Mohon tunggu...
Astuti Sipanawa
Astuti Sipanawa Mohon Tunggu... Terus Berlatih

Belajar berinvestasi lewat kata dan kalimat, moga pada saatnya akan bermanfaat.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Puisi: Sang Kelana

16 Juni 2025   13:15 Diperbarui: 16 Juni 2025   13:15 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com


Malam belum beranjak.
Gempita masih kental.
Asap kendaraan juga masih mengepul.
Memenuhi rongga sumber hidup.
Walau tak nampak, yang jelas itu ada.

Gaun malam belum waktunya.
Dikebas setelah dari gantungan.
Entah jumlah peniti yang ada.
Berapa bagian yang sempat terkoyak?
Berapa bagian yang sempat ditambal?
Entah... waktu tak sempat lagi untuk itu.

Malam terus merangkak, nyaris tanpa nada.
Tersentak oleh gerah dalam dingin.
Sudah berapa lama mata ini terbuka.
Menapaki langkah malam yang beradu,
mengusung gempita hidup.
Dalam kelam yang samar.
Tak terbaca signal lalu lalang.
Tanggung jawab jadi incaran.

Malam selalu memaksa.
Bersolek bagaikan ratu,
meski pudar dalam gempita.
Malam terlalu indah tuk dilewatkan.
Kapan lagi indahnya malam...
kupercantik walau sekejap.
Polesan tipis tak mengapa.
Agar senyuman tetap nyata,
dalam kelam nya malam,
menyambut fajar yang sebentar lagi tersenyum.

Salam Bahagia selalu 🙏🏻

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun