Ada luka yang tersayat perih ketika cerita usang terkuak
Menyimak satu demi satu kata dari bibir tipis seseorang yang aku kenal sedari kecil.
Di ujung mata panda ada bulir yang menghias, ketika tutur sayup terdengar
Nafas tersengal, seperti itukah? Benarkah?
Bodohnya  aku yang mengakui sahabat tapi tidak mengerti hatinya.
Langkahku perlahan menuju kenangan
Lama mematung seakan semua mengikat
Perlahan, suaraku menyapa hingga kau pun tak menyadari kehadiranku
Beribu tanya ku cerca pada mu namun jawab mu hanya satu kata " masa lalu "
Tahukah kau, ada luka yang perih di sini, atas pilihan mu. Ada tangis yang tertahan ketika ku tahu cinta mu untukku
Belasan tahun kau simpan dengan rapi, belasan tahun kau bohongi aku, belasan tahun cinta itu tetap ada di kedua bola matamu
Dalam kesendirian mu melewati hari dari jingga yang menghilang hingga jingga kembali. Perputaran waktu tak kau hiraukan lagi, asik  menenggelamkan diri di antara kayu kayu yang menanti kau ukir
Betapa besar rasa mu hingga kau korbankan hatimu. Sebegitu besar cinta mu hingga kau ikhlas melihat bahagianya. Begitu besar hati mu melepas rasa sayang agar dia mampu memberi kasihnya
Berpuluh purnama kau lewati dalam kesendirian. Tanpa ada yang merawat mu tak kalah sakit menyerang mu. Senyum dan canda mu bagai dua mata pisau
Kau tak mengubur cinta mu,  kau tak hanyut kan sayang, rasa, hati dan pikiranmu  tapi kau tetap menyimpan di kedua bola matamu.Â
Katamu " Melihat kau bahagia itu lebih dari cukup,"
Aku pedih ketika pilihan itu tetap kau pertahankan. Hingga akhir tahun ini kau tetap sendiri.
Palembang, 1512019