Mohon tunggu...
Asep Setiawan
Asep Setiawan Mohon Tunggu... Akuntan - Membahasakan fantasi. Menulis untuk membentuk revolusi.

Nalar, Nurani, Nyali. Curious, Critical, Rebellious. Mindset, Mindmap, Mindful

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Daging dan Tulang di Keresek

30 Juni 2023   08:09 Diperbarui: 4 Agustus 2023   21:24 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Daging dan Tulang

Beruntung sekali kita sebagai masyarakat Muslim dan Indonesia terbiasa dididik dengan etika dan rasa malu yang tinggi. Kita didik untuk menerima apapun kondisi item-item pemberian. "Kalo dikasih, jangan suka protes. Namanya juga dikasih. Terima aja. Jangan menyakiti orang yang sudah ikhlas memberi", begitu orang tua kita mengajarkan kita.

Dapat daging ataupun dapat tulang sama aja kok. Sama-sama hasil pemberian yang ikhlas. Bisa sama-sama disyukuri. Syukur kebagian. Syukur masih diberi nikmat sehat sehingga masih bisa menikmatinya. Daging bisa dibikin sate atau rendang, sedangkan tulang bisa dibikin sop. Asal bisa mengolahnya, keduanya sama-sama nikmat.

Terlebih panitia kurban juga sudah bekerja keras, kelelahan, ikhlas, dan sering juga tanpa upah. Belum lagi dengan resiko celaka ataupun terluka yang bisa saja terjadi. Juga mereka telah mempersiapkan ivent kurban ini sejak jauh-jauh hari.

Tapi daging dan tulang adalah dua entitas berbeda. Menjadi masalah ketika rasa keadilan terlibat dan kemudian terusik. Ini terjadi ketika seseorang menerima lebih banyak tulang, sedangkan orang lain mendapatkan lebih banyak daging. Seseorang menerima keresek yang ringan, sementara yang lain menerima keresek yang lebih berat. Ada banyak hewan kurban, tapi isi keresek sedikit sedangkan yang menerima keresek juga tidak banyak. Satu yang paling parah adalah ketika orang-orang melihat bahwa panitia lebih mendahulukan dirinya dan keluarganya ketimbang umat dalam pembagian hasil kurban tersebut.

Ketidakadilan tersebut jelas membuat para penerima keresek kurban itu sedih. Padahal maksud pembagian hasil kurban itu salah satunya untuk menyenangkan hati semua umat. Bisa jadi tidak sedikit di antara yang menerima keresek kurban itu berharap bisa menikmati daging hewan besar walaupun cuma setahun sekali.

Mau menyalahkan panitia atas ketidakadilan itu, jelas malu dan bisa sangat memalukan. Bisa terlihat sekali butuh dan miskinnya. Orang miskin dilarang protes, kalimat ini sudah sering kita dengar. Padahal orang miskin juga punya martabat, harga diri, dan hak diperlakukan dengan adil.

Selain malu, belum lagi rasa syukur dan rasa terima kasih bisa tampak dikhianati bila melakukan protes. "Udah sih terima aja. Namanya juga dikasih", begitu kata hati bicara. Akibatnya ketidakadilan terus berlanjut.

Panitia kurban sering adalah orang-orang yang ikhlas dan sukarela membantu. Tidak berharap upah atau apapun juga. Tidak baik menyalahkan mereka yang sudah bekerja keras dan bekerja ikhlas. Du, tapi itu bukan berarti panitia kurban boleh bekerja asal. Jika semua orang diam atas ketidakadilan, maka ketidakadilan terus berlanjut serta bertumpuk-tumpuk. 

Juga tidak banyak dari mereka yang paham tentang daging dan tulang. Belum lalu rasa lelah yang mendera, sehingga tulang dan daging bercampur dan dibagikan begitu saja.

Panitia kurban sering luput mempertimbangkan aspek keadilan dalam pembagian hasil kurban. Hasil kurban berupa daging dan tulang dimasukkan begitu saja ke dalam keresek. Kalau ada yang kebagian lebih banyak tulang, ya itu sih nasib dan tergantung amal juga, begitu celoteh yang sering juga kita dengar dari mulut panitia kurban itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun