Mohon tunggu...
Aulia Wahyu Firdaus
Aulia Wahyu Firdaus Mohon Tunggu... Mahasiswi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Hubungan Antara Kebiasaan Sarapan Pagi Dengan Konsentrasi Belajar Mahasiswa

20 Juni 2025   21:43 Diperbarui: 20 Juni 2025   22:41 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sarapan memiliki banyak manfaat penting bagi tubuh. Ketika seseorang mengonsumsi makanan di pagi hari, tubuh memperoleh karbohidrat yang siap digunakan untuk meningkatkan kadar gula darah. Kadar gula darah yang stabil akan membantu meningkatkan semangat serta konsentrasi dalam bekerja, yang pada akhirnya berdampak positif terhadap produktivitas. Selain itu, sarapan juga berperan dalam menyuplai berbagai zat gizi penting seperti protein, lemak, vitamin, dan mineral (Sandra, 2017). Melakukan sarapan di pagi hari sangat dianjurkan karena dapat mendukung kemampuan konsentrasi dalam belajar dan berkontribusi terhadap pemenuhan kebutuhan gizi tubuh yang berperan dalam proses fisiologis. Makanan yang dikonsumsi saat sarapan sebaiknya mengandung gizi lengkap. Gula darah yang diperoleh dari makanan tersebut akan diubah menjadi energi melalui proses metabolisme, dan energi inilah yang kemudian digunakan oleh sel-sel tubuh untuk menjalankan berbagai fungsi penting, seperti berpikir, bergerak, serta menjalani aktivitas sehari-hari lainnya. Sarapan juga bermanfaat untuk menjaga daya tahan tubuh selama beraktivitas, meningkatkan produktivitas kerja, serta mempertahankan kebugaran fisik. Dalam konteks pendidikan, sarapan pagi dapat membantu memusatkan pikiran saat belajar dan mempermudah proses penyerapan materi pelajaran. Idealnya, sarapan juga menyediakan cadangan kalori untuk digunakan dalam dua jam pertama aktivitas pagi hari. Setelah itu, makanan ringan sekitar pukul 10.00 dapat membantu menggantikan energi yang mulai berkurang (Sandra, 2017).

6. Dampak Tidak Sarapan

Melewatkan waktu sarapan dapat menimbulkan rasa lapar akibat kondisi perut yang kosong. Ketika seseorang tidak sarapan, kadar gula darah dalam tubuh cenderung menurun. Tubuh kemudian akan berupaya untuk menstabilkan kadar gula darah dengan memanfaatkan cadangan energi berupa glikogen (Hartoyo et al., 2015). Glukosa yang berperan sebagai sumber energi utama bagi tubuh sangat dibutuhkan, terutama untuk fungsi otak. Penurunan kadar glukosa dalam darah dapat memengaruhi seluruh fungsi organ, termasuk menurunnya kinerja otak. Hal ini diperkuat oleh Saragi (2015), yang menyatakan bahwa kekurangan glukosa akibat tidak sarapan berdampak langsung terhadap penurunan kemampuan berpikir dan konsentrasi. Dampak dari tidak sarapan juga dapat dirasakan secara fisik, seperti menurunnya konsentrasi, munculnya rasa lesu, kantuk berlebih, serta menurunnya kemampuan menjalani aktivitas harian secara optimal (Sukiniarti, 2015). Hardinsyah dan Aries (2012) menambahkan bahwa individu yang sering melewatkan sarapan cenderung mengalami kondisi tubuh yang lemas, tidak bertenaga, mudah mengantuk, dan bahkan sering merasa pusing. Sebaliknya, individu yang memiliki kebiasaan sarapan secara rutin menunjukkan performa kognitif yang lebih baik, terutama dalam hal daya ingat. Kebiasaan ini berdampak positif terhadap konsentrasi belajar dan dapat mendorong peningkatan prestasi akademik (Devi, 2012). Oleh karena itu, sarapan memiliki kaitan erat dengan kemampuan berkonsentrasi, yang pada akhirnya berkontribusi terhadap keberhasilan belajar siswa (Setiawan & Haridito, 2015).

B. Konsentrasi

1. Pengertian

Konsentrasi merupakan kemampuan seseorang untuk memusatkan pikirannya pada satu objek tertentu (Priambodo, 2010). Kemampuan ini sangat diperlukan dalam berbagai aktivitas manusia karena individu yang mampu berkonsentrasi umumnya dapat menyelesaikan tugas dengan lebih cepat dan memperoleh hasil yang optimal. Pandangan ini sejalan dengan pendapat Setiawan (2015) yang menyatakan bahwa konsentrasi merupakan bentuk pemusatan pikiran atau perhatian terhadap suatu objek untuk memperoleh informasi secara lebih efektif.Konsentrasi tidak hanya penting dalam proses belajar, tetapi juga memiliki peran krusial dalam kegiatan sehari-hari seperti berkomunikasi (Fajar, 2020). Konsentrasi dapat tercapai apabila individu mampu mengesampingkan berbagai gangguan yang muncul dari lingkungan sekitarnya (Lestari et al., 2015).Mulyadi dan Adriantoni (2021) menjelaskan bahwa konsentrasi adalah bentuk upaya seseorang dalam mengelola pikirannya agar tetap fokus pada suatu hal, dengan mengabaikan respons terhadap gangguan yang mungkin muncul. Sementara itu, Winata (2021) menambahkan bahwa konsentrasi terjadi ketika seseorang memfokuskan perhatiannya secara penuh terhadap suatu objek, sehingga mampu memahami informasi dengan baik serta menghindari hal-hal yang berpotensi mengganggu perhatian tersebut.

2. Indikator Konsentrasi Belajar

Indikator konsentrasi belajar yang digunakan dalam penelitian ini merupakan hasil modifikasi dari gabungan beberapa indikator yang telah ada sebelumnya. Secara khusus, indikator tersebut merujuk pada tujuh indikator konsentrasi belajar yang telah dikembangkan dan ditambahkan dengan dua indikator tambahan berdasarkan pendapat Slameto. Dengan demikian, terdapat total sembilan indikator konsentrasi belajar yang dijadikan acuan (Setyani & Ismah, 2018), yaitu:

  • Adanya perhatian atau fokus terhadap materi pelajaran yang disampaikan
  • Munculnya respons aktif terhadap materi yang diajarkan.
  • Gerakan tubuh atau anggota badan yang sesuai dengan instruksi dari guru.
  • Kemampuan untuk mengaplikasikan pengetahuan yang telah diperoleh.
  • Kemampuan dalam menganalisis informasi atau materi yang dipelajari.
  • Kemampuan mengemukakan ide atau pendapat secara mandiri.
  • Pengetahuan yang dimiliki dapat segera digunakan saat dibutuhkan.
  • Ketertarikan terhadap mata pelajaran yang sedang dipelajari.
  • Tidak merasa jenuh selama mengikuti proses pembelajaran.

3. Faktor Pendukung Konsentrasi Belajar

Faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya konsentrasi belajar dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori utama, yakni faktor internal dan faktor eksternal (Setyani & Ismah, 2018).

Faktor internal

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun