Mohon tunggu...
Atep Abdul Rohman
Atep Abdul Rohman Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Santri dan Mahasiswa

Pria asal Bandung yang hobi naik gunung tapi takut ketinggian.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Ceritaku Saat Harus Kembali ke Tempat KKN

10 November 2022   21:00 Diperbarui: 27 Desember 2022   12:23 353
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana lingkungan Dusun Pager Kulon yang menjadi lokasi KKN-ku. Dokpri

Hari itu, aku harus kembali ke Desa Pager, tempat KKN-ku yang sudah usai dua hari lalu. Bukan keinginanku, tapi keadaan yang memaksaku untuk kembali secepat mungkin. Sebab, surat kelengkapan kendaraan dinas Pak Kades masih ada di dompetku, terbawa ke kampus. 

Tentu akan sangat merepotkan apabila Pak Kades membutuhkannya, sedangkan surat itu masih berada di tanganku, di kampus. Aku tak mau merepotkan lagi Pak Kades. Akhirnya, kuputuskan untuk kembali.

Alih-alih mengembalikan STNK, aku juga ingin berkunjung ke orang-orang yang tak sempat kutemui saat perpisahan lalu. Aku ingin mengulang perpisahan itu. 

Atau, jika bisa memilih, aku tak mau ada perpisahan. Apalagi dengan orang-orang yang aku anggap sudah sangat dekat denganku, sudah menjadi bagian dari bahagiaku. Ahhh, aku tak mau perpisahan itu terjadi.

STNK sudah kukembalikan, saatnya berkunjung ke yang lain. Setelah dari Pak Kades, tentu aku akan mengunjungi Pak Kasun. Namun saat itu Pak Kasun sedang tidak ada di rumah. Padahal, waktu sudah malam, sekitar jam 21.00 WIB. 

Entah itu memang tidak ada di rumah, atau sudah istirahat dengan nyenyak sehingga tak mendengar sahutan dan panggilanku dari luar. Mau tak mau rumah Pak Kasun harus kutinggalkan tanpa melihat dan menyapa pemilik rumahnya. Tak apa. Barangkali besok masih bisa.

Aku bingung harus kemana, dan harus tidur di mana? Sebab hari sudah cukup malam. Aku datangi pemilik rumah tempat tinggalku saat KKN lalu, ternyata sudah tertidur. Sangat tak lucu dan cukup mengganggu jika aku paksa bangunkan mereka hanya untuk meminta izin agar bisa tinggal di rumahnya seharian. 

Ahhh, akhirnya kuputuskan untuk mengunjungi si anak kecil lucu yang baru-baru ini akrab denganku saat malam perpisahan. Barangkali dia dan keluarganya belum tidur.

Sengaja aku beli kinder joy, susu dan mainan untuknya. Biar tambah akrab. Ternyata saat dikasih, anak kecil itu menyukainya. Terutama menyukai mainannya yang berupa mobil-mobilan mini klasik buatan Malaysia. 

Dia senang, dan aku pun jauh lebih senang. Aku diterima di hati anak itu. Bahkan aku juga diterima dengan baik olehnya dan oleh keluarganya. Cukup mengesankan.

Hal yang terindah terjadi pada esok harinya. Setelah aku menginap di rumah nenek anak kecil itu, sebut saja anaknya bernama Novan, aku lebih akrab dengannya. Pagi-pagi harus menemani Novan sarapan sebelum masuk sekolah TK. Bahkan aku antar dia ke sekolahnya menggunakan sepeda motor. Dia terlihat begitu senang.

Saat di sekolah, dia meminta agar aku menjemputnya pukul 10 pagi. Namun saat akan dijemput, tiba-tiba Novan sudah pulang dijemput oleh ibunya. 

Oalah, aku telat rupanya. Tapi dia tak kecewa karena aku tak sempat menjemputnya ke sekolah, dia malah langsung menghampiriku dan bermain denganku. 

Aku dan Novan berbaring di atas kasur yang berada di rumah neneknya dan ditutupi selimut. Aku kira dia ingin tidur, rupanya dia malah bercerita. Ceritanya cukup lucu dan mengesankan. Anak usia lima tahun sudah pandai bercerita seperti itu. Luar biasa!

Bosan bercerita, Novan mengajakku ke Puncak Nirwana. Aku mengiyakan. Mula-mula, aku harus membeli beberapa makanan untuk di Puncak agar bisa bermain sambil tak kelaparan. Novan juga menyiapkan mobil klasik itu untuk dibawa ke puncak.

Puncak Nirwana adalah tempat peristirahatan terakhir para etnis China yang berada di atas bukit. Karena letaknya yang cukup tinggi sehingga membuat panoramanya begitu indah. 

Walaupun banyak makam, tapi tak ada nilai mistis karena didesain dengan rapi, bersih dan indah. Bahkan Novan pun tak takut harus bermain ke sana. Karena Puncak Nirwana dinilai bukan karena kuburannya, tapi suasana yang asri dan pemandangan yang memukau.

Aku dan Novan berada di Puncak Nirwana ditemani dengan berbagai cemilan dan mobil mainan kesukaannya. Novan begitu senang. Aku dan Novan duduk bersama menikmati cemilan itu. Bahkan bukan hanya cemilan yang kunikmati, tapi pemandangan indah di depanku cukup memanjakan mata. 

Aku berada di atas, saat melihat ke depan, Desa Pager dengan kasriannya terlihat begitu menyejukkan. Apalagi angin-angin sejuk menyapaku dengan lembut. Ahhhh, indah sekali.

Aku merasa sedang menjalani syuting film pengabdian terhadap orang desa. Aku menjadi pemeran utamanya, dan di sampingku, Novan, dia menjadi anak kecil dari desa yang sangat senang aku datang di kehidupannya. 

Walaupun masih kecil, dia mengajariku betapa hidup di desa itu sangat menyenangkan dan membahagiakan. Cukup naik ke ketinggian, lalu melihat keadaan desanya dari atas, sudah membuat hati tentram dan damai.

Novan membuatku menangis saat itu. Entah kenapa aku tiba-tiba sangat sedih melihat dia tertawa riang saat bersamaku. 

Mungkin sedih karena ini hanya sesaat. Sebab beberapa jam lagi setelah melihat Novan tertawa riang, aku harus meninggalkannya. Aku tak akan bisa merasakan hal yang sama di esok harinya.

Dia dengan lahap memakan cemilan yang aku beli. Aku senang melihatnya. Saat itu aku meniup balon yang kubeli juga di warung bawah. Balon itu aku lempar ke atas hingga terbawa angin. 

Novan melempar balon itu dengan batu. Tepat sasaran. Balon itu langsung meletus. Kamu tahu warna balon yang meletus itu? Warnanya hijau. Persis seperti lagu kecilku dulu.

Saat melihat Novan dengan lahap memakan cemilan, aku teringat kakaknya. Novan mempunyai kakak yang juga kenal denganku. Entah itu akrab atau tidak, setidaknya aku mengenalnya dan dia mengenalku. Aku langsung menyisakan satu sosis untuk kakak Novan.

"Ini untuk kakak kamu, ya. Jangan dimakan. Nanti Kak Jeannitanya nangis kalau sosisnya dimakan semua."

Aku bersama Novan dan Jeannita berfoto bersama pada Selasa (8/11/2022) di Jalan Puncak Nirwana, Desa Pager, Kec. Purwosari, Pasuruan. Dokpri
Aku bersama Novan dan Jeannita berfoto bersama pada Selasa (8/11/2022) di Jalan Puncak Nirwana, Desa Pager, Kec. Purwosari, Pasuruan. Dokpri

Saat waktu pulang ke rumah nenek Novan, dia meminta sosis itu. Aku kira akan dikasihkan ke kakaknya, ternyata dimakan sendiri. Wkwkw ... Sudahlah, tak apa. Lagian kakaknya sering aku belikan cemilan juga saat ikut kelas menulis setiap maghrib.

Aku baru sadar, waktu sudah sangat siang. Aku ingin pulang saat Novan sedang tertidur. Aku paksa dia agar bisa tidur, ternyata sulit sekali. Novan terus mengajakku bermain. 

Sampai berlalu waktu hingga sore hari, Novan belum juga tidur. Tapi seandainya Novan tidur pun, kakaknya belum pulang dari sekolah di SMPN 1 Purwosari. 

Aku tak mau pulang tanpa pamitan dan bertemu yang terakhir kali dengannya. Apalagi saat perpisahan dulu, dia tidak menemuiku. Entah lah.

Mungkin jam 15.30 WIB kakak Novan baru pulang. Katanya sibuk sekali. Wajar, orangnya aktif di sekolah. Berbagai ekstrakulikuler diikutinya. Aku tahu informasi itu dari neneknya saat bercerita tentang Jeannita, kakak Novan. Entah kenapa neneknya begitu senang bercerita tentang Jeannita kepadaku. Mungkin Jeannita adalah cucuk kesayangan dan kebanggaannya.

Sore itu aku harus pamit pulang. Aku sadar, aku merindukan Novan dan tak ingin meninggalkannya. Berat sekali. 

Aku juga tak ingin meninggalkan kakak Novan yang pintar dan lucu itu. Aku tak ingin meninggalkan keluarganya yang sudah menerimaku sepenuh hati. Tapi keadaan memaksaku untuk pergi. 

Betapa aku berat melangkahkan kaki untuk meninggalkannya. Ahhh, momen itu hanya tergambar di bayanganku dan terpotret sedikit di kamera temanku. 

Aku, Novan dan Jeannita berfoto bersama. Seperti keluarga! Namanya keluarga, insya Allah lambat laun akan bertemu kembali. Aku yakini itu, dan semoga saja benar begitu. Aamiin ...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun