongkirnya sudah dibayarkannnya pula. Padahal kami baru kenal beberapa hari dan baru satu kali ketemu di kampus. Belum lagi teman-teman yang lain. Miftah yang bahkan bilang "Selalu kutanya ki, butuh bantuan ki? Tapi selalu ki bilang nda apa-apa ji". Ada pula Pitrah Ulwiyah "Kak, maaf tidak kutemani ki ujian presentasi. Masih di kampung ka. Pengantin kakaku". Kemudian ia "menitipkan" saya di Hudzaifa "Temani kakaku nah. Jagai." Lalu dijawab Hudzaifa "Na kakaku juga kak Sari sekarang.". I was like "he? Orang-orang kok pada baik ya Allah"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun