SMA Wijaya Kusuma mempunyai perpustakaan kecil yang sering sepi, tapi bagi Naila tempat itu seperti dunia lain. Tenang damai dan penuh cerita . Dan yang paling dia suka meja nomor 4 di perpustakaan di pojok dekat jendela.
Sudah hampi tiga bulan Nayla rutin duduk di sana setiap istirahat. Bukan hanya untuk membaca, tapi karena sesuatu yang tak biasa terjadi. Setiap hari, ada selembar kertas kecil di laci meja itu. Berisi tulisan tangan yang indah, bukan puisi, bukan surat cinta tapi semacam percakapan diam.
"Hari ini mendung tapi kamu tetap datang. Aku senang".
"Kamu selalu ambil buku yang sama. Apa kamu tidak bosan membaca ulang."
" Kalau aku berani, mungkin aku sudah bilang langsung. Tapi sementara ini, biar kata-kata yang bicara.
Awalnya Nayla mengira itu candaan iseng, tapi catatan-catatan itu semakin personal. Seperti mengirimnya tahu persis kebiasaanya, bahkan mencatat hari ketika Nayla tak datang karena sakit.
Setiap kali membaca, pipinya memerah ia tak tahu siapa penulisnya. Tapi ia mulai menantikan kertas kecil itu setiap hari, Nayla pun membalas.
"Aku suka buku itu karena membacanya membuat aku merasa tenang. Seperti kamu'.
"Terimakasih sudah menunggu, bahkan saat aku tidak bisa datang."
"Kenapa kamu tidak muncul saja dan bilang siapa kamu?'
Tapi tak ada balasan langsung. Sampai suatu hari, laci meja nomor 4 kosong. Nayla menunggu, besoknya tetap kosong. Lusa pun begitu, tidak ada catatan, dan tidak ada jejak.