Lebih dari itu, pemerataan akses pendidikan yang inklusif menjadi kunci. Selama masih ada ketimpangan besar antara daerah dan kelas sosial, akan selalu lahir rasa ketidakadilan yang berpotensi menjadi bahan bakar kemarahan.
Pendidikan yang merata bukan hanya menciptakan sumber daya manusia yang unggul, tetapi juga membangun kesadaran kolektif bahwa setiap warga negara berhak diperjuangkan.
Ditambah dengan literasi digital, rakyat Indonesia dapat lebih bijak dalam mengelola informasi, menghindari provokasi, dan membangun solidaritas berbasis data serta fakta.
Di titik inilah peran guru menjadi sangat penting. Guru bukan hanya pengajar ilmu pengetahuan, tetapi juga pendidik karakter yang menanamkan nilai empati, kejujuran, dan kepedulian sosial sejak dini.
Anak-anak yang tumbuh dengan pemahaman tentang arti empati akan lebih mudah menghargai sesama, peduli pada penderitaan orang lain, dan tidak tega menggunakan jabatan untuk menindas rakyat.
Guru memiliki kekuatan untuk melahirkan generasi yang berbeda, generasi pemimpin yang memahami jeritan rakyat karena sejak kecil mereka diajarkan untuk merasakan penderitaan orang lain. Karena itu, meskipun kondisi bangsa sering terasa berat, para guru perlu terus bersemangat belajar dan mengajar.
Setiap nilai empati yang diajarkan kepada anak hari ini adalah investasi besar untuk masa depan bangsa. Anak-anak itu kelak akan menjadi pejabat, legislator, bahkan presiden yang penuh empati dan berpihak pada rakyat.
Dengan begitu, keresahan publik hari ini justru bisa menjadi momentum refleksi bersama: bahwa pendidikan, terutama yang berakar dari ruang kelas dan keluarga, adalah fondasi bagi lahirnya Indonesia yang lebih adil, manusiawi, dan berkelanjutan.
Kemarahan rakyat adalah alarm keras. Ia bisa membawa bangsa ini ke jurang kehancuran jika dibiarkan, tetapi juga bisa menjadi tenaga besar untuk membangun Indonesia yang lebih adil dan demokratis bila diolah dengan bijak.
Kuncinya adalah keberanian kita menjadikan pendidikan dengan guru sebagai ujung tombak, sebagai fondasi.
Dengan itu, keresahan tidak berhenti pada amarah, melainkan berubah menjadi energi perubahan, sementara anak-anak dididik untuk menjadi pemimpin masa depan yang berempati dan berpihak kepada rakyatnya.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya