“Pedekate” ke PDI Perjuangan
Kembali kepada Ahok. Awalnya ia berharap dengan dukungan relawan maka ia akan memiliki daya tekan (pressure) untuk bergaining kepada parpol agar mau mendukungnya sebagai cagub dalam Pilkada DKI. Siapa partai yang didatangi dan menjadi harapannya? Gerindra, tidak mungkin karena sudah “putus hubungan”. Golkar juga tidak mungkin karena tidak bisa menjamin Ahok secara langsung (kursi Golkar kurang di DPRD DKI). Demikian pula dengan partai-partai lain.
Mengikuti berita “kedekatan” Ahok beberapa tahun terakhir ini bersama partai, dan juga satu-satunya partai yang bisa mengusung langsung Ahok menjadi Cagub DKI hanyalah PDI Perjuangan. Ia mencoba melakukan, katakanlah semacam lobby, negosiasi bahkan bergaining dengan sedikit “memaksa” kepada Megawati selaku Ketua Umum PDI Perjuangan. Yang intinya melaporkan bahwa ia diminta Relawan agar mendaftar melalui jalur independen, bagaimana dengan PDI Perjuangan?
Dengan “laporan” itu, Ahok berharap PDI Perjuangan tetap mendukungnya meski melalui jalur independen (secara ia merasa sudah sangat populer) atau PDI Perjuangan mengusungnya sekalian. Sepertinya kan, Ahok itu tujuannya ke PDI perjuangan, namun jika PDI Perjuangan tidak me-rekomendid, ia sudah menyiapkan “ban serep” bernama Relawan Teman Ahok (TA). Laporan itu diberi under line SEGERA. Artinya, pada hari itu juga, saat itu juga PDI Perjuangan harus membuat pernyataan mendukung Ahok meski melalui jalur independen, atau, PDI Perjuangan mengusung Ahok sebagai cagub dalam Pilkada DKI.
Megawati (dalam banyak media sudah diberitakan) hanya berkomentar pendek, “Ya, silahkan (jalur independen). Partai kami memiliki prosedur dan aturannya sendiri dalam penentuan siapa calon-calonnya,” jawab Mega. Sebagai orang yang mengerti ilmu komunikasi, jawaban tersebut sangat jelas dan tegas, yang intinya agar Ahok mengerti bagaimana itu berpartai yang benar. Bukan grusak grusuk dan menabrak aturan, bukan kepentingan individu ke individu. Pilkada dalam perspektif partai tidak sekadar pencoblosan, tapi bagaimana menggerakkan roda dan mesin partai (kader dan relawan yang menyebar hingga pelosok) untuk memenangkan serta mencapai tujuannya dalam satu komando. Itu memang tidak mudah.
Kecewa Dengan PDI Perjuangan
Singkat cerita Ahok kembali kepada Relawan TA. Kadung menyatakan sikap yang kekeh memilih jalur independen, Ahok menyatakan diri untuk meraih simpati masyarakat, bahwa ia orang yang tidak kenal takut dengan partai, ia bukan orang yang mau diatur partai, ia menambahkan alasan memilih jalur independen karena partai tukang peras, meminta-minta mahar, high cost dan sebagainya. Masyarakat pun bersimpati dan tambah giat membantu Ahok mengumpulkan KTP nya (KTP Gue Buat Ahok). Bahkan masyarakat di luar Jakarta pun terpengaruh dengan drama Ahok dan menganggap PDI Perjuangan bodoh, PDI Perjuangan mendzolimi Ahok, PDI Perjuangan suka minta-minta mahar. Namun Megawati bergeming dan tidak ingin membalas respon masyarakat.
Megawati dengan Ahok memang dekat (secara pribadi), namun Mega tidak bisa didikte begitu saja baik oleh Relawan TA maupun oleh Ahok sendiri. Pertanyaannya pada waktu itu, mengapa Ahok tidak bersabar dan maunya buru-buru memaksakan agar PDI Perjuangan mengusung dirinya atau akan memilih independen. Jawaban Ahok ketika itu, ia dilema didesak juga oleh relawan yang harus menentukan sikap, “Mau naik bis atau Mercy?” Jika ingin didukung terus oleh Relawan TA maka ia harus milih jalur independen, jika tidak, maka Relawan TA membubarkan diri.
Hingga menentukan calon wakilnya saja dengan sangat terpaksa Ahok memilih Heru dan bukannya Djarot, “Pak Djarot itu orang baik dan saya maunya dengan dia terus. Tapi pak Djarot tidak ingin keluar dari PDI Perjuangan jika jalurnya independen,” terang Ahok. Sampai pada titik itu, masyarakat seperti “tercerahkan” bakal ada calon independen yang akan melawan partai pada Pilgub DKI kali ini. Bagi sebagian pengamat, ini menarik dan bisa menjadi antitesa dari hegemoni partai dalam setiap Pilkada. Sebenarnya fenomena ini tidak terlalu aneh, karena sudah ada pilkada daerah lain yang memenangkan calon independen. Namun karena ini menyangkut DKI yang tensinya sangat tinggi sehingga berkesan “wow”.
Koalisi Partai Manfaatkan Kegalauan Ahok
Singkat cerita, tersebutlah Partai Nasdem yang mau mendukung Ahok sebagai cagub DKI, sikap itu diikuti oleh Partai Hanura dan Partai Golkar. Kekuatan (kursi) ketiga partai tersebut di DPRD DKI sudah bisa menyokong Ahok untuk menjadi peserta dalam Pilkada DKI nantinya. Bahkan kemudian membentuk Tim Pemenangan Koalisi (ketiga partai) plus Relawan TA. Satu juta KTP (jika memang benar, karena tidak akan pernah diverifikasi oleh KPUD) pun tersimpan rapi begitu saja tidak dilampirkan dalam berkas pendaftaran calon independen, karena Relawan TA dan Ahok – Heru sendiri tidak jadi mendaftar dari jalur independen.