Mohon tunggu...
Nok Asna
Nok Asna Mohon Tunggu... Lainnya - Penikmat Senja dan Sastra.

Penikmat Senja dan Sastra.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Menjelajahi Eksotisme Tana Humba

6 November 2017   15:44 Diperbarui: 28 Agustus 2019   13:04 3783
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Teriknya matahari tentu tidak bisa menghalangi saya untuk berpose di tengah rumput yang mengering ini. Kemarau menjadikannya eksotis. Saya pun narsis.

Setelah merasa cukup terbakar dan puas berfoto dengan bunga cantik ini, kami melanjutkan perjalanan menuju Pantai Londa Lima. Makna dari Londa Lima adalah bergandengan tangan.

Di pantai ini saya tidak banyak mengambil foto karena asyik mengobrol sambil makan kacang, dan menikmati semilir angin yang cukup meredakan serangan matahari.

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
Saat menuju pantai Londa Lima, kami mampir dulu di sebuah toko untuk menghilangkan rasa haus. Sekaligus mampir melihat patung bunda Maria yang nampak anggun memakai kain tenun khas Sumba, sebuah akulturasi antara budaya Sumba dengan agama.

Apalah daya, hanya ada satu hal untuk mengobati perut lapar, ialah makan. Kami pun segera memacu motor menuju Maramba Beach, menuju resto dengan pemandangan langsung menghadap pantai.

Selain pemandangan pantai yang asyik, rasa makanan di sini lumayan, sekitar 7 dari 10 lah. Harga makanan juga lumayan terjangkau. Resto ini menyuguhkan makanan fresh, jadi waktu menunggu makanan agak lama, namun pemandangan pantai dan ornamen-ornamen ala Sumba menjadikan betah untuk berlama-lama nongkrong di sini.

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
Setelah kenyang, terbitlah ngantuk. Daripada semakin tersihir oleh hembusan angin pantai Maramba, kami bergegas saja menuju Bendungan Kambaniru yang terletak di Kelurahan Lamba Napu.

Sumber mata air yang mengalir indah di tengah perbukitan. Menurut yang saya baca, bendungan ini didirikan pada tanggal 8 September 1992 untuk mengairi lahan persawahan di Mauliru, Kawangu dan Kambaniru. Bendungan ini adalah yang terbesar di Sumba Timur.

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
Melihat air mengalir di Bendungan Kambaniru rasanya ingin menceburkan diri dan minum sepuasnya. Hahaha. Kami pun melanjutkan mengunjungi cafeyang terletak di atas perbukitan, ialah Morinda cafe and resto. Makan lagi? Tidak. Kami hanya memesan es buah dan menikmati pemandangan bukit yang eksotis.

Setelah seharian berpanas-panasan, kami kembali ke Waingapu untuk mengikuti acara pemutaran film "Cinta dari Wamena" di GKS Waingapu bersama para penggiat seni dan muda-mudi Sumba. Muka merah dan panas akibat terbakar matahari turut mengiringi Sabtu malam yang spesial kala itu. 

Setelah pemutaran film, kami berempat, perempuan muda yang masih single (hahahahah), memilih nongkrong di sebuah Cafe, PC Corner di Waingapu. Cafe yang full of music, ada buku bacaan yang ciamik, wifi, dan makanan yang lumayan rasa dan harganya. Cozyabiss! Dan kami berempat larut dalam obrolan mengenai buku dan novelis, pemberdayaan masyarakat, dan sedikit bergosip termasuk membicarakan Hamis Daud dan ayahnya yang pernah tinggal lama di Sumba. Hahahaha....

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
Belum puas sampai di situ, kami melaju menuju penginapan 2 kakak dari Jakarta yang sedang mengerjakan proyek membantu masyarakat salah satunya terkait pemasaran tenun Sumba. Meskipun baru kenal, kami ngobrol ngalor-ngidul termasuk membahas tentang potensi pariwisata di Sumba yang tak sejalan dengan akses transportasi yang ada. Obrolan kami berlanjut sampai tanpa sadar Waingapu sudah menjelma menjadi kota mati.

Minggu, 17 September, dua teman kami telah kembali menuju Sumba Tengah dengan mobil travel. Sedangkan saya dan kak Diana juga akan menyusul ke Sumba Tengah dengan naik motor.

Namun, sebelum itu kami melanjutkan keliling beberapa tempat di Sumba Timur. Sekitar pukul 10.00 WITA kami mulai dengan mampir di Watumbaka, menikmati eksotisme musim kemarau.

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
Saya salut dengan orang-orang Sumba yang bisa bertahan hidup di tengah tanah yang gersang dan sulit air. Mereka adalah survivor sejati. Namun, saya trenyuh melihat hewan ternak terpaksa makan rumput yang tak hijau lagi. Hewan-hewan itu nampak kurus.
dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
Destinasi selanjutnya adalah pantai Walakiri. Pantai sebening kaca dengan pasir putih yang halus. Konon katanya senja di sini begitu cantik, sayangnya saya belum dapat moment itu. Menikmati pantai Walakiri di siang hari sah-sah saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun