Mohon tunggu...
AVINDA  ASYARO  TAGHSYA
AVINDA ASYARO TAGHSYA Mohon Tunggu... -

Sampoerna Academy

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Pancaran Cahaya Sang "Bidadari Surga"

26 Februari 2018   21:44 Diperbarui: 16 Maret 2018   11:04 532
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di samping latar tempat, sang penulis juga menyampaikan latar waktu. Latar waktu yang digambarkan penulis adalah tersurat dan tersirat mencakup pagi, siang, dan malam.

Berikut adalah contoh kutipan penggambaran latar waktu sang penulis dalam novel Bidadari-Bidadari Surga:

"Cahaya matahari senja menerabas indah bingkai jendela kamar."(pdf hal.136)

"Malam hari. Pukul 19.30 di sini. Speaker di pesawat memperdengarkan suara merdu sang pramugari yang lembut menyapa penumpang"(pdf hal.8)

"Asyik benar duduk di atas bebatuan sambil menyantap makan siang."(pdf hal.39)

Latar Sosial yang diambil Tere Liye dalam novel Bidadari-Bidadari Surga ini adalah masyarakat desa Lembah Lahambay. Sang penulis menggambarkan masyarakat desa yang masih erat hubungan kekeluargaannya satu sama lain. Mereka masih mau bekerja gotong royong demi kemakmuran desa seperti membuat kincir bersama. Mereka juga masih membiasakan untuk bermusyawarah dan berkumpul dengan yang lainnya di surau tidak seperti halnya masyarakat kota. Selain itu, latar sosial novel ini pun masih menggunkan segala sesuatu yang masih sederhana belum dengan teknologi modern yang canggih semacam zaman sekarang. Oleh karena itu, dalam novel ini tokoh Dalimunte masih memikirkan bagaimana cara untuk membuat suatu alat yang bisa menggerakkan air untuk irigasi lading mereka tanpa teknologi yang modern dan membutuhkan banyak biaya. Berikut adalah cuplikannya:

"Ahad berikutnya, seperti kesepakatan pekan lalu, penduduk kampung bergotong-royong membuat lima kincir air di pinggir cadas sungai. Melaksanakan ide Dalimunte."(pdf hal.38)

"Ia menyiapkan teknologi pengalengan sederhana. Dengan gentong-gentong besar dari tanah yang banyak dijual di kota kecamatan. Jadi tak ada lagi buah yang busuk ketika tiba di kota provinsi."(pdf hal.73)

"Warga kampung berkumpul. Tidak ada lagi wajah-wajah suram habis bekerja seharian, pakaian seadanya, dan semacam itu seperti mereka sering berkumpul di balai kampung dulu."(pdf hal.79)

Dalam pengemasan novel Bidadari-Bidadari Surga ini, sang penulis menggunakan sudut pandang orang ketiga serba tahu.

"Kak Laisa setiba di rumah panggung langsung menyiapkan bekal makanan seadanya, kemudian menyusul Mamak Lainuri di ladang bersama Dalimunte ---yang tetap lebih banyak berdiam diri setelah dimarahi di sungai tadi, menunggu rumah."(pdf hal.27)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun