Peringatan Hari Kartini setiap 21 April merupakan momen penting untuk merefleksikan kembali gagasan-gagasan besar Raden Ajeng Kartini, khususnya dalam bidang pendidikan dan emansipasi perempuan. Dalam surat-suratnya yang kemudian dihimpun dalam buku Habis Gelap Terbitlah Terang, Kartini menekankan pentingnya pendidikan sebagai jalan pembebasan, terutama bagi perempuan yang saat itu menghadapi banyak batasan sosial dan budaya.
Nilai-nilai tersebut tetap relevan dalam konteks kekinian, terutama dalam mendukung dan memperluas akses pendidikan melalui jalur nonformal dan informal, dua jalur pendidikan yang secara nyata menjangkau kelompok masyarakat yang kerap terpinggirkan dari sistem pendidikan formal.
Relevansi Pemikiran Kartini terhadap Pendidikan Nonformal dan Informal
Kartini menegaskan bahwa pendidikan adalah sarana utama untuk membebaskan manusia dari keterbelakangan. Perempuan tidak hanya perlu dididik untuk peran domestik, melainkan harus memperoleh akses setara terhadap ilmu pengetahuan agar dapat mengambil peran aktif dalam perubahan sosial.
Gagasan tersebut sejatinya tercermin dalam pendidikan nonformal dan informal, yang keduanya membuka ruang belajar di luar bangku sekolah. Pendidikan nonformal seperti kursus keterampilan, pelatihan vokasi, dan program pemberdayaan komunitas, serta pendidikan informal yang terjadi secara alami di lingkungan keluarga dan sosial, menjadi jembatan penting dalam menghidupkan kembali semangat Kartini dalam konteks kekinian.
Kontribusi terhadap Keadilan Sosial dan Pemberdayaan Komunitas
Pendidikan nonformal dan informal memiliki daya jangkau yang kuat terhadap berbagai kelompok rentan dalam masyarakat. Di banyak tempat, jalur ini terbukti memberi manfaat nyata bagi perempuan dewasa yang tak memiliki kesempatan menyelesaikan pendidikan formal, anak-anak yang tidak lagi bersekolah, hingga masyarakat di wilayah dengan keterbatasan akses pendidikan.
Pendidikan nonformal dan informal juga turut membentuk ruang pembelajaran yang kontekstual, membumi, dan sesuai dengan kebutuhan riil masyarakat. Dengan memberikan ruang bagi masyarakat untuk belajar secara fleksibel, kedua jalur ini mendorong terbentuknya masyarakat yang lebih mandiri, produktif, dan inklusif. Banyak komunitas yang mengalami peningkatan kualitas hidup berkat keberadaan program-program belajar yang berbasis pada potensi lokal dan kekuatan sosial masyarakat itu sendiri.
Tantangan dan Agenda Penguatan
Di balik potensinya, pendidikan nonformal dan informal masih menghadapi sejumlah tantangan struktural. Minimnya pengakuan formal terhadap hasil belajar, terbatasnya dukungan kebijakan, serta kurangnya fasilitator yang terlatih sering kali menjadi penghambat utama perkembangan jalur ini. Padahal, keberadaannya sangat strategis dalam memperkuat sistem pendidikan nasional secara menyeluruh.
Oleh karena itu, penguatan kelembagaan, peningkatan kapasitas tenaga pendidik, serta dukungan kolaboratif antara pemerintah, organisasi masyarakat sipil, dan komunitas lokal perlu terus didorong. Kebijakan pendidikan perlu memandang pendidikan nonformal dan informal bukan sekadar pelengkap, tetapi sebagai mitra sejajar dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.