Bandung - Dekan Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Bandung Afif Muhammad menegaskan pentingnya ijtihad dalam merespons dinamika pertemuan Islam dengan beragam tradisi, budaya, dan bangsa di berbagai belahan dunia.Â
Penegasan itu ia sampaikan saat menjadi pembicara dalam seminar internasional bertema "Kajian Perbandingan Implementasi Fiqih Muamalah Kontemporer Malaysia-Indonesia", pada Senin, 26 Mei 2025.
Dalam pemaparannya, Afif menjelaskan bahwa penyebaran Islam ke berbagai wilayah dunia telah memunculkan perjumpaan dengan masyarakat dan kebudayaan lokal yang berbeda-beda.Â
Kondisi ini menimbulkan akulturasi, percampuran budaya, bahkan benturan nilai, sehingga membutuhkan ijtihad sebagai solusi untuk menyesuaikan ajaran Islam dengan realitas sosial yang dihadapi.
Afif mencontohkan praktik ijtihad yang telah dilakukan sejak era awal Islam, seperti keputusan Khalifah Umar bin Khattab saat menaklukkan Mesir.Â
Meskipun secara tekstual wilayah tersebut seharusnya dibagi kepada para penakluk, Umar memutuskan lain demi kemaslahatan umat karena mempertimbangkan kondisi para sahabat yang sudah cukup makmur.Â
"Keputusan itu menjadi bukti pentingnya ijtihad dalam praktik kepemimpinan Islam," tutur Afif yang juga pernah menjabat sebagai Direktur Pascasarjana UIN Sunan Gunung Djati Bandung.
Ia menilai bahwa tantangan serupa juga dihadapi umat Islam masa kini, terutama ketika Islam berkembang di kawasan seperti Eropa, Amerika, Australia, dan Asia Tenggara.Â
Menurutnya, Islam di Indonesia tidak bisa disamakan secara langsung dengan Islam di Arab Saudi atau Malaysia karena memiliki konteks sosial dan budaya yang berbeda.
Afif juga menolak upaya mempertentangkan bentuk-bentuk Islam yang beragam, karena hal tersebut hanya akan menimbulkan stagnasi dan perpecahan di tengah umat.Â