Mohon tunggu...
Asep Setiawan
Asep Setiawan Mohon Tunggu... Membahasakan fantasi. Menulis untuk membentuk revolusi. Dedicated to the rebels.

Nalar, Nurani, Nyali. Curious, Critical, Rebellious. Mindset, Mindmap, Mindful

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Joget Velocity dan Hipnosis Digital

16 April 2025   14:53 Diperbarui: 17 April 2025   14:16 809
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Joget Velocity. (Sumber: shutterstock via kompas.com)

Lagu itu menggerogoti ruang mentalnya, mengusik tidur, dan mengacaukan hidupnya. Ia bukan sekadar "terngiang-ngiang"---ia terperangkap dalam loop kognitif yang tak bisa ia kendalikan.

Mungkin kasus Susan terdengar ekstrem, tapi skala mikro dari gejala serupa sedang menjangkiti jutaan otak setiap hari, melalui gelombang konten yang tak pernah berhenti: TikTok, YouTube Shorts, dan Reels. 

Semua bekerja dengan prinsip yang sama: mengulang, menstimulasi, dan menanamkan ritme tertentu ke dalam memori jangka pendek---bahkan kadang jangka panjang.

Pertanyaannya kini bukan lagi sekadar "Mengapa kita suka menonton konten semacam ini?"
Melainkan:
Apa yang sebenarnya terjadi di otak kita saat kita disuguhi konten seperti ini? Apakah kita masih menjadi penonton... ataukah tanpa sadar telah menjadi objek yang sedang diprogram ulang?

II. Musik, Otak, dan Fenomena Trance: Sains di Balik "Joget"

Ketika irama cepat dan repetitif masuk ke telinga kita, ia tak hanya memicu ketukan jari atau goyangan bahu. Ia memasuki jalur limbik otak, menyentuh pusat emosi, dan mulai membajak sistem reward. Inilah mekanisme biologis di balik keasyikan menonton---dan bahkan menirukan---joget velocity.

Menurut Dr. Victoria Williamson, peneliti musik dan kognisi dari University of Sheffield, fenomena lagu yang "terjebak di kepala" dikenal sebagai involuntary musical imagery (INMI) atau lebih populernya, earworm. 

Dalam risetnya, Williamson menyebut bahwa earworm adalah bentuk ringan dari "gangguan persepsi spontan" yang dipicu oleh pengulangan musikal yang memiliki pola ritme sederhana namun menancap kuat di memori kerja. Musik semacam ini membajak sistem kesadaran tanpa izin.

Statistik menguatkan ini: Sebuah studi yang dipublikasikan dalam Journal of Psychology of Music tahun 2016 menunjukkan bahwa 92% responden mengaku pernah mengalami lagu yang terus berputar di kepala mereka selama berjam-jam, bahkan berhari-hari, tanpa mereka kehendaki. Dalam kondisi tertentu, ini menyebabkan penurunan fokus, gangguan tidur, bahkan kecemasan ringan.

Secara neurologis, ketika musik berulang masuk ke telinga, sistem limbik (khususnya amygdala dan hippocampus) teraktivasi. Musik merangsang pelepasan dopamin, zat kimia yang menciptakan rasa senang dan ketagihan. 

Jika dopamin ini dilepaskan berulang, maka sistem saraf mulai membangun jalur baru---neuroplastisitas terbentuk. Dalam kata lain, musik itu mulai membuat "jalan pintas" di otak Anda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun