Mohon tunggu...
Aulia Zahra Anindyaputri
Aulia Zahra Anindyaputri Mohon Tunggu... Mahasiswa

Mahasiswa Hubungan Internasional

Selanjutnya

Tutup

Financial

Kapitalisme Digital dan Alienasi Buruh: Analisis Marxis terhadap Model Gig Economy

21 April 2025   06:54 Diperbarui: 21 April 2025   06:54 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Di era globalisasi saat ini, teknologi mulai berkembang cukup pesat. Pemesanan minuman maupun makanan melalui aplikasi serta jasa-jasa yang tersedia seperti jasa desain melalui freelancer diplatform digital dapat selesai dalam hitungan jam atau menit. Hal ini memperlihatkan bahwa semua dapat terselesaikan secara efisien, cepat, dan praktis.  Namun, dibalik canggihnya teknologi tersebut terdapat sesuatu yang mungkin sering terlupakan. Sesuatu tersebut tentang bagaimana cara kerja di balik layar dan siapa aktor sebenarnya yang bekerja di balik layar serta bagaimana kondisi mereka, mengapa terdapat beberapa orang yang memiliki pekerjaan tetapi seringkali mereka merasa tidak benar-benar hidup.

Hal ini akan dapat dianalisis melalui ide atau pemikiran Karl Marx. Salah satu konsep  pokok yang ada di marxisme yaitu keterasingan atau yang dapat disebut juga dengan alienasi. Menurut Marx, pada sistem kapitalis para buruh tidak bekerja untuk dirinya sendiri tetapi untuk orang lain. Hal ini juga membuat sebuah keuntungan bagi para pemilik modal. Hasil kerja para buruh menjadi hak milik  orang lain.

Para buruh kehilangan kontrol tentang apa yang mereka buat, apa keuntungan bagi diri mereka, serta bagaimana mereka mewujudkannya. Seiring berjalannya waktu, suatu pekerjaan menjadi hal yang dapat membuat individu terpisah dengan diri mereka sendiri. Dalam pemikiran Marx, alienasi atau keterasingan memiliki empat level. Empat level tersebut yaitu alienasi proses kerja, alienasi hasil kerja, alienasi sesama manusia, dan alienasi terhadap diri sendiri.

Di sisi lain, gig economy menjadi sesuatu hal yang terdengar cukup menarik di kalangan masyarakat. Gig economy sendiri merupakan pasar tenaga kerja dimana mereka bersifat sementara dan memiliki kontrak dalam jangka waktu yang pendek. Seperti suatu perusahaan yang mempekerjakan freelancer ataupun tenaga kerja paruh waktu untuk menyelesaikan pekerjaan mereka dalam waktu yang efisien. Dalam gig economy seringkali pekerjaan tersebut dapat dikerjakan secara mandiri pada platform digital.  Dimana hal itu tidak terikat oleh suatu hal.

Hal ini memiliki artian bahwa seseorang dapat menjalankan pekerjannya dimana saja, kapan saja serta dapat menjadi freelancer seperti driver ojek online maupun influencer paruh waktu. Namun, jika kita bertanya kepada para pekerja ojek online seberapa efisien serta fleksibel  mereka dalam bekerja. Cukup banyak dari beberapa mereka yang mengatakan harus aktif dalam jangka waktu 10-12 jam perhari untuk mendapatkan suatu penghasilan yang cukup untuk kebutuhan mereka sehari-hari. Mereka memiliki ketergantungan terhadap prosedur  ataupun cara kerja yang tidak dapat di kendalikan. Jika rating dalam profil  mereka menurun, mereka dapat dikenakan suspend atau pemberhentian sementara dan jika penghasilan tambahan mereka terkena pemotongan sepihak maka mereka tidak akan mendapat ruang untuk bernegosiasi.

Para pekerja tersebut tidak dapat menuntut adanya kejelasan serta tidak memahami siapa yang membuat kebijakan tersebut. Dari sinilah, dimana sistem keterasingan tersebut bekerja. Para buruh tidak dapat mengendalikan ataupun memiliki kontrol atas alat kerja. Selain itu, mereka tidak mempunyai hubungan secara langsung dengan pemberi upah dan tidak mengerti apakah pada keesokan hari mereka mendapat penghasilan yang cukup atau tidak. Hal ini memperlihatkan bahwa artian bebas dalam gig economy yaitu  dapat dianggap sebagai bebas untuk berjuang secara mandiri.

Jika dahulu para buruh seringkali merasa asing karena bekerja di sebuah pabrik besar dan dipenuhi suara yang cukup berisik. Namun, pada seiring berjalannya waktu keterasingan ini datang melalui platform digital. Dimana kita hidup pada suatu sistem yang mempekerjakan tenaga kerja manusia seperti mesin. Para buruh diharuskan melakukan pekerjaannya secara cepat, praktis dalam jangka waktu yang ditentukan. Penilaian terhadap para pekerja pun ditentukan berdasarkan bagaimana rating profil mereka, testimoni konsumen.

Lebih rumitnya, pada saat ini para buruh juga dijadikan sebuah produk. Dimana dalam hal ini data-data ataupun informasi pribadi mereka dapat dikatakan dijual. Selain itu, aktivitas apa saja yang mereka lakukan dapat terpantau dengan jelas. Bahkan dapat dianggap juga bahwa jam tidur mereka dapat ditentukan berdasarkan sistem insentif. Hal-hal  yang dilakukan tersebut tentunya tidak memiliki jaminan apapun, tidak ada thr, bpjs, ataupun lain-lain.

Jika seringkali mereka disebut dengan mitra untuk memposisikan nya agar terlihat sejajar, namun pada kenyataannya relasi kekuasaan tersebut memiliki ketimpangan yang cukup jauh. Hampir dari semua platform digital memegang kontrol seperti sistem upah, prosedur kerja, serta bagaimana cara kerja suatu sanksi berjalan. Pada situasi ini, para buruh hanya dapat mengikuti sistem kerja mereka sehari-hari nya. Apalagi jika mereka menyuarakan pendapat mereka, platform digital tersebut akan dapat membatasi akses pekerja tersebut dan mulai melakukan perekrutan mitra yang baru. Dalam perspektif marxisme ini, kita dapar memahami bahwa meskipun bentuk  kerja mereka berbeda namun sistem kerja  terdahulu masih terhitung sama.

Sistem kapitalisme tetap memegang kontrol atas tenaga kerja demi penambahan keuntungan. Hanya saja pada saat ini sistem tersebut memiliki bentuk yang beda yaitu dalam bentuk aplikasi serta pemegang kekuasaan tersebut tidak terlihat secara langsung. Pada era saat ini, kita hidup dalam lingkup individu yang produktif namun beberapa dari mereka merasa asing ataupun hampa. Beberapa dari mereka tidak dapat menciptakan sesuatu secara berkelanjutan. Serta mereka tidak memiliki  hubungan sosial  yang cukup stabil.

Hal ini dapat memperlihatkan kepada kita bahwa keterasingan yang terjadi pada saat ini dapat dibilang cukup dalam. Tidak hanya persoalan mengenai pemberian upah yang cukup minim ataupun jam kerja yang panjang. Namun, persoalan mengenai hilangnya rasa kemanusiaan menjadi individu yang utuh. Suatu pekerjaan seharusnya dapat menjadikan kita sebagai individu yang tumbuh. Tetapi dalam sistem ini suatu pekerjaan dapat menjadikan individu merasa hilang arah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun