Mohon tunggu...
Aryadi Noersaid
Aryadi Noersaid Mohon Tunggu... Konsultan - entrepreneur and writer

Lelaki yang bercita-cita menginspirasi dunia dengan tulisan sederhana.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Lelaki Pemikat Punai (11)

4 Januari 2021   10:32 Diperbarui: 4 Januari 2021   12:43 283
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Tidak, aku yang ditutupnya. Kamu perlu yang lebih banyak.Porsiku cukup sedikit saja!” sahutnya.

“Baiklah, asal kamu mau makan. Daripada pingsan seperti tadi,”

“Enak saja. Kalaupun aku pingsan bukan karena lapar..tapi karena..,”

“Sudahlah. Jangan berdebat! Macam mahasiswa saja,” godaku. Niken mencubit bahuku keras. Kesedihannya meluntur.

Aku senang membuatnya melupakan kegundahannya barang sejenak sekaligus menikmati suara tawanya yang renyah.  Sejatinya dalam hati kami berdua masih terselip rasa marah terhadap pembunuh bapak-bapak kami tetapi Tuhan tahu bagaimana  mempertemukan kami berdua disaat seperti ini sehingga hukum matematika dimana bilangan negative dikalikan dengan negatif akan menghasilkan sesuatu yang positif agaknya telah terbukti.

“Sombong sekali calon Mahasiswa ini. Daftar saja belum gayanya seperti ketua senat saja,” goda Niken sambil tersenyum.

Seekor burung gereja datang mendekat. Melompat tanpa takut kearah kami berdua. Kakinya yang kecil mengorek dedaunan kering. Niken melemparkan sejumput nasi kearahnya lalu burung itu melarikan diri dengan mengepakkan sayapnya ke udara dan tak lama kembali lagi untuk menikmati nasi itu.

“Lihat, burung gerejapun menikmati masakan ibuku!”seruku.

“Dasar Mahasiswa sok tahu, semua burung suka nasi,” Niken melemparku dengan sejumput nasi ke wajahku. Kuambil nasi yang menempel disana lalu kumasukkan ke mulut dan mengunyahnya dengan cepat. Kami tertawa terbahak-bahak, lupa sejenak tentang kenapa kami berdua ada di kantor polisi siang itu. Kami melahap bekal itu bersama seolah dua orang yang sudah berkenalan lama.

“Niken, kamu tahu banyak tentang anak-anak kuliah?” tanyaku usai aku merapihkan kotak bekal dan mengembalikannya ke boncengan belakang si kelabu.

“Ya. Aku indekost bersama para Mahasiswa saat SMA di yogya . Mereka sebagian ada yang sibuk, ada yang santai. Sebagian ada yang memiliki kenakalan layaknya remaja. Tapi kulihat mereka bahagia-bahagia saja terlepas dari setiap anak memiliki masalahnya masing-masing. Terutama masalah uang,” jelas Niken.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun