BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Pajak
Pajak adalah salah satu alat yang sangat penting dalam sistem keuangan negara dan berfungsi sebagai sumber utama penerimaan negara. Pajak merupakan kontribusi yang harus dibayarkan oleh individu maupun perusahaan kepada negara sesuai dengan peraturan yang berlaku, tanpa memberikan imbalan langsung kepada pembayar. Namun, manfaat yang dihasilkan dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat, seperti dalam pembangunan infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan layanan publik lainnya. Oleh karena itu, kepatuhan dalam membayar pajak merupakan bentuk partisipasi warga negara untuk mendukung kesinambungan pembangunan nasional. Kewajiban untuk membayar pajak telah diatur dalam Pasal 23A Undang-Undang Dasar 1945, yang menyatakan bahwa "pajak dan pungutan lainnya yang bersifat wajib untuk kebutuhan negara diatur oleh undang-undang". Dengan dasar hukum tersebut, pajak memiliki kekuatan hukum yang mengikat dan bukan bersifat sukarela. Dengan demikian, penolakan atau upaya menghindari kewajiban pajak bisa mengakibatkan konsekuensi hukum.
Undang-Undang Dasar 1945. Istilah "pajak" sendiri berasal dari kata Latin "taxo," yang berarti iuran wajib yang dibayarkan rakyat untuk kepentingan pemerintah dan masyarakat. Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Pasal 1 Nomor 1, pajak adalah kontribusi wajib yang terutang kepada negara oleh orang pribadi atau badan, dan bersifat memaksa sesuai hukum, tanpa imbalan langsung, demi kemakmuran rakyat. Sementara itu, yang dimaksud dengan orang pribadi atau badan dalam konteks ini adalah pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang memiliki hak dan kewajiban perpajakan sesuai ketentuan perundang-undangan, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Pasal 1 Nomor 2. Pajak juga berfungsi sebagai sarana untuk mewujudkan pemerataan pendapatan serta menjadi sumber dana pembangunan negara.
Secara umum, pemungutan pajak bukan hanya didasarkan pada norma hukum tetapi juga bersifat memaksa, sehingga penolakan untuk membayar atau usaha menghindar dari pajak dianggap sebagai pelanggaran hukum. Oleh karena itu, setiap warga negara diwajibkan untuk memenuhi kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. (Kemal, n.d.)
Berikut adalah unsur-unsur yang terkandung dalam pengertian pajak:
- Pajak dipungut berdasarkan undang-undang. Prinsip ini sesuai dengan perubahan ketiga UUD 1945 Pasal 23 A, yang menyatakan bahwa "pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dalam undang-undang. "
- Tidak ada imbalan langsung. Hal ini berarti bahwa orang yang membayar pajak, seperti pajak kendaraan bermotor, tidak akan mendapatkan layanan yang lebih baik dibandingkan dengan mereka yang tidak membayar pajak tersebut.
- Penggunaan pajak untuk pembiayaan umum. Dana pajak digunakan untuk mendukung berbagai fungsi pemerintahan, baik yang bersifat rutin maupun untuk pembangunan.
- Pemungutan pajak dapat dipaksakan. Jika wajib pajak tidak memenuhi kewajibannya, akan ada sanksi yang diterapkan sesuai dengan regulasi yang berlaku.
- Fungsi budgeter dan regulatif. Pajak tidak hanya berfungsi untuk memenuhi anggaran negara, tetapi juga sebagai alat untuk mengatur kebijakan ekonomi dan sosial negara.
Seiring dengan kemajuan teknologi informasi, sistem administrasi pajak di Indonesia juga mengalami pergeseran menuju digitalisasi untuk meningkatkan efisiensi dan transparansi. Salah satu penerapannya adalah sistem E-Billing, yang sepenuhnya diberlakukan mulai 1 Januari 2016, menggantikan metode pembayaran tradisional melalui bank atau kantor pos. Sistem ini mempermudah wajib pajak dalam melakukan pembayaran secara online, kapan saja dan di mana saja, sehingga diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak (Direktorat Jenderal Pajak, 2016).
Kemudahan dalam sistem pembayaran ini merupakan bagian dari inisiatif modernisasi perpajakan yang bertujuan untuk mendukung peningkatan pendapatan negara. Pendapatan yang diperoleh dari pajak digunakan untuk mendanai pembangunan nasional di berbagai bidang, seperti infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan, sehingga manfaatnya dapat dirasakan oleh semua lapisan masyarakat dalam jangka panjang (Mardiasmo, 2018). Oleh karena itu, keterlibatan masyarakat dalam memenuhi kewajiban pajak bukan hanya menggambarkan kepatuhan terhadap hukum, tetapi juga merupakan kontribusi yang nyata untuk pembangunan nasional.
2.1.1 Fungsi PajakÂ
Menurut Rahayu (2010:25-30), perpajakan memiliki fungsi dasar atau manfaat utama. Sebagai instrumen dalam menentukan arah kebijakan ekonomi, pajak memainkan peran vital dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Secara umum, terdapat dua jenis fungsi pajak, yaitu fungsi anggaran dan fungsi pengaturan. (dalam Sari, 2021)
- Fungsi Anggaran
Sebagai sumber pendapatan untuk negara, pajak memiliki fungsi untuk menutupi biaya-biaya negara, seperti menjalankan tanggung jawab harian dan melakukan pembangunan. Setoran pajak dari individu maupun perusahaan dapat digunakan oleh pemerintah untuk pengeluaran rutin, termasuk gaji pegawai, biaya barang, pemeliharaan, dan lain-lain. Sedangkan untuk pembiayaan pembangunan, biaya bisa berasal dari tabungan pemerintah, yaitu selisih antara pendapatan dalam negeri dan pengeluaran rutin. Di sisi lain, pemungutan pajak juga mengajak masyarakat berpartisipasi dalam proses pembangunan negara.
- Fungsi Pengaturan
Pajak berperan sebagai sarana untuk mengelola atau mengimplementasikan kebijakan pemerintah di bidang sosial ekonomi guna mencapai tujuan tertentu. Beberapa contoh dari fungsi pengaturan ini adalah:
- Pajak dapat digunakan untuk menekan tingkat inflasi.
- Pajak bisa berfungsi sebagai alat untuk memfasilitasi dan meningkatkan kegiatan ekspor, seperti pajak atas ekspor barang.
- Pajak berperan memberikan perlindungan bagi barang-barang produksi lokal, sebagai contoh PPN.
- Pajak juga dapat mengatur dan menarik investasi modal untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang lebih produktif.
- Pajak yang tinggi diberlakukan pada barang-barang mewah untuk mengurangi perilaku konsumtif.
2.1.2 Jenis-Jenis Pajak
Beragam jenis pajak dikenakan oleh pemerintah untuk mencapai berbagai tujuan tersebut (Arkhan dan Rodhiyawan, 2021; Bakri et al. , 2022; Ningsih et al. , 2021), (dalam Faruq et al., 2024)
- Pajak Penghasilan merupakan pajak yang dikenakan atas pendapatan individu dan perusahaan. Pajak ini adalah salah satu sumber utama bagi pendapatan negara dan berfungsi sebagai sarana untuk redistribusi pendapatan. Pajak penghasilan cenderung bersifat progresif, di mana tarif pajak akan meningkat sejalan dengan kenaikan pendapatan. Dengan cara ini, individu yang memiliki kemampuan untuk membayar lebih dapat memberikan kontribusi yang lebih besar pada pendapatan negara.
- Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dikenakan pada barang dan jasa yang dikonsumsi. PPN adalah pajak tidak langsung yang diterapkan pada setiap tahap produksi dan distribusi, tetapi akhirnya akan dibebankan kepada konsumen akhir. Pajak ini menjadi sumber pendapatan yang penting bagi banyak negara karena penerapannya yang luas pada berbagai produk dan layanan.
- Pajak Properti berlaku untuk pemilik properti seperti tanah dan bangunan. Pajak ini bertujuan untuk meningkatkan pendapatan daerah serta mengatur pemanfaatan lahan. Pemerintah daerah sering menggunakan pajak properti sebagai dana untuk membiayai layanan lokal, termasuk pendidikan, pemeliharaan jalan, dan layanan darurat.
- Pajak Warisan dikenakan pada peralihan kekayaan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Pajak ini bertujuan untuk mengurangi akumulasi kekayaan pada segelintir individu dan mendukung redistribusi kekayaan. Pajak warisan sering menjadi bahan debat karena berkaitan dengan isu keadilan sosial dan perlindungan hak milik pribadi.
2.2 Pemahaman, Kesadaran dan Kewajiban Wajib PajakÂ
Pajak memiliki peran penting sebagai sumber pendapatan negara yang digunakan untuk pembangunan infrastruktur dan penyelesaian berbagai permasalahan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi yang baik dapat berkontribusi pada peningkatan penerimaan pajak, karena saat ekonomi berkembang, pendapatan masyarakat juga meningkat, sehingga mereka memiliki kemampuan untuk membayar pajak. Upaya untuk meningkatkan penerimaan pajak dapat dilakukan melalui peningkatan jumlah pajak yang dibayarkan, pertambahan wajib pajak, dan pemanfaatan sumber pajak secara optimal. Fungsi pajak terdiri atas dua aspek utama: sebagai sumber penerimaan negara (fungsi budgetair) dan sebagai alat pengatur dalam kebijakan ekonomi serta sosial (fungsi regulator). Melalui fungsi regulasi ini, pemerintah bisa mengarahkan pertumbuhan ekonomi dengan kebijakan perpajakan yang tepat (Mardiasmo, 2016).
Kepatuhan wajib pajak merupakan isu perilaku yang kompleks, membutuhkan beragam metode dan sumber data untuk diteliti. Kepatuhan yang rendah tidak hanya mengurangi potensi pendapatan negara, tetapi juga melemahkan keandalan sistem perpajakan. Oleh karena itu, dukungan pajak dari wajib pajak yang patuh sangat krusial bagi perekonomian negara. Dalam hal ini, negara mempunyai tanggung jawab untuk menjamin bahwa wajib pajak memenuhi kewajiban perpajakan mereka. Untuk mengoptimalkan penerimaan pajak, Direktorat Jenderal Pajak perlu meningkatkan kepatuhan wajib pajak dalam mencatat, menghitung, membayar, dan melaporkan kewajiban perpajakan mereka. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa masalah kepatuhan dapat dilihat melalui sudut pandang keuangan publik, penegakan hukum, struktur organisasi, etika, serta kombinasi dari semua perspektif tersebut. Kepatuhan wajib pajak adalah kondisi di mana wajib pajak mematuhi kewajiban perpajakannya sesuai dengan peraturan yang berlaku (Imaniati dan Isroah, 2016).
Menurut Dirjen Pajak, pada tahun 2021, hanya 9 juta wajib pajak yang melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT), jauh dari target 80% atau sekitar 15,2 juta wajib pajak. Dari jumlah tersebut, terdapat 8,7 juta wajib pajak orang pribadi dan 282 ribu wajib pajak badan. Dari 8,7 juta wajib pajak orang pribadi, 8,4 juta di antaranya melaporkan SPT tahunan melalui e-filing dan 306 ribu secara manual. Sementara itu, dari 282 ribu wajib pajak badan, 237 ribu melakukan pembayaran pajak secara e-filing dan 44 ribu secara manual. Kepatuhan wajib pajak dapat dinilai dari pemahaman mereka terhadap ketentuan perpajakan, seperti kepemilikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), hak dan kewajiban sebagai wajib pajak, sanksi perpajakan, serta tarif pajak. Untuk itu, sosialisasi yang diberikan oleh kantor pelayanan pajak sangat penting dalam meningkatkan pemahaman ini.
Peningkatan kepatuhan wajib pajak memerlukan upaya berkelanjutan dari pemerintah dalam mencapai target pemungutan pajak. Pemahaman mengenai peraturan perpajakan yang seringkali rumit dapat menjadi salah satu sebab rendahnya rasio penerimaan pajak di Indonesia, sehingga reformasi regulasi menjadi langkah yang sangat dibutuhkan untuk meningkatkan rasio tersebut demi membangun negara yang merdeka dan berdaulat. Selain itu, kesadaran dari setiap warga negara untuk memahami dan melaksanakan ketentuan perpajakan juga merupakan faktor penting dalam meningkatkan kepatuhan. Fluktuasi kepatuhan wajib pajak sering kali disebabkan oleh kurangnya pengetahuan dan pemahaman terhadap peraturan perpajakan, yang dapat mengarah pada pelanggaran melalui penghindaran pajak. Oleh karena itu, wajib pajak perlu memiliki pemahaman yang cukup mengenai peraturan perpajakan agar dapat menjalankan kewajibannya dengan baik.
Pengetahuan dan pemahaman yang mendalam tentang peraturan perpajakan sangat penting, karena dapat mendorong wajib pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakan mereka (Utami et al. , 2012). Saat ini, untuk mencapai target penerimaan pajak, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) terus melakukan evaluasi dan menangani tren pembayaran pajak. Salah satu langkah yang diambil oleh DJP adalah mengoptimalkan kegiatan Pengawasan Pembayaran Masa (PPM) dan Pengawasan Kepatuhan Material (PKM) terhadap wajib pajak yang dianggap strategis. Melalui langkah-langkah ini, diharapkan tingkat kepatuhan wajib pajak akan meningkat. Kesadaran wajib pajak adalah kondisi di mana wajib pajak menyadari pentingnya pembayaran pajak. Menurut laporan dari www. cnnindonesia. com, Indonesia masih menghadapi tantangan dengan tingkat kesadaran yang rendah dalam membayar pajak. Banyak wajib pajak beranggapan bahwa negara tidak memberikan kontribusi yang memadai dari pajak yang mereka bayar, sehingga menurunkan tingkat kepatuhan. Hal ini berdampak negatif pada rasio penerimaan pajak dan membatasi sumber pendapatan negara, padahal Indonesia masih memerlukan banyak infrastruktur untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. (dalam Nuke Sri Herviana & Halimatusadiah, 2022)
2.2.1 Kepatuhan Wajib Pajak Dalam Pelaporan Pph21
- Definisi wajib pajak
Kepatuhan pajak yang rendah memiliki dampak signifikan terhadap penerimaan pajak pemerintah yang juga rendah. Perilaku wajib pajak dalam mematuhi peraturan perpajakan sangat berpengaruh terhadap tingkat penerimaan dari sektor ini. Berbagai faktor, baik internal maupun eksternal, memengaruhi sikap wajib pajak, yang berkaitan dengan karakteristik masyarakat di suatu lokasi tertentu, tercermin dalam aspek budaya, sosial, dan ekonomi (Oktavia, 2019).
Dukungan kepada wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan dapat memotivasi mereka, khususnya wajib pajak orang pribadi, untuk lebih patuh terhadap regulasi perpajakan yang berlaku di negara tersebut (Ajzen, 2002). Oleh karena itu, Â Â penting untuk melakukan penelitian mendalam mengenai kepatuhan pajak. Tingkat kepatuhan pajak yang tinggi sangat diperlukan untuk meningkatkan penerimaan negara. Pengetahuan mengenai perpajakan juga memainkan peran krusial dalam mendorong wajib pajak orang pribadi untuk mematuhi kewajiban perpajakan mereka. Kesadaran dan partisipasi petugas pajak dalam memberikan bimbingan juga berperan penting dalam meningkatkan kepatuhan wajib pajak (Suryanti dan Sari, 2018).
Petugas pajak dituntut untuk memberikan pelayanan yang ramah, adil, dan tegas kepada wajib pajak agar mereka menyadari tanggung jawabnya dalam membayar pajak (Lestari, 2020). Dengan demikian, hal ini dapat meminimalisir sanksi pajak yang mungkin dikenakan kepada wajib pajak yang tidak memenuhi kewajibannya di negara tersebut (Firmansyah et al. , 2022 dan Marilyn et al. , 2022).
Pentingnya pengetahuan pajak bagi wajib pajak sangat membantu dalam meningkatkan kepatuhan mereka, serta mempermudah proses pemenuhan kewajiban perpajakan (Ginting et al. , 2017). Pengetahuan perpajakan mencakup pemahaman tentang peraturan umum di bidang pajak, jenis-jenis pajak yang berlaku di Indonesia bagi pengusaha kena pajak, objek pajak, tarif pajak, perhitungan pajak yang harus dibayar, pencatatan kewajiban pajak, hingga proses pengembalian pajak (Khasanah, 2014). Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa pengetahuan pajak berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak (Anto et al. , 2021, Jayanti et al. , 2020, Kartika 2015, Lestari 2020, Oktavia 2019, Putra dan Firmansyah 2018, Suryanti dan Sari 2018, Yulia et al. , 2020). Namun, Azmi (2018) dan Marilyn et al. (2022) menyimpulkan bahwa pengetahuan pajak tidak berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak. Ketidakkonsistenan dalam hasil penelitian sebelumnya menunjukkan perlunya dilakukan pengujian kembali mengenai pengaruh pengetahuan pajak terhadap kepatuhan wajib pajak (dalam Mei dan Firmansyah, 2022).
- Kepatuhan wajib pajak
Kepatuhan wajib pajak merujuk pada kewajiban yang dipenuhi oleh wajib pajak dalam melaksanakan tanggung jawab perpajakan dan hak-hak mereka secara tepat sesuai dengan peraturan dan undang-undang pajak yang berlaku. Fenomena kepatuhan pajak ini sangat kompleks dan dapat dilihat dari berbagai perspektif.
Secara lebih mendalam, kepatuhan wajib pajak mencakup kesediaan untuk memenuhi kewajiban pajak tanpa harus menunggu pemeriksaan yang ketat, peringatan, atau ancaman sanksi, baik itu dalam bentuk hukuman maupun sanksi administratif. Ini juga mencerminkan kemauan wajib pajak untuk bertanggung jawab dan merasa bersalah apabila mereka tidak memenuhi kewajiban pajaknya kepada negara. (Edukasi et al., 2022)
- Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan
Terdapat beberapa faktor yang memengaruhi kepatuhan wajib pajak, di antaranya adalah sebagai berikut:
- Faktor Kesadaran Masyarakat
Tingkat kesadaran masyarakat yang tinggi dapat mendorong lebih banyak individu untuk memenuhi kewajibannya sebagai wajib pajak. Kesadaran ini tercermin melalui pelaporan dan pembayaran pajak yang dilakukan dengan benar sebagai bentuk tanggung jawab terhadap bangsa dan negara.
- Faktor Pengetahuan tentang Pajak
Pengetahuan tentang pajak merupakan aspek penting yang membantu wajib pajak dalam menjalankan kewajibannya. Sayangnya, masih banyak masyarakat yang belum memahami informasi dasar mengenai perpajakan. Ketika wajib pajak memiliki pengetahuan yang memadai mengenai pajak, kemungkinan mereka untuk patuh dalam memenuhi kewajiban semakin besar. Sebaliknya, jika pengetahuan mereka minim, maka kepatuhan dalam memenuhi kewajiban pajak pun cenderung rendah.
- Faktor Moral Wajib Pajak
Moralitas menjadi salah satu pendorong signifikan dalam meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Moralitas berkaitan dengan norma-norma individu, yang dapat berbeda-beda antar individu. Bagi mereka yang menyadari kewajiban pajak, seperti pajak kendaraan bermotor, dapat dipastikan bahwa hal ini akan memengaruhi tingkat kepatuhannya dalam melakukan pembayaran PKB. Oleh karena itu, moral yang kuat akan berkontribusi pada tingkat kepatuhan yang lebih tinggi. Moralitas wajib pajak sangat berpengaruh terhadap kepatuhan mereka. Moral ini dapat dipengaruhi oleh lingkungan sekitar. Jika lingkungan tempat tinggalnya baik dan disiplin, maka moral wajib pajak cenderung positif. Namun, sebaliknya, lingkungan yang kurang mendukung dapat menurunkan moral mereka, sehingga mereka lebih mudah mengabaikan kewajiban pajak yang ada. (Edukasi et al. , 2022)
2.2.2 Konsep Dasar Pemahaman dan Kesadaran Wajib Pajak
- Kesadaran pajak
Kepatuhan pajak yang rendah memberikan dampak yang signifikan terhadap rendahnya penerimaan pajak pemerintah. Perilaku wajib pajak dalam mematuhi regulasi perpajakan sangat memengaruhi tingkat penerimaan dari sektor ini. Terdapat berbagai faktor, baik yang bersifat internal maupun eksternal, yang turut memengaruhi sikap wajib pajak. Faktor-faktor ini berkaitan dengan karakteristik masyarakat di lokasi tertentu, yang tercermin dalam aspek budaya, sosial, dan ekonomi (Oktavia, 2019).
Dukungan yang diberikan kepada wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan dapat memotivasi mereka, terutama bagi wajib pajak orang pribadi, untuk lebih taat pada regulasi perpajakan yang ada di negara ini (Ajzen, 2002). Oleh karena itu, penting untuk melakukan penelitian mendalam mengenai kepatuhan pajak, mengingat tingginya tingkat kepatuhan pajak sangat diperlukan untuk meningkatkan penerimaan negara. Pengetahuan tentang perpajakan juga berperan penting dalam mendorong wajib pajak orang pribadi untuk melaksanakan kewajiban perpajakan mereka. Kesadaran dan partisipasi petugas pajak dalam memberikan bimbingan juga berkontribusi secara signifikan dalam meningkatkan kepatuhan wajib pajak (Suryanti dan Sari, 2018).
Petugas pajak diharapkan dapat memberikan pelayanan yang ramah, adil, dan tegas kepada wajib pajak, agar mereka menyadari tanggung jawab mereka dalam membayar pajak (Lestari, 2020). Hal ini dapat meminimalisir sanksi pajak yang mungkin dijatuhkan kepada wajib pajak yang tidak memenuhi kewajibannya di negara ini (Firmansyah et al. , 2022; Marilyn et al. , 2022).
Pentingnya pengetahuan perpajakan bagi wajib pajak sangat membantu dalam meningkatkan kepatuhan mereka serta mempermudah proses pemenuhan kewajiban perpajakan (Ginting et al. , 2017). Pengetahuan ini mencakup pemahaman tentang regulasi umum dalam bidang pajak, jenis-jenis pajak yang berlaku di Indonesia bagi pengusaha kena pajak, objek pajak, tarif pajak, perhitungan pajak yang harus dibayar, pencatatan kewajiban pajak, hingga proses pengembalian pajak (Khasanah, 2014).
Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa pengetahuan pajak memiliki pengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak (Anto et al. , 2021; Jayanti et al. , 2020; Kartika, 2015; Lestari, 2020; Oktavia, 2019; Putra dan Firmansyah, 2018; Suryanti dan Sari, 2018; Yulia et al. , 2020). Namun, ada juga penelitian oleh Azmi (2018) dan Marilyn et al. (2022) yang menyimpulkan bahwa pengetahuan pajak tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak. Ketidakkonsistenan dalam hasil-hasil penelitian ini menegaskan perlunya dilakukannya pengujian kembali mengenai pengaruh pengetahuan pajak terhadap kepatuhan wajib pajak (Mei dan Firmansyah, 2022).
- Faktor yang mempengaruhi kesadaran wajib pajak
Kepatuhan pajak yang rendah berdampak signifikan terhadap rendahnya penerimaan pajak pemerintah. Perilaku wajib pajak dalam mematuhi regulasi perpajakan sangat mempengaruhi tingkat penerimaan dari sektor ini. Berbagai faktor, baik yang berasal dari dalam diri individu maupun faktor eksternal, memengaruhi sikap wajib pajak. Faktor-faktor tersebut terkait dengan karakteristik masyarakat di suatu daerah, yang tercermin dalam aspek budaya, sosial, dan ekonomi (Oktavia, 2019).
Dukungan bagi wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan dapat menjadi motivasi, terutama bagi wajib pajak orang pribadi, agar lebih patuh pada regulasi yang berlaku di negara ini (Ajzen, 2002). Oleh karena itu, penelitian mendalam mengenai kepatuhan pajak sangat penting, mengingat tingginya tingkat kepatuhan pajak diperlukan untuk meningkatkan penerimaan negara. Pengetahuan tentang perpajakan juga berperan penting dalam mendorong wajib pajak orang pribadi untuk melaksanakan kewajiban pajak mereka. Kesadaran dan partisipasi petugas pajak dalam memberikan bimbingan juga sangat signifikan dalam meningkatkan kepatuhan wajib pajak (Suryanti dan Sari, 2018)
Petugas pajak diharapkan dapat memberikan pelayanan yang ramah, adil, dan tegas kepada wajib pajak, agar mereka menyadari tanggung jawab mereka dalam membayar pajak (Lestari, 2020). Pendekatan ini dapat meminimalisir sanksi pajak yang mungkin dijatuhkan kepada wajib pajak yang tidak memenuhi kewajiban mereka di negara ini (Firmansyah et al. , 2022; Marilyn et al. , 2022).
Keberadaan pengetahuan perpajakan yang baik sangat membantu dalam meningkatkan kepatuhan wajib pajak dan mempermudah proses pemenuhan kewajiban perpajakan (Ginting et al. , 2017). Pengetahuan ini mencakup pemahaman tentang regulasi umum dalam bidang pajak, jenis-jenis pajak yang berlaku di Indonesia bagi pengusaha kena pajak, objek pajak, tarif pajak, perhitungan pajak yang harus dibayar, pencatatan kewajiban pajak, hingga proses pengembalian pajak (Khasanah, 2014).
Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa pengetahuan pajak memiliki pengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak (Anto et al. , 2021; Jayanti et al. , 2020; Kartika, 2015; Lestari, 2020; Oktavia, 2019; Putra dan Firmansyah, 2018; Suryanti dan Sari, 2018; Yulia et al. , 2020). Namun, penelitian oleh Azmi (2018) dan Marilyn et al. (2022) menunjukkan bahwa pengetahuan pajak tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak. Ketidakkonsistenan hasil-hasil penelitian ini menunjukkan perlunya dilakukan pengujian ulang mengenai pengaruh pengetahuan pajak terhadap kepatuhan wajib pajak (Mei dan Firmansyah, 2022).
- Pemahaman wajib pajak
Pemahaman perpajakan dapat diartikan sebagai sesuatu yang dapat dipelajari dan diserap dengan baik. Menurut KBBI, paham berarti mengerti. Masruroh (2013) mendefinisikan pemahaman perpajakan sebagai proses di mana wajib pajak memahami apa itu pajak dan menerapkan pengetahuan tersebut untuk memenuhi kewajibannya membayar pajak. Dari sini, dapat disimpulkan bahwa pemahaman pajak merupakan sikap memahami seluruh peraturan dan sistem pemungutan pajak yang berlaku di Indonesia (dalam Zahrani dan Mildawati, 2019).
Tujuan akhir dari setiap proses pembelajaran adalah untuk memahami maksud dan menangkap makna. Seseorang yang benar-benar memahami suatu konsep harus melalui proses belajar yang mendalam dan terus meningkatkan kualitas pengetahuannya. Pemahaman sendiri memiliki makna yang mendasar, mengaitkan berbagai aspek belajar dalam proporsinya. Dari pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa tingkat pemahaman adalah hasil dari proses peningkatan pengetahuan yang dilakukan secara intensif oleh individu, serta sejauh mana individu tersebut dapat mengerti dengan tepat tentang permasalahan yang ingin dipelajari (Sulistyorini, 2019).
- Faktor yang mempengaruhi pemahaman perpajakan
Dalam teori atribusi, pemahaman wajib pajak mengenai peraturan perpajakan dianggap sebagai penyebab internal, karena sepenuhnya berada dalam kendali masing-masing wajib pajak. Berbagai tingkat pemahaman yang dimiliki oleh wajib pajak dapat mempengaruhi penilaian mereka terhadap kepatuhan dalam memenuhi kewajiban perpajakan. Wajib pajak yang memiliki pemahaman yang baik cenderung akan lebih patuh dalam melaksanakan kewajiban tersebut. Penelitian menunjukkan bahwa pemahaman yang mendalam mengenai peraturan perpajakan dapat meningkatkan tingkat kepatuhan wajib pajak. Dengan pemahaman yang baik, wajib pajak akan lebih mudah dalam menjalankan kewajiban perpajakan mereka. Semakin tinggi tingkat pemahaman yang dimiliki, maka semakin besar pula kemungkinan wajib pajak untuk patuh. Oleh karena itu, upaya peningkatan pemahaman ini harus terus dilakukan oleh semua pihak terkait, baik oleh wajib pajak itu sendiri maupun oleh aparat pajak, agar tingkat kepatuhan wajib pajak orang pribadi yang berusaha di Kabupaten Tegal dapat meningkat. Temuan ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Siti Masruroh dan Zulaikha (2013), yang menunjukkan bahwa pemahaman berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak (Siti Masuroh, Zulaika Permata, 2020)
Â
Â
Â
2.3 Penelitian Terdahulu
Untuk memperkuat landasan teori dan mendukung penyusunan kerangka pemikiran dalam penelitian ini, peneliti melakukan telah terhadap beberapa penelitian sebelumnya yang relevan. Penelitian-penelitian terdahulu memberikan gambaran mengenai metode, hasil, serta perbedaan dan persamaan dengan penelitian ini, adapun ringkasan penelitian terdahulu yang menjadi acuan dapat di lihat pada Tabel 2.1 berikut.
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
No
Judul
Nama Penulis
Tahun
Keterangan
1.
Analisis kualitas pelayanan, sanksi pajak,
dan kesadaran pajak terhadap kepatuhan
wajib pajak dengan religiusitas sebagai
variabel moderasi selama
pandemi covid-19
Riri septyaningrum putri
2023
Penelitian ini mengkaji kepatuhan pajak dengan metode kuantitatif, menggunakan variabel kesadaran pajak. Fokus studi berbeda; penelitian ini melihat Wajib Pajak PPh 21 di KPP Pratama Cileungsi dengan variabel pemahaman dan kesadaran, sementara penelitian sebelumnya meneliti UMKM di Kota Bandar Lampung, menambah variabel kualitas layanan, sanksi pajak, dan religiusitas dalam konteks pandemi COVID-19.
2.
Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Pada Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Denpasar Timur
Ni Nyoman Trinita Windari, I Gede Cahyadi Putra, Nil Uh Gede Mahayu Diciyani
2022
Pelayanan pegawai pajak, Tingkat kepercayaan terhadap
sistem pemerintahan dan hukum dan Penerapan e-filling tidak berpengaruh terhadap
kepatuhan wajib pajak orang pribadi pada KPP Pratama Denpasar Timur. Sedangkan
Pengetahuan wajib pajak dan Kesadaran wajib pajak berpengaruh positif terhadap kepatuhan
wajib pajak orang pribadi pada KPP Pratama Denpasar Timur
3.
Analisis Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Kepatuhan Wajib Pajak Pada Masa Pandemi Covid-19 Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Cengkareng
Grasyeila Yemima Malelak
2022
Penelitian ini memiliki kesamaan dengan penelitian Grasyeila Yemima Malelak, yaitu sama-sama menggunakan pendekatan kuantitatif dan membahas kepatuhan wajib pajak. Perbedaannya terletak pada variabel yang digunakan; penelitian ini meneliti pengaruh pemahaman dan kesadaran terhadap pelaporan PPh21, sedangkan penelitian Grasyeila meneliti pengaruh insentif pajak, moralitas pajak, dan teknologi informasi terhadap kepatuhan wajib pajak pada masa pandemi di KPP Pratama Jakarta Cengkareng.
4.
Analisis Penerapan E-Filling Dan Pemahamanperpajakan Terhadap Kepatuhanwajibpajak Orang Pribadi Pada Kpppratama Medan Timur
Has na Lubis, Abdul Gan
2025
Penelitian di KPP Pratama Medan Timur dan penelitian Anda sama-sama membahas pengaruh pemahaman perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak dengan objek Wajib Pajak Orang Pribadi. Namun, perbedaannya terletak pada metode dan fokus penelitian, di mana penelitian Medan Timur menggunakan pendekatan kuantitatif dan menambahkan variabel penerapan e-filing dengan fokus pada kepatuhan secara umum, sedangkan penelitian Anda menggunakan metode kualitatif dengan fokus pada pemahaman dan kesadaran terhadap kepatuhan pelaporan PPh 21 di KPP Pratama Cileungsi
5.
Pengaruh Pemahaman Dan Kesadaran Wajib
Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang
Pribadi (Studi Pada KPP Pratama Jakarta
Pesanggrahan Jakarta Selatan)
Fatimah, Elan Nurhadi P
2024
Penelitian jurnal dan penelitian Anda sama-sama membahas pengaruh pemahaman dan kesadaran wajib pajak terhadap kepatuhan, menggunakan metode kualitatif dengan responden WPOP. Bedanya, penelitian jurnal dilakukan di KPP Pratama Jakarta Pesanggrahan dan fokus pada kepatuhan SPT Tahunan secara umum, sedangkan penelitian Anda di KPP Pratama Cileungsi dengan fokus khusus pada pelaporan PPh 21.
6
Analisis Kepatuhan Wajib Pajak dalam Pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pada KPP Pratama Meulaboh
Irza Ayuni, Cici Darmayanti
2024
Penelitian ini memiliki kesamaan dengan penelitian Irza Ayuni dan Cici Darmayanti, yaitu sama-sama membahas kepatuhan wajib pajak dalam pelaporan SPT Tahunan dan menyoroti pentingnya pemahaman perpajakan. Perbedaannya terletak pada pendekatan penelitian dan lokasi; penelitian ini menggunakan metode kualitatif di KPP Pratama Cileungsi, sedangkan penelitian Irza menggunakan metode kualitatif di KPP Pratama Meulaboh serta lebih menekankan pada kurangnya sosialisasi dan edukasi dari pihak eksternal.
Sumber : Diolah Oleh Peneliti (2025)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI