Mohon tunggu...
Moh. Ashari Mardjoeki
Moh. Ashari Mardjoeki Mohon Tunggu... Freelancer - Senang baca dan tulis

Memelajari tentang berketuhanan yang nyata. Berfikir pada ruang hakiki dan realitas kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jan Ethes "Kampanyekan" Keluarga Sejahtera, Bukan Pilpres

5 Februari 2019   17:09 Diperbarui: 6 Februari 2019   14:55 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

REVOLUSI SPIRITUAL

Dunia takut dilupakan Bangsa Indonesia
Sejak proklamasi. Perjuangan Bangsa Indonesia melepaskan diri dari kemiskinan seolah tak pernah di arah yang benar.

Dunia seolah selalu mengusiknya seolah tidak rela bangsa ini menikmati kesejahteraan yang disediakan negerinya. Mereka seperti takut dilupakan oleh orang-orang Indonesia yang mulai menyadari kekayaan negerinya.

Orang nusantara tidak ada
Mereka tidak takut kepada orang-orang yang disebut sebagai orang nusantara. Kalau toh dianggap pernah ada maka orang nusantara sudah tidak ada lagi pada saat ini.

Orang nusantara sudah ikut bersumpah bersama turunan mereka yang bukan orang nusantara. Mereka bersumpah menjadi Bangsa Indonesia dalam sumpah pemuda 1928.

Bahwa orang Indonesia harus tetap memberi kesejahteraan penghuni dunia adalah kemungkinan harapan mereka sejak berabad-abad silam ketika orang Porugis dan VOC mulai menginjakan kaki di Pulau Jawa.

Digembleng pergolakan bernegara
Lewat tujuh puluh tiga tahun lebih Bangsa Indonesia digembleng dalam kawah candradimuka pergolakan bernegara, karena masih dibodohkan oleh kemiskinan memahami perintah mutlak para pendiri negara ini.  Yaitu miskin memahami makna bernegara yang berdasar Pancasila.

Maaf saja. Kemiskinan memahami Pancasila menjadikan para profesor, doktor, pakar, ahli, ilmuwan, ulama semua agama, negarawan apa lagi mereka yang bangga disebut sebagai elit parpol lebih asyik menonjolkan diri sebagai selebritis yang hebat dan tangguh dalam berdebat di ruang-ruang publik. 

Daripada sering menggelar sarasehan untuk bersama-sama menguraikan sila-sila Pancasila. Mereka. Para profesor, doktor, pakar, ahli, ilmuwan, ulama semua agama, negarawan apa lagi mereka yang bangga disebut sebagai elit parpol adalah orang-orang sejahtera di negeri ini.  Barangkali mereka adalah  orang-orang yang sudah mapan dengan diri mereka. Sedang rakyat yang ingin sejahtera keluarganya seolah harus bisa menelan ilmu dan pandangan mereka dalam bernegara.

Bagi mereka mungkin Pancasila sebagai dasar bernegara cukup memadai hanya ada wujudnya berupa logo gambar burung garuda yang ada di setiap mata uang negara ini.

Jan Ethes simbol generasi baru dalam keluarga sehat sejahtera
Selama ini. Suka duka dan nyeri sakit penderitaan rakyat seakan dipaksa terpesona pada citra para negarawan yang turunan.
Tampaknya. Kehadiran si kecil Jan Ethes dan keluarga Presiden Jokowi yang sejahtera bersih tanpa KKN jadi lebih memikat hati rakyat biasa yang tidak butuh beli surga yang ditawarkan oleh sementara orang berjilbab,
Memang Rakyat Indonesia tidak butuh surga lagi, karena sudah memiliki, tinggal bersyukur dan mewariskan kepada anak cucunya. Dan surga itu adalah wujud N.K.R.I. yang abadi yang disebut sebagai Indonesia Raya.
Pak Presiden Jokowi bersama Jan Ethes disertai keluarganya yang tampak selalu ceria bahagia membawa pesan langsung kepada Rakyat Indonesia.
Bahwa setiap individu warga negara Indonesia punya tanggung jawab yang utama harus sejahtera demi mempersiapkan generasi berikutnya yang punya tanggungjawab mengabadikan keberadaan Indonesia Raya yang berdiri tegak di alam semesta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun