Duri, sebuah negeri kaya yang berada dilajur jalan raya lintas sumatera, lebih kurang 120 KM dari ibu kota Propinsi Riau, Pekanbaru menuju arah ke Medan. Duri yang pada masa orde baru hanya terdiri satu kecamatan kini sudah dimekarkan menjadi dua kecamatan yaitu Kecamatan Mandau dan kecamatan Pinggir.
Kota ini dulunya hanyalah sebuah dusun kecil yang dihuni oleh suku Sakai, suku yang diyakini sebagai penduduk asli Riau yang seiring dengan perkembangan zaman keberadaannya semakin terpinggirkan.
Duri menggeliat sejak dimulainya eksplorasi minyak bumi pada tahun 1958, dan mencapai puncaknya pada November 2006 dengan total produksi sebanyak 2 Milyar barel, hingga kini ladang minyak Duri atau Duri Steam flood field masih mampu berproduksi sebesar 400.000 sampai 500.000 barell perhari atau sekitar 60 % produksi minyak mentah secara nasional.
Duri merupakan bagian wilayah adiministrasi dari pemerintahan Kabupaten Bengkalis, sekaligus menjadi penyumbang PAD terbesar untuk kabupaten tersebut, negeri kaya minyak ini menjadi Anjungan Tunai Mandiri yang siap mengucurkan dana segar untuk seluruh rangkaian kegiatan pembangunan diwilayah Kabupaten Bengkalis.
Tapi nasib warga Duri tidak segemerlap kekayaan alam yang dimilikinya, dia menjadi merupakan sebuah Kota yang aneh, inilah satu-satunya kecamatan didunbia ini yang secara geografis letaknya terpisah dengan saudara-saudaranya yang lain di Kabupaten Bengkalis. Antara Duri dengan Kabupaten bengkalis ada dua wilayah pemerintahan yaitu Dumai disebelah Utara dan Kabupaten Siak disebelah Selatan dan Timur, artinya jika warga Duri ingin mencapai ibu Kota Kabuaten Bengkalis harus melalui wilayah lain terlebih dahulu.
Letak Geografis yang sedemikian rupa ini merupakan salah satu alasan bagi masyarakat Duri untuk meminta pemisahan dari kabupaten induk, menjadi daerah otonom baru, apakah nantinya menjadi Kabupaten mandau atau menjadi wilayah Kota Duri, sehingga segala urusan administrasi pemerintahan dan pelayanan masyarakat dapat dilakukan secara lebih mudah dan efisien.
Persyaratan untuk pemekaran wilayah ini rasanya sudah cukup memadai, mulai dari jumlah penduduk, luas wilayah, dan apa lagi jika ditinjau dari sudut PAD. Namun harapan masyarakat Duri ini tidak pernah terwujud.
Pemerintah Kabupaten Bengkalis tidak pernah menyetujui pembentukan daerah otonom Duri, padahal menurut Undang-Undang salah satu syarat pemekaran itu adalah persetujuan dari pemerintah kabupaten induk. Berbagai alasan mereka kemukakan, salah satunya yang santer terdengar adalah anggapan bahwa masyarakat Duri belum siap.
Alasan ini ditanggapi oleh Hamka Riau sebagai alasan yang tak masuk akal, dengan berkelakar tokoh masyarakat Duri ini menimpalinya dengan kalimat sederhana “entah siap bagaimana yang dimaksudkan, entah sampai kapan baru bisa siap dan entah siapa pula yang mempersiapkannya.” Kata beliau sambil senyum-senyum simpul.
Memang ada beberapa politisi yang menjanjikan akan memperjuangkan aspirasi masyarakat Duri, namun janji politisi tentu sulit diharapkan, biasanya mereka datang dengan muka manis dan senyum dikulum dengan janji-janji muluk menjelang Pemilu, setelah pesta usai mereka tak pernah datang lagi, paling hanya sekedar melintasi jalan raya Duri sambil memutar lagu Hetty Koes Endang, Tapi Janji Tinggal Janji.
Dihari kemerdekaan ini, keinginan menjadi daerah otonom bagi Duri kembali disuarakan oleh Hamka Riau, tokoh yang satu ini nampaknya tak kenal lelah memperjuangkan aspirasi dan cita-cita saudaranya. Cita-cita yang sesungguhnya merupakan sebuah keharusan demi terwujudnya pelayanan prima untuk rakyat.
Apakah cita-cita masyarakat Duri itu akan terwujud, hanya para petinggi dan elite politik di Riau lah yang bisa menjawabnya. Pemerintahan yang baik itu adalah Pemerintah yang tidak membiarkan rakyatnya bermimpi lebih lama.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI