Mohon tunggu...
Asep Sunardi
Asep Sunardi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Anak yang suka Membaca
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Perbanyaklah membaca untuk memperbanyak ilmu pengetahuanmu

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Guru JIS Bebas Karena Tak Terbukti Bersalah

24 Agustus 2015   10:29 Diperbarui: 24 Agustus 2015   10:37 207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bebasnya 2 guru Jakarta Intercultural School (JIS) memang menjadi momen penting bagi dunia hukum di Indonesia, terlebih kepada 2 pihak baik penggugat maupun tergugat. Pro dan kontra akan selalu muncul sesudah keluarnya putusan pengadilan.

Dalam sebuah dialog di Stasiun Televisi Swasta pada Selasa malam, (18/8).  Ada narasumber yang hadir saat itu mengomentari putusan hakim tinggi dengan mempersoalkan  bahwa kasus tersebut sesungguhnya memang terjadi.

“Masalah mendasarnya, kasus itu tidak terlihat siapapun. Pengacara mereka selalu katakan, mana buktinya mana saksinya. Mana ada pelaku kekerasan seksual melakukan hal itu didepan orang ramai, tidak ada itu,” kata Narasumber itu dalam dialog itu.

Narasumber itu juga mempersoalkan terjadinya perbedaan hasil visum di Indonesia dengan RS Singapura. “Persoalannya yang dikoar-koarkan visum, padahal pasal 82 (pelecehan seksual, bukan sodomi-red) itu ga ada visumnya, karena tidak ada luka disitu,” katanya.

Namun ia lupa, bahwa Neil dan Ferdi dijebloskan ke tahanan selama setahun lebih adalah karena tuduhan melakukan kekerasan seksual atau sodomi, dan bukan pembelaan diatas yang mengambil pasal 82 KUHP sebagai dalil.

Menurut berita yang disiarkan, perbedaan hasil visum di Indonesia itu hanya mengacu pada hasil visum 2 Rumah Sakit saja, yaitu RS Bhayangkara dan RS Pondok Indah yang itupun masih dipertanyakan proses anuscopinya. Sementara, hasil kesimpulan MAK menderita herpes dari sebuah RS di Bekasi ternyata surat keterangan palsu tanpa cap Rumah Sakit dan tandatangan sah dari Pimpinan Rumah Sakit itu.


Adapun hasil pemeriksaan dari RSCM justeru menyimpulkan tidak terjadi apa-apa pada anus korban, dikuatkan dengan pengamatan Ahli Forensik Klinis Universitas Yarsi, Dr. Feriyal Basbeth SF, yang menyimpulkan bahwa tidak ditemukan tanda telah terjadinya kekerasan seksual atau sodomi.

Adapun TPW, penggugat sekaligus orangtua MAK--mantan murid TK di JIS yang diduga korban, diduga menggunakan keterangan medis yang tidak konklusif, yang secara tidak akurat digunakan mendukung tuduhan kekerasan seksual.

Dalam kasus pidana terhadap petugas kebersihan di JIS, TPW menyatakan anaknya positif mengidap herpes genital yang disebabkan virus herpes simpleks 2 (HSV-2). Tes tersebut yang dilaksanakan pada Maret 2014 mengemukakan hasil positif terhadap pembentukan antibodi IgM terhadap HSV-2. Namun terbukti negatif untuk pembentukan antibodi IgG terhadap HSV-2.

"Tes IgM memiliki tingkat ketidakpastian yang tinggi," kata Profesor Kevin Baird dari Universitas Oxford dalam kesaksiannya, Jakarta, Senin 27 April 2015.

Baird menjelaskan, diperlukan tes IgG lanjutan untuk verifikasi kebenaran MAK terinfeksi herpes atau tidak. Sementara pemeriksaan lanjutan tersebut tidak pernah dilakukan.

Namun, pengacara yang mewakili TPW dalam kasus perdata, menyerahkan dokumen pendukung untuk memperkuat tuntutan mereka. Yakni berupa hasil laboratorium dari RS Bhayangkara tertanggal 16 Juli 2014, yang menyatakan hasil tes IgG terhadap HSV-2 MAK, negatif dengan hasil tes IgM di ambang batas positif. Hasil tes IgG kedua negatif yang dilakukan 4 bulan setelah tes pertama menunjukkan MAK tidak terinfeksi HSV-2.

Sementara itu, pengamat hukum dari Universitas Brawijaya (Unibraw), Fachrizal Afandi, mengatakan, putusan Pengadilan Singapura bisa melengkapi pertimbangan hukum dalam putusan pengadilan di Indonesia dalam perkara dugaan kekerasan seksual di Jakarta International School (JIS).

Menurut Fachrizal, Kamis (6/8), bukti dan fakta yang menyatakan dua guru JIS, Neil Bantleman dan Ferdinant Tjong tidak terbukti melakukan kekerasan seksual terhadap AL,  berdasarkan hasil anuscopi tim dokter Rumah Sakit (RS) KK Women’s and Children’s Hospital, tidak berbeda dengan fakta dan bukti di pengadilan Indonesia.

Selain Fachrizal,  Seorang ahli Psikologi Forensik Reza Indragiri Amriel mendukung langkah Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta yang telah membebaskan guru Jakarta Intercultural School (JIS) dari dakwaan kasus kekerasan seksual di sekolah tersebut.

Reza mengakui awalnya terguncang dan percaya bahwa sudah terjadi kekerasan seksual terhadap tiga anak hingga melaporkan dua guru JIS. Maka dari itu, dia utarakan harus dilakukan audit dari sisi kependidikan dan investigasi hukum hingga tuntas.

“Namun setelah berkesempatan melihat hasil visum dan saya kaitkan dengan nalar keilmuan, saya menjadi yakin bahwa sodomi tidak terjadi. Kendati begitu, saya memahami kompleksitas kasus ini,” kata Reza.

Menurutnya, kasus kekerasan seksual ini sebenarnya tidak ada karena yang terjadi itu adalah anak-anak mengalami kekerasan psikis dan itu tidak dilakukan oleh guru JIS, melainkan oleh orang-orang terdekatnya.

Dirinya mengaku pernah melakukan pemeriksaan terhadap kondisi anak-anak tersebut. Alhasil, kasus sodomi yang dituduhkan oleh dua guru JIS yakni Ferdinan Tjong dan Neil Bantlemen tidak terjadi.

Dengan fakta-fakta dan bukti kuat yang empiris bahwa 2 guru itu tak bersalah, maka keputusan Pengadilan Pengadilan Tinggi Jakarta sesungguhnya adalah keputusan positif yang spektakuler ditengah ketidakpercayaan publik pada sistem hukum di Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun