Mohon tunggu...
Wahyu Ali J
Wahyu Ali J Mohon Tunggu... Penulis - Bebas

Life Path Number 11 [08031980]

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Salam Jumat Berkah

18 September 2020   10:57 Diperbarui: 13 Desember 2020   18:48 315
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Olah Pribadi/Pixabay/Pixellab


Hanya sebentar saja, aku meminta ijin kepadamu. Berjumpa beberapa saat saja, bukan untuk berlama-lama. Untuk apa lama, ketika sebentar justru akan bernilai lega.

Hanya sekejap saja, aku memilih untuk bersama denganmu. Entah hanya berapa lama, memang hanya sekejap yang cukup sekejap, bersama denganmu.

Hanya sekilas saja, aku bersedia berdua denganmu. Sekilas yang akan bisa membuat tuntas, tentang kita yang berbeda rima kata.

Ya, rima kata... awalan atau akhiran yang seharusnya bisa seirama. Kata adalah wujud ungkapan yang mewakili perasaan, meski belum tentu, selalu tentang kejujuran perasaan.

Awalnya kita sama-sama berkata setuju, namun kemudian menjadi dua arah. Aku seja setuju, kamu berubah arah menjadi kurang setuju. Kamu berpaling dari hening menjadi nyaring, membuat bising merusak hening.

Akhirnya memang kamu memilih beda suara, kita menjadi kurang seirama. Nada-nada sumbang berhamburan, menggantikan irama merdu nan syahdu yang kita ciptakan bersama di awal senandung kita.

Hanya seumpama, itulah akhirnya. Cita di awal cerita menjadi seumpama, rasa di permulaan menjadi hanya sekadar ibarat. Cinta yang semestinya bisa terpelihara, kini tersumbat yang menjadikan sekat begitu kuat untuk kita berdua.

Untuk sebentar saja, ijinkan aku bersuara untuk terakhir kalinya. Suara yang tidak perlu kamu dengar, hanya suara yang harus kamu hapus setelah melihatnya, membacanya, memahaminya.

"Lelaki ini seja undur diri, tapi bukan tidak punya nyali. Sebab menghargai, menghormati, adalah bagian dari budi pekerti."

"Lelaki ini menyayangi, bahkan sangat mencintai. Tapi lebih utama beranjak pergi, meninggalkan pula menanggalkan apa yang memang telah tanggal, lalu memilih kembali tunggal."

"Lelaki ini enggan jalani mimpi, meski dirimu serupa bidadari."

Diksi sudah aku sampaikan, aku yakin kamu akan dan pasti mengerti tentang semua ini. Perjalanan masih cukup panjang di hadapan, cerita kita tidak perlu berkepanjangan.

Cerita kita hanyalah persandingan untuk jadi bahan perbandingan, langkah kita terhenti jadi jeda, untuk kedepannya hanya sebatas nostalgia kala senja.

"Terima kasih, untuk sebentar yang sempat menjalar. Untuk sekejap yang berakhir lembab, untuk sekilas yang pada akhirnya, kita berdua belajar tentang pilihan yang sebaiknya cerdas. Salam jumat berkah, teruntukmu."

Salam Fiksiana, DS 18/09/2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun