Konsep deep learning atau pembelajaran mendalam menjadi semakin relevan dalam merespons kebutuhan pendidikan yang tidak lagi sekadar berorientasi pada capaian kognitif, tetapi juga pada pembentukan pemahaman yang bermakna dan berkelanjutan. Deep learning mendorong peserta didik untuk berpikir kritis, menggali keterkaitan antar konsep, serta mengembangkan kemampuan reflektif yang aplikatif dalam kehidupan sehari-hari. Pendekatan ini membuka ruang bagi pendidikan nonformal dan informal untuk tampil sebagai jalur strategis dalam membentuk pembelajar otonom.
Pendidikan nonformal selama ini identik dengan pendekatan yang lebih fleksibel, kontekstual, dan berfokus pada kebutuhan peserta. Di dalamnya termasuk pendidikan kesetaraan, yaitu Paket A (setara SD/MI), Paket B (setara SMP/MTs), dan Paket C (setara SMA/MA), yang dirancang untuk memberikan hak belajar kepada mereka yang tidak terlayani oleh pendidikan formal. Selain pendidikan kesetaraan, jalur nonformal juga mencakup lembaga kursus, pelatihan keterampilan, taman bacaan, hingga komunitas belajar berbasis lokal.
Dalam konteks ini, deep learning tidak hanya dapat diterapkan, tetapi justru menemukan relevansi yang kuat. Di pendidikan kesetaraan, misalnya, pembelajaran dapat diubah menjadi proses yang hidup dan kontekstual. Seorang Tutor Paket A dapat mengajak peserta didik untuk mengamati proses pertumbuhan tanaman sambil mencatat siklus hidupnya sebagai bagian dari pembelajaran IPA. Bagi peserta Paket B, proyek lingkungan seperti membuat kampanye hemat energi di rumah dapat mengintegrasikan mata pelajaran IPS, IPA, dan Bahasa Indonesia secara bermakna. Sedangkan di Paket C, peserta dapat mengerjakan proyek sejarah lokal melalui wawancara, dokumentasi narasi, dan pembuatan laporan, sehingga mereka tidak hanya mempelajari sejarah, tetapi juga berkontribusi pada pelestarian memori kolektif daerahnya.
Tak kalah pentingnya, pendidikan informal yang berlangsung di rumah dan masyarakat juga memiliki peluang besar dalam menerapkan deep learning. Orang tua dapat menjadi fasilitator utama dengan menjadikan aktivitas sehari-hari sebagai ruang belajar yang mendalam. Ketika anak diajak menyusun rencana belanja keluarga dan membandingkan harga kebutuhan pokok, mereka belajar matematika terapan dan keterampilan finansial dasar. Ketika remaja diajak berdiskusi soal isu sosial dari berita atau tontonan, mereka dilatih untuk menganalisis, menyampaikan pendapat, dan membentuk nilai-nilai pribadi yang kritis dan berakar.
Kehadiran teknologi digital memperluas ruang praktik deep learning di luar ruang kelas formal. Berbagai media interaktif, video edukatif, platform berbasis proyek, dan forum reflektif daring menjadi pelengkap penting dalam proses belajar. Namun, tetap diperlukan pendampingan aktif dari fasilitator, tutor, maupun orang tua agar proses digitalisasi tidak hanya menjadi hiburan, melainkan media pemaknaan yang mendalam.
Pendidikan nonformal dan informal, yang sering kali dianggap jalur pelengkap, sesungguhnya memiliki posisi strategis dalam membentuk karakter pembelajar sepanjang hayat. Ketika prinsip deep learning dijadikan dasar dalam perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi belajar, maka hasilnya tidak lagi sebatas nilai ujian, tetapi tumbuhnya kapasitas berpikir, rasa ingin tahu, dan kesadaran diri dalam menghadapi dunia nyata. Di sinilah kekuatan deep learning menemukan ruang aktualisasi yang paling luas dan bermakna.
Referensi:
-
FIP UNESA: Deep Learning dalam Dunia Pendidikan Non Formal
- Baca juga: Mewarisi Semangat Kartini: Penguatan Pendidikan Nonformal dan Informal untuk Masyarakat Inklusif
Educa Studio: Penerapan Deep Learning Bersama Ayah Bunda
Panduan Mengajar: Deep Learning dalam Kurikulum Merdeka
-
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!