Mohon tunggu...
Dre Loopz
Dre Loopz Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - pemula

suka menulis cerita fiksi, pemula di dunia menulis...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Euonia Part 1

15 Agustus 2021   21:55 Diperbarui: 15 Agustus 2021   22:10 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku duduk termenung di kursi halaman depan rumah. Matahari bersinar terang membuat cuaca semakin panas. Gerakan awan membuat hati menjadi tenang. Sembari mengelap pistol Glock 20, akupun tersenyum kecil. Aku mengingat kembali pistol pemberian  Takeda-san. Pistol ini diberikan kepadaku saat aku pertama kali bertemu dengannya. Aku jadi teringat kenangan pahit dan manis sewaktu di Amerika.

Waktu itu, hujan sangat deras. Badai besar menerjang kota kecil Madison, Georgia. Petir terus menyambar di celah awan hitam. Udara menjadi sangat dingin dan menusuk. Di tengah badai ada seorang anak berumur 12 tahun yang sedang bermain game survival versi dunia nyata. Nyawanya hanya 1 dan kini ia harus menjalani misinya. Yaitu, bertahan hidup di tengah badai kota ini. Anak itu duduk di samping tong sampah di sebuah gang kecil. Sembari memeluk erat dirinya sendiri mengharapkan kehangatan akan menemaninya di hari yang dingin.

Matanya biru indah seperti batu permata. Matanya yang indah itu terus menatap kosong entah melihat kemana. Seolah -- olah dibalik matanya yang indah itu, ia sudah berhasil melewati beberapa level yang sangat sulit dalam hidupnya dan meninggalkan bekas di sekujur tubuhnya. Tidak ada kehidupan dimatanya, indah dan terlalu menyakitkan untuk dilihat.

Rambut coklatnya basah dan kusut. Bajunya juga kotor dan robek di bagian bawah dan lengan. Celananya pendek selutut, sehingga tampak banyak sekali memar dan luka di kakinya. Bahkan terkadang ia menutupinya dengan perban. Karena sekarang hujan, perban itu hanya akan menimbulkan rasa gatal di kakinya. Jadi, ia sudah membuang perban itu di tong sampah.

 Tiba -- tiba anak itu mendengar suara tawa dan obrolan sekumpulan anak remaja dewasa. Sepertinya itu anak -- anak SMA yang sedang menikmati kebodohan cinta. Ketika mendengar suara itu semakin mendekat, anak itu menggenggam erat tinju di tangan kananya. Dan ia sembunyikan di balik tubuhnya. Sambil menunduk dan menyembunyikan dirinya di balik tong sampah, anak itu berharap mereka segera pergi dan tidak menyadari keberadaanya.

Anak itu memiliki insting yang kuat ketika merasa terancam. Entah mengapa ia sangat yakin remaja -- remaja sialan itu akan datang kesini untuk mengisap rokok atau mengonsumsi narkoba diam -- diam. Karena dari cara mereka bicara sudah terlihat. Ini bukan sekedar menebak asal. Ia tahu kareana insting dan pengalamannya selama 5 tahun survive di luar

  "Eh memangnya kau boleh ikut kami? Hujan -- hujanan begini nanti masuk angin loh." Anak remaja yang lebih tua bertanya ke juniornya yang masih polos dan lugu. Sembari memainkan payungnya sang senior terus menyenggol -- nyenggol temannya yang ada di belakang junior tersebut. Mereka tertawa kecil, sepertinya mereka sangat senang seperti baru saja mendapatkan mangsa yang bagus dengan mudah.

 "Ah, nggak papa kok. Lagipula aku sudah lama tidak main hujan -- hujanan begini." Si junior tersenyum riang karena bisa bergaul dengan senior yang dianggapnya sangat keren. Mereka adalah 3 serangkai senior terpopuler di sekolah. Mereka tampan dan jago olahraga.

"Oh yasudah, ayo kita ke gang itu. Merokok di sana pasti enak suasananya." Sembari menunjuk sebuah gang kecil di depannya. Kedua temannya berlari kegirangan sambil menendang -- nendang genangan air dan lebih dulu masuk kedalam gang tersebut. Sedangkan si junior tampak kebingungan dan diam ditempat. Ia merasakan sesuatu yang janggal dari tingkah seniornya. Kenapa merokok harus diam -- diam di sebuah gang kecil yang terpencil?. Bukankah banyak tempat yang lebih nyaman untuk merokok?. Dan setahuku mereka tidak merokok.

 "Kenapa? James jangan bengong. Ayo kesana" senior tersebut menarik lengan James yang terdiam di tempat.

"Mhmm, Kak Joe merokok? Merokok kan tidak sehat. Bukankah kak Joe seorang atlet?" Seketika wajah Joe berhenti tersenyum. Wajahnya yang tampak periang berubah drastis menjadi senyum yang menyeramkan. Jamespun reflek mundur 2 langkah. Wajahnya tampak ketakutan.

 Ia jadi teringat gosip yang beredar di sekolahnya, 3 serangkai yang diam -- diam mengonsumsi narkoba. Setiap ada seseorang yang mencoba untuk melaporkannya ke polisi, keesokan harinya mereka tidak masuk kesekolah melainkan berbaring lemas di rumah sakit. Dan ketika ditanya si korban hanya menjawab " ini hanya kecelakaan biasa kok, ini keselahanku karena tidak hati -- hati. Hehehe maaf ya aku membuat kalian jadi khawatir."

 "Ah maaf James sepertinya aku mengejutkanmu ya? Maaf. Ayo kita mainnya di gang situ saja." Joe menarik paksa James yang bertubuh lebih kecil darinya dan masuk ke dalam gang tersebut. James yang ketakutan mengikuti langkah Joe yang cepat. Wajahnya menahan tangis, kaki dan tangannya gemetar. Ia sungguh tidak percaya bahwa gosip itu benar. Jadi 3 serangkai ini adalah orang yang jahat. Padahal di sekolah, mereka adalah anak -- anak yang ramah, populer dan berprestasi. Alasan James ikut bermain dengan mereka adalah karena ia percaya bahwa para seniornya tidak mungkin melakukan tindakan kejahatan. Dan ternyata ia terlalu naif.

 Sesampainya James dan Joe di depan gang tersebut, hujan mereda dan menjadi rintik -- rintik kecil. Tetapi awan masih gelap menutupi langit dan mencegah hangatnya cahaya matahari masuk. Di dalam gang tersebut Joe heran, kenapa Michael dan Axel hanya diam berdiri sambil menatap tong sampah. Joe masih menggenggam erat tangan James untuk mencegahnya kabur. Dan ia juga yakin bahwa James tidak akan berani kabur darinya.

 "Michael! Axel! Apa yang kalian lakukan? Kenapa tidak mengeluarkan bungkus rokoknya?" Joe mendekati Michael dan Axel dengan james yang masih di genggam sangat erat olehnya. Setelah sampai di tempat, Joe menaikkan satu alisnya sebuah kode untuk menanyakan apa yang sedang terjadi.

 "Joe lihat itu, disana ada anak gelandangan, anak Broken home kah?. Banyak sekali luka di kaki dan lehernya." Michael menjelaskan sambil menunjuk anak tersebut. joe memeperhatikan anak itu secara saksama. Dan ia terkejut akan satu hal. Matanya. Mata biru yang indah seperti permata. Begitu jernih dan berkilau.

 "Hey lihat matanya," ujar Joe. " sepertinya kita dapat bonus hari ini."

 "Mata? Kenapa dengan matanya?" Axel mendekati anak itu dan memeperhatikan matanya. Seketika Axel terdiam di tempat selama 10 detik, matanya membelalak terkejut. Michael yang penasaran pun juga ikut mendekat. Dan reaksi Michael tak jauh berbeda dari Axel. Sedangkan anak itu hanya duduk diam dan menatap mereka dengan tatapan tajam sembari menyembunyikan tinjunya di balik badan.

 "Joe, Axel ayo kita bawa anak ini." Michael mengambil sebuah kantung plastik kecil di dalam saku jaketnya. Plastik tersebut berisi permen warna -- warna yang imut.

  "Ya, aku akan menghubungi Uncle Zeos  untuk kendaraan. Oh ya bagaimana dengan james?" Tanya Axel sembari mengetik nomor telefon di ponselnya.

"Aku akan bermain hilangkan saksi, kalian urus sisanya." Jawab Joe. Joe pun berbalik kearah James yang sudah terduduk lemas dan gemetaran. Seluruh tubuhnya tidak bisa digerakkan. Dalam pikirannya, mereka ini bukan anak biasa. Mereka betul-betul orang yang sangat jahat. James pikir anak remaja sepertinya dan seniornya itu tidak mungkin terlibat dalam suatu peristiwa seperti ini. Seperti di film -- film bergenre crime saja. "Akankah aku akan mati?" pikir James.

  Joe mengambil suatu obat -- obatan di dalam tasnya. Obat -- obatan itu terbungkus di dalam sebuah kardus rokok. Joe berniat ingin mencekoki James narkoba, dengan dosis yang cukup banyak sampai ia mati. Disaat yang sama, Michael dan Axel tertawa di belakang melihat ekspresi wajah James yang ketakutan. Ketika Michael berbalik untuk memeberi obat kepada anak gelandangan itu, anak tersebut menghilang dari tempat duduknya. Michael terkejut dan menjatuhkan obat permennya.

 "Michael ada apa?" Axel bertanya sembari menunggu jawaban dari telefon.

 "Anaknya menghilang, padahal barusan ada di sini." Mata michael tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Ia hanya menoleh sebentar selama kurang dari 5 detik dan ketika berbalik anak itu sudah tidak ada.

"Apa?! Apakah anak itu kabur?!" Axel mematikan telefonnya dan menghampiri Michael yang tampak bingung dan terkejut.

 "Tidak tadi..." BUUGHH...KKRRTTKK...di belakang mereka, terdengar suara retakan tulang dan dentuman aspal. Axel dan Michael sempat terdiam beberapa saat. Mereka saling menatap satu sama lain. Axel mersakan sesuatu yang aneh di sekelilingnya. Ada aura aneh yang mengerikan menyelimuti gang tersebut. seketika mereka merasa merinding. Bulu kuduk mereka bereaksi akan suatu kengerian. Axelpun menelan ludahnya, keringat dingin membasahi sekujur tubunya. Mereka berdua pun memberanikan diri untuk melihat ke belakang.

 Saat mereka berbalik, mereka disuguhkan dengan penampkan Joe yang tampak babak belur dan tidak sadarkan diri berbaring diatas aspal. Padahal James adalah anak remaja yang kuat dan pandai berkelahi. Dan di sana ada James yang duduk dengan sekujur tubuhnya yang terus gemetar tanpa henti. Michael mengira bahwa Jameslah yang menghabisi Joe. Michael berpikir "ternyata si kerdil ini, selama ini bisa bertarung. Jadi apakah ia hanya pura -- pura ketakutan?".

 "Hei James! Kau sialan!. Apa yang kau lakukan?!" Michael menghampiri James dan memegang kerah bajaunya . Axel yang berdiam di tempat, berfikir ini bukanlah perbuatan James. Ada sesuatu yang ia tidak mengerti. Sesuatu yang aneh telah terjadi. Dan seketika instingnya mendeteksi tanda bahaya yang mendekat. Mata axel melotot, ia terkejut dan tidak percaya bahwa.

 "Tidak Michael tunggu....!!" Axel terdiam melihat tangan Michael yang bergetar. Michael tahu ada sesuatu yang aneh dan dia pergi untuk memastikan. Tapi tetap saja ia terlalu gegabah.

"kutanya sekali lagi apa yang terjadi!?" teriak Michael.

"A..Aku su sungguh tidak tahu apa yang terjadi." Sebenarnya James melihat semuanya. Ada cahaya biru yang menyerang Joe dalam sekejap mata. James tidak dapat menjelaskan apa yang terjadi. Karena kejadian barusan sungguh tidak masuk diakal.

 "Michael kembali saja kesini dan pergi dari sini karena...." Axel tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Anak yang tadi ingin ia culik berdiri di samping Michael. Sebelum Axel sempat memberi peringatan, tubuh Michael sudah terhempas dengan sangat kencang melewati Axel. Axel sangat shock dan takut. Rasa takut akan kematian merambat dari bawah kakinya dan menjalar hingga ujung kepala.

 Axelpun menoleh kebelakang dan melihat Michael yang babak belur tak sadarkan diri. Tangannya patah, kedua kakinya putus dan darah mengalir dari hidung dan mulutnya. Axel tidak dapat berkata-kata. Tubuhnya tidak mau bergerak, nafasnya tidak beraturan dan pandangannya mulai kabur. Lalu, ia pun teringat James. Ia berjalan sangat pelan mendekati James. Dan menegeluarkan cutter dari sakunya. Ia masih sempat berfikir untuk membunuh James. Ketika kematian berada di ujung tanduk, pikirannya pun menjadi tidak rasional. Axel tertawa dan mengangkat tangan kananya yang menggenggam cutter berkarat

"Tunggu Axel jangan!"

Bersambung.......

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun