Mohon tunggu...
auliya iswandari
auliya iswandari Mohon Tunggu... Mahasiswa Pascasarjana UIN Mataram

Hobi saya berniaga atau berbisnis selain itu saya juga ingin membanggakan orangtua saya lewat pendidikan yang tinggi

Selanjutnya

Tutup

Parenting

"Ketika Nafkah Diabaikan: Dampak Psikologis dan Hukum Bagi Keluarga"

17 Oktober 2025   02:25 Diperbarui: 17 Oktober 2025   02:23 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Parenting. Sumber ilustrasi: Freepik

Nafkah bukan hanya soal uang. Ia adalah bentuk tanggung jawab, cinta, dan komitmen dalam sebuah hubungan rumah tangga. Namun sayangnya, tidak sedikit pasangan terutama istri dan anak yang menjadi korban karena kewajiban nafkah diabaikan. Lalu, apa dampaknya? Baik dari sisi psikologis maupun hukum, mengabaikan nafkah bisa berakibat serius bagi keluarga.

Apa Itu Nafkah?

Secara sederhana, nafkah adalah pemberian yang wajib diberikan oleh suami kepada istri dan anak-anaknya untuk memenuhi kebutuhan hidup, seperti makan, pakaian, tempat tinggal, pendidikan, dan kesehatan. Dalam kitab fiqih pembahasan mengenai nafkah sangat mendetail dan menjadi landasan utama pemahaman konsep ini. 

Komponen Utama Nafkah: Para Ulama fuquha sepakat bahwa nafkah untuk istri mencakup tiga kebutuhan primer, yang di Indonesia sering diistilahkan sebagai sandang, pangan, papan. 

  • Pangan (Makanan): Suami wajib menyediakan makanan pokok yang layak dan biasa dikonsumsi di daerah tersebut. Ukurannya didasarkan pada kelayakan atau kadar ma'ruf (kebiasaan yang wajar).
  • Sandang (Pakaian): Suami wajib memberikan pakaian yang layak sesuai dengan musim (panas dan dingin) dan sesuai dengan standar sosial  di lingkungannya.
  • Papan (Tempat Tinggal): Suami wajib menyediakan tempat tinggal yang mandiri dan aman bagi istrinya, terpisah dari keluarga suami, untuk menjaga privasi dan kenyamanannya. 

Syarat Istri Menerima Nafkah: 

Kewajiban ini berlaku jika istri memenuhi syarat utama, yaitu tidak nusyuz. Nusyuz diartikan sebagai pembangkangan seorang istri terhadap suami tanpa alasan yang diperbolehkan syariat, misalnya pergi dari rumah tanpa izin suami tanpa alasan yang jelas. Selama istri taat dan menyerahkan diri dalam artian siap menjalankan fungsi sebagai istri, maka ia berhak penuh atas nafkah tersebut. 

Penentuan Besaran Nafkah:

 Terdapat beberapa pendapat di kalangan ulama mazhab mengenai cara menentukan besaran nafkah:

  • Berdasarkan Kemampuan Suami: Sebagian ulama berpendapat nafkah disesuaikan dengan kondisi finansial suami. Jika suami kaya, nafkahnya besar; jika miskin, disesuaikan.
  • Berdasarkan Status Sosial Istri: Sebagian lain berpendapat standar nafkah mengikuti status sosial istri sebelum menikah.
  • Gabungan Keduanya atau Sesuai Kebiasaan ( Urf): Pendapat yang paling umum adalah besaran nafkah berdasarkan kelayakan dan kepantasan ( ma'ruf) pada masyarakat tersebut, dengan mempertimbangkan kemampuan suami dan kebutuhan istri.

Dampak Psikologis Ketika Nafkah Diabaikan

  • Rasa Tidak Dihargai
    Ketika seorang istri tidak mendapatkan nafkah yang layak, ia bisa merasa tidak dihargai dan diabaikan. Hal ini bisa menimbulkan luka batin dan rasa kecewa yang mendalam.
  • Stres dan Tekanan Mental
    Kehidupan rumah tangga tanpa kepastian ekonomi bisa memicu setres, cemas berlebihan, hingga depresi, terutama jika istri harus memikul semua beban keuangan sendirian.
  • Anak Menjadi Korban
    Anak-anak yang tumbuh dalam keluarga yang tidak stabil secara ekonomi rentan mengalami gangguan emosional, kesulitan belajar, dan masalah kepercayaan diri.
  • Hubungan Suami-Istri Menjadi Renggang
    Tidak adanya keterbukaan dan tanggung jawab soal nafkah sering kali berujung pada pertengkaran, bahkan perceraian.

Dampak Hukum: Bisa Dipidanakan

Banyak orang belum menyadari bahwa mengabaikan nafkah tidak hanya berdampak moral, tapi juga bisa berurusan dengan hukum. Di Indonesia, hal ini diatur dalam:

  • Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 80 ayat (4): "Suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya."
  • Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) juga menyebutkan bahwa penelantaran ekonomi termasuk dalam bentuk kekerasan dalam rumah tangga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun