Mohon tunggu...
Emmanuel Astokodatu
Emmanuel Astokodatu Mohon Tunggu... Administrasi - Jopless

Syukuri Nostalgia Indah, Kelola Sisa Semangat, Belajar untuk Berbagi Berkat Sampai Akhir Hayat,

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sekarang di Sini Itu Pengalaman Realita Terbaru

29 Agustus 2022   22:15 Diperbarui: 29 Agustus 2022   22:16 350
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Yang "Bukan sekarang dan disini" tetapi sudah pada tanggal 18 Agustus yl., seorang teman aktivis lokal sebelum 17san mondar mandir mendampingi putrinya mengikuti pelbagai lomba, dan tg 16 bertanggung jawab komsumsi tirakatan. Tanggal 18 itu dia bangun tidur jam 12 siang. Capeknya puuool. Katanya. Itu baru seorang  aktivis lokal, nah betapa capeknya para aktivis daerah dan nasional.

Bukan sekarang dan cuma disini, tetapi sudah pada hari itu, saya membuka berita Google disajikan 10 berita: para Gubernur dan tokoh masyarakat memberikan "Makna Hari Kemerdekaan".  Dan di Kompasiana masih ada sekitar 5 artikel tentang makna Hari Kemerdekaan. Dan tidak mudah kutemukan artikel yang tanpa kata "makna".

Sudah bukan sekarang lagi tetapi di Kompasiana suatu ketika seorang Christian Hanung Wibowo mengingatkan bahwa "Ditahun 2022 ini bangsa Indonesia memperingati HUT yang ke 77 Tahun. Dan sudah beredar secara resmi logo dan slogan yang mempunyai filosofi atau arti tersendiri,.... Sementara itu di sebelah angka 77 tersebut ada sebuah slogan bertuliskan "Pulih Lebih Cepat Bangkit Lebih Kuat". Rupanya ada beberapa sederet filosofi dari logo HUT RI ke-77 tersebut, dilansir dari laman resmi Kemdikbud, Senin (1/8/2022) berikut ulasannya: dst. (*)

Masih seperti hari kemarin Bangsa ini merayakan peringatan hari kemerdekaan, dengan suka dukanya hari-hari itu. Mana masalah tanggal dan harinya, mana masalah yang sedang dihadapi sebagai guru diduniannya dengan tuntutannya tersendiri. Ada pola sudah sebelum diperingati hari isatimewa itu "Belajar Merdeka" pun sudah menjadi masalah. (Rekan Arousa dan Kamara Ahmad) (*) Tetapi Bp.Pendeta Weinata Sairin pun berpuisi untuk Hari Kemerdekaan itu.(*)

Kembali saya kutip Ch.Hanung W.: "Apakah setelah menyatakan kemerdekaan tersebut terus selesai? Kita bisa hidup merdeka, pangan murah, hidup enak? Tentu tidak, para pendahulu kita berupaya untuk bisa memajukan bangsa Indonesia, baik dari sisi pemerintahan, pangan, sandang dan pendidikan mereka terus berusaha guna memajukan bangsa Indonesia. ....Itu sedikit gambaran buat kita yang hidup dimasa sekarang, yang betapa beratnya perjuangan pendahulu-pendahulu kita. Yang menjadi tugas kita sekarang secara khusus dibulan agustus ini apa yang bisa kita lakukkan untuk memaknai HUT RI yang ke 77 Tahun ini?

Henri J.M. Nouwen menulis sebuah buku berjudul "Mencari Makna Hehidupan" (*) Sebelum saya membaca saya bertanya-tanya apakah konsepsinya tentang "makna" dalam buku itu sama dengan pemahaman saya tentang "Makna" itu.  Masih lagi Henri membahas tentang "mencari makna", bukan memberi makna atau menemukan makna..

Belajar dari itu, melepas perspektif waktu (mencari/menemukan) serta ruang (disiniku, disinimu) saya berpendapat bahwa : Makna adalah kepahaman seseorang terhadap realita, pengalaman akan peristiwa, hari, situasi, benda, kehidupan manusia, yang berkesan sehingga menimbulkan motivasi dalam hati atau perbuatan nyata. Makna itu subyektif, artinya tergantung pada masing-masing orang yang memaknai akan tetapi obyektif karena melekat pada obyek yang dimaknai.

Tetapi belajar dari "peristiwa kemerdekaan" bulan Agustus ini terrasa benar bahwa waktu itu mematangkan buah. Tak ada manusia terlahir serta merta menjadi bijaksana. Setiap permulaan sebenarnya adalah hanya kelanjutan, dan buku-buku kejadian juga buah karya orang setelahnya. Setiap situasi adalah momentum yang bernilai tiada batas, sebab masing-masing menghadirkan keseluruhan yang abadi.

Seorang pastur Gregorius Utomo pr (1929-2020) pecinta pertanian dan sosial pedesaan serta lingkungan hidup menjawab bagi saya di sini, sekarang,  semua keraguan diatas tentang waktu dan ruang itu. Dia mengajarkan prinsip dasar : Globally Thinking, locally Act.  Dengan ini tercipta jembatan atara perbedaan problematis masa/waktu dan zaman dengan lokasinya. Diteguhkan oleh Wainata Sairin yang saya petik dengan gembira istilah "Kasih Allah" dari puisi pertama. (*)

Hidup kita harus mampu menghidupkan manusia lain, bukan membunuhi orang lain; mari wujudkan hidup kudus. sebab Allah itu kudus. Demikian Wainata Sairin, pada puisi kedua(*)

Berangkat dari kata kunci Kasih Allah dari puisi Bapak Pendeta Sairin, saya setuju dengan tulisan Henri JM Nouwen mencari makna kehidupan. Diteguhkan oleh bacaan renungan  dari hidup keteladanan Gregorius Utomo pr. Tiga tulisan tersebut mengajak masuk dalam kehidupan yang mendalam kedalam keheningan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun