Mohon tunggu...
Audrey Kartika
Audrey Kartika Mohon Tunggu... Aktor - PNS

Saya senang berdiskusi mengenai kebijakan pemerintah

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Opini ASN Mahkamah Agung terhadap Kenaikan BBM, SMART ASN

19 September 2022   22:58 Diperbarui: 19 September 2022   23:05 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Berdasarkan data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), harga minyak mentah dunia terus menguat dalam beberapa waktu terakhir. Pekan ini saja, Brent telah menembus level US$ 80 per barel, sementara produksi BBM rata-rata di setiap bulan hanya sebesar 778.505 barrels oil per day (BOPD). Kemudian di sisi lain, kebutuhan BBM sudah mencapai sekitar 1.600 BOPD. Jadi, untuk memenuhi kebutuhan BBM dalam negeri, Pertamina harus mengimpor lebih dari 800.000 BOPD. Jika harga ICP (minyak mentah) rata-rata per bulan US$ 67,42 /barel, maka dibutuhkan anggaran sekitar US$ 1.620.000.000 per bulan atau minimal Rp 24 triliun per bulan.

Kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) disebabkan persediaan minyak mentah dunia semakin sedikit dan kebutuhan masyarakat Indonesia semakin besar akan minyak mentah yang diolah menjadi Bahan Bakar Minyak. Hal tersebut didukung oleh pendapat Ibu Sri Mulyani "Dengan konsumsi Pertalite dan Solar Subsidi yang melebihi kuota, anggaran subsidi dan kompensasi BBM diperkirakan melewati Rp 502,4 triliun," kata Sri Mulyani, dalam unggahan di akun Instagram resminya[1]. 

Indonesia dulu sebagai anggota OPEC (Organization of the Petroleum Exporting Countries) namun karena persediaan minyak mentah di Indonesia berkurang maka Indonesia sudah tidak dapat mengekspor minyak mentah sehingga Indonesia keluar dari OPEC. Setelah mencapai puncak kejayaan pengekspor minyak, Indonesia akhirnya tidak lagi menjadi negara pengekspor minyak. Pada 2008 Indonesia memutuskan untuk dengan sukarela keluar dari keanggotaan OPEC. Saat pemerintahan Presiden Soeharto, minyak menjadi sumber energi utama yang digunakan masyarakat Indonesia[2]. Selain itu, minyak juga menjadi sumber dana bagi program ekonomi dan politik. Pemanfaatan minyak bumi yang besar-besaran tersebut lambat laun mengurangi produksi minyak Indonesia. Ditambah kegiatan eksplorasi sumber minyak baru menjadi jarang dilakukan. Di sisi lain kebutuhan konsumsi dalam negeri akan minyak terus meningkat sehingga membuat produksi minyak tidak ada yang surplus untuk diekspor.

Pemenuhan konsumsi Bahan Bakar Minyak Indonesia Sebagian masih dengan melakukan impor BBM untuk dikonsumsi Masyarakat di Indonesia. Kondisi ini semakin parah dengan pelemahan mata uang rupiah yang saat ini berada di posisi Rp15.235,- terhadap dolar AS sehingga memicu kenaikan BBM di Indonesia. Pemerintah telah menetapkan harga BBM 3 September 2022, dengan rentang harga sebagai berikut[3]:

 

No.

Jenis Bahan Bakar

Harga Semula

Harga setelah Kenaikan

1.

Solar

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun