BKD itu terdiri dari beberapa aspek, diantaranya pendidikan, penelitian, pengabdian kepada masyarakat dan unsur tambahan. Untuk bagian pendidikan saja misalnya seorang dosen harus melaporkan kegiatan mengajarnya selama satu semester.Â
Maka ia pun diharuskan oleh mengurus mulai dari, Sk dan jadwal mengajar, absensi, SAP, Silabus pembelajaran, hingga nilai mahasiswa. Belum lagi harus meminta tanda tangan ke ketua program studi dimana seorang dosen ditempatkan. Semua itu harus discan dan kemudian diuploud secara online.Â
Belum lagi nanti soal penelitian, ia harus meng-uploud artikel jurnal yang telah terbit, dan tentu saja harus disertai dengan surat keterangan dari Lemabaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat kampus terkait.Â
Kalau ditambah dengan pengabdian masyarakat, maka yang bersangkutan harus melaporkan hasil-hasil pengabdiannya. Mulai dari surat tugas dari Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat kampus, SK, serta hasil atau laporan pengabdiannya. Bisa anda bayangkan betapa ribetnya.
 Hal-hal yang sifatnya administatif yang seharusnya menjadi pekerjaan staf bagian administrasi harus dilakukan oleh seorang akademisi. Dan itu harus dilakukan setiap semester.Â
Saya pribadi kadang berpikir, kenapa tidak disederhanakan saja, misalnya diminta melaporkan publikasi ilmiahnya di jurnal terakreditasi nasional dan tinggal menge-link-an saja.
Itu belum soal finger print kehadiran. Beberapa instansi pemerintah yang membawahi dunia sekarang ada yang mulai mewajibkan para dosen untuk melakukan absen finger print. Padahal tugas seorang dosen atau akademisi tidak hanya hadir dan mengajar di kelas.Â
Sebaliknya ia juga dituntut untuk melakukan penelitian dan juga pengabdian kepada masyarakat. Ketika melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat tentu saja seorang dosen lebih banyak dituntut untuk berada di lapangan, mencari data, melakukan observasi dan semacamnya apalagi kalau peneliitiannya berlokasi di wilayah yang jauh.Â
Saya setuju kalau finger print diberlalukan kepada pegawai atau staf di instansi pemerintah karena memang kehadiran mereka selalu dibutuhkan dan dituntut oleh pekerjaan. Tapi kalau diterapakan kepada dosen atau peneliti saya kira kurang pas.
Soal kenaikan pangkat atau jabatan fungsional dosen, nanti juga seperti itu. Bahkan jauh lebih ribet. Saat mengajukan kenaikan yang berssngkutan harus melaporkan dan mengurus berkas-berkasnya selama beberapa tahun (standar minimalnya dua tahun), mulai dari dokumen-dokumen di bidang pendidikan, penelitian, pengabdian kepada masyarakat dan juga unsur-unsur penunjang.
 Sebagai contoh untuk bidang pendidikan saja misalnya ia harus melampirkan dokumen-dokumen mulai dari SK dan jadwal mengajar, SAP, silabus, absensi dan jurnal mengajar, hasil nilai mahasiswa selama dua tahun mengajar, bahkan kadang juga diminta contoh hasil kerjaan UTS atau UAS mahasiswa.Â