Mohon tunggu...
Ary Adianto
Ary Adianto Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Great Communicators

Let's talk about economics, history and geography.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

New Cold War: Tensi Amerika Serikat dan Tiongkok

26 Oktober 2020   11:17 Diperbarui: 26 Oktober 2020   13:27 1439
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kiri : Donald Trump (Amerika), Kanan : Xi Jinping (Tiongkok). Source :https://foreignpolicy.com/

Sejarah Perang DinginPerang dingin bukan menrupakan hal yang baru di dunia.

Tercatat setelah perang dunia kedua usai, Amerika Serikat dan Uni Soviet berlomba-lomba bersaingin dalam memperebutkan pengaruh ideologi, ekonomi, dan teknologi. Selama 45 tahun kedua negara tersebut membawa dunia diambang perang nuklir, perang saudara dan perlombaan menuju luar angkasa.

Runtuhnya USSR dan Amerika menjadi negara Superpower Tunggal

Patung Liberty, New York, Amerika Serikat. Source : http://waziafrica.blogspot.com/
Patung Liberty, New York, Amerika Serikat. Source : http://waziafrica.blogspot.com/
Pada tahun 1989, sistem aliansi Soviet berada di ambang keruntuhan. Akibat hilangnya dukungan militer dari Soviet, satu-persatu para pemimpin negara-negara komunis Pakta Warsawa juga kehilangan kekuasaan. 

Bulan Februari 1990, dengan semakin memuncaknya isu pembubaran Uni Soviet, para pemimpin Partai Komunis terpaksa menyerahkan tampuk kekuasaannya yang telah bertahan selama 73 tahun dan Uni Soviet secara resmi dibubarkan pada tanggal 25 Desember 1991.

Keruntuhan Uni Soviet pada tahun 1991, pada akhirnya meninggalkan Amerika Serikat sebagai negara adikuasa tunggal dan makin mengokohkan statusnya menjadi negara adikuasa setelah negara-negara Eropa Timur lebih memilih bergabung dengan Uni Eropa daripada mendekat dengan Russia.

Munculnya Tiongkok sebagai Penantang baru Amerika Serikat

Deng Xiaoping, merupakan Pemimpin Tiongkok ke-2 yang Mampu mentrasformasi Ekonomi Tiongkok. Source : https://www.beltandroad.news/
Deng Xiaoping, merupakan Pemimpin Tiongkok ke-2 yang Mampu mentrasformasi Ekonomi Tiongkok. Source : https://www.beltandroad.news/
Deng Xiaoping merupakan suksesor mengubah Tiongkok dari negara kelaparan menjadi kekuatan ekonomi yang mampu bersaing ketat dengan Amerika. Deng menghapus doktrin komunis tua yang dibanggakan Ketua Mao. Membuka tirai bambu Tiongkok untuk investasi dan kepemilikan modal.

Pada 1978 Deng mengawasi perubahan arah bersejarah bagi Tiongkok yang menekankan apa yang disebut "Empat Modernisasi" pertanian, industri, pertahanan nasional, serta sains dan teknologi. 

Selama kekuasaan lama Deng, ia melembagakan berbagai reformasi yang bertujuan pada desentralisasi ekonomi dan membuka negara untuk perdagangan internasional.

Dia mengundurkan diri dari jabatan resmi Partai terakhir pada 1989, setelah dia dan para sesepuh partai lainnya memerintahkan penggunaan kekuatan militer untuk memadamkan aksi di Lapangan Tiananmen. 

Dia tetap sangat berpengaruh sampai kematiannya pada tahun 1997 dan Deng yang menyetujui kenaikan Jiang Zemin menjadi ketua Partai dan Deng yang mencalonkan Hu Jintao sebagai pengganti Jiang.

Lewat Deng Xioaping Tiongkok kini menjelma menjadi raksasa ekonomi dunia baru penantang serius Paman Sam yang susah ditiru dan bahkan ditandingi. Reformasi ekonomi yang dijalankan sejak 1978 telah membuat Tiongkok jadi negara adidaya seperti sekarang ini.

Pada 2010, Tiongkok mengambil alih posisi Jepang sebagai negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia. Posisi tersebut berhasil dipertahankan sampai sekarang. Beberapa ekonom bahkan memprediksi ekonomi Tiongkok akan melesat melampaui rivalnya AS pada 2030.

Pertumbuhan GDP 1965 -2015. Source : World Bank
Pertumbuhan GDP 1965 -2015. Source : World Bank
Kesuksesan ini mengantarkan Tiongkok menjadi kekuatan ekonomi dunia baru dan sulit untuk ditiru atau ditandingi. Menurut laporan Bloomberg Economics, tidak ada satu negara pun yang dapat meniru Tiongkok dalam mentransformasi ekonominya.

Kesuksesan Tiongkok menjadi semakin sulit ditiru oleh negara Asia lain. Ketika negara Asia lain masih berkutat dengan masalah struktural seperti infrastruktur yang tidak memadai hingga ketidakstabilan politik, Tiongkok sudah melangkah jauh ke depan.

Tiongkok memiliki jaringan pabrik, pemasok, layanan logistik, dan infrastruktur transportasi yang rumit, yang didukung oleh uang dan teknologi dari Jepang, Taiwan, dan Hong Kong. Negara itu juga memiliki tenaga kerja yang banyak, murah, cerdas dan mendapatkan akses hampir tanpa batas ke pasar global selama tiga dekade ini.

Perang Dingin Baru

Sumber: wto.org
Sumber: wto.org
Setelah Tiongkok bergabung dengan WTO pada tahun 2001 dengan cepat Tiongkok muncul sebagai kekuatan ekonomi baru.

Kemunculan ini tentu menjadi kekhawatiran bagi Amerika Serikat. Bukan saja di bidang ekonomi, bayak program dari Tiongkok yang menyaasar pengaruh di dunia seperti Beld and Road Inisiative yang meyasar negara-negara berkembang untuk mempermudah jalur logistik dari Tiongkok ke seluruh kawasan dunia, tensi perebutan laut cina selatan dan strategi “debt trap” Tiongkok dikawasan Asia, Afrika, Amerika Selatan maupun Eropa Timur.

Perang dingin yang berkembang antara Amerika dan Tiongkok adalah jenis persaingan yang sangat berbeda di era yang sangat berbeda, tetapi mungkin tidak kalah berbahaya dan penting. 

Bagi Amerika, Tiongkok akan menjadi musuh yang jauh lebih tangguh, mengingat jumlah penduduk yang besar, industrialisasi ekonomi yang maju dan ambisi penguasaan teknologi yang massif, menjadikannya berbeda dibandingkan penantangnya terdahulu.

Tiongkok adalah mitra perdagangan barang terbesar Amerika pada tahun 2018. TikTok, merupakan aplikasi berbagi video yang dimiliki oleh ByteDance Tiongkok, saat ini adalah aplikasi non-game yang paling banyak diunduh di dunia, dengan kehadiran besar di Amerika.

Persaingan negara adidaya antara Amerika dan Tiongkok juga telah memperoleh dimensi baru yang berbeda, dan mungkin menentukan keadaan dunia saat ini. 

Jika perang dingin 1.0 berkisar pada perangkat keras militer dan ancaman pemusnahan nuklir, maka perang dingin 2.0 lebih mengarah pada perangkat lunak sipil dan inovasi teknologi.

Internet muncul sebagai teknologi kontrol, bukan hanya sekedar alat komunikasi. Siapa pun yang menjalankan Internet of Things, yang menghubungkan miliaran perangkat, akan memiliki keuntungan geostrategis.

Robert Atkinson, Presiden Information Technology and Innovation Foundation, sebuah lembaga pemikir yang berbasis di Washington, berpendapat bahwa Tiongkok telah mengambil alih Amerika dalam beberapa industri maju dan berinvestasi besar-besaran untuk mencapai supremasi teknologi.

"Tiongkok menjadi lebih kuat secara teknologi dan dapat dengan mudah melampaui AS jika kita tidak bertindak," katanya.

Robert Atkinson berpendapat bahwa Amerika sangat perlu mengembangkan strategi industri nasional. Keyakinan yang tersebar luas bahwa pasar bebas, inovasi teknologi dan semangat kewirausahaan akan cukup untuk menjamin kesuksesan Amerika dalam menahan gelombang serangan yang dilancarkan Tiongkok.

Pada puncak perang dingin pada tahun 1963, pemerintah federal Amerika menghabiskan lebih banyak uang untuk penelitian dan pengembangan daripada gabungan sektor publik dan swasta dunia lainnya, kata Atkinson. Saat ini, pemerintah membelanjakan lebih sedikit untuk R&D sebagai proporsi dari produk domestik bruto daripada yang dilakukannya pada tahun 1955.

Ironisnya, para pemimpin Tiongkok saat ini mungkin telah belajar lebih banyak dari sejarah Amerika dan kemenangannya dalam perang dingin pertama melawan Uni Soviet dan bukan tidak mungkin lewat sejarah tersebut Tiongkok memiliki strategi yang lebih matang dalam mengalahkan Amerika dalam percaturan geopolitik dan ekonomi dunia

Masa Depan Perang Dingin Amerika- Tiongkok

Selain perang dagang, ketegangan hubungan diplomatik tentang pengusiran jurnalis Amerika dari Tiongkok, penegasan kedaulatan Tiongkok atas Laut Cina Selatan, masalah perbatasan di Garis Kontrol Aktual dengan India dan Sikap Tiongkok yang tidak patuh terhadap mitra ekonominya atas pertanyaan penyelidikan asal usul virus corona. 

Pembicaraan di komunitas ahli mengumpulkan kecepatan dinamika Perang Dingin yang baru. Yang terbaru dalam daftar retorika Presiden Trump memutuskan sepenuhnya hubungannya dengan Tiongkok.

Saat ini, Amerika telah membekukan pendanaan WHO dan menuduh organisasi tersebut kemungkinan berkolusi dengan Tiongkok. Konsekuensi ekonomi dari penguncian jelas bahkan bagi orang awam. Paket fiskal dan dana talangan telah menjadi cara paling umum yang dilakukan negara-negara Barat untuk menanggapi krisis.

Sementara reaksi keras Tiongkok terhadap pandemi, yang telah berhasil mengendalikan penyebaran virus, terletak pada kemampuannya untuk secara tegas membatasi kebebasan masyarakat dan, sebagai hasilnya, ekonomi.

Pemerintahannya yang terpusat memiliki kapasitas yang melampaui kebanyakan negara demokrasi barat, memungkinkannya untuk bertindak cepat dan menegakkan tindakan dengan baik. Ini telah memanfaatkan keduanya.

Apa yang terjadi pada ekonomi Tiongkok sebagai akibat dari Coronavirus bukanlah penyusutan ekonomi, atau penurunan permintaan domestik dan eksternal. Pabrik dan toko dibuka lebih dulu dari negara lain. Akibatnya, Tiongkok tidak akan terpukul sekeras Amerika Serikat.

Ekonomi Amerika jauh lebih bergantung pada industri jasa - pusat perbelanjaan, restoran, hotel, dll. - daripada Tiongkok, dan industri inilah yang lebih dipengaruhi oleh tindakan jarak sosial. 

Tiongkok lebih diuntungkan oleh ukuran sektor pertaniannya, yang sepuluh kali lebih besar dari AS dan wilayah ekonomi yang jauh lebih tidak terpengaruh oleh jarak sosial.

Oleh karena itu, pandemi akan jauh lebih memengaruhi kekuatan ekonomi Amerika Serikat daripada ekonomi Tiongkok.

Kesimpulan : Tiongkok Akan menjadi Negara Superpower di Abad ke-21

Karena krisis keuangan 2008 dan sekarang pandemic covid-19, keunggulan ekonomi Amerika terancam oleh ekspansi ekonomi yang meroket di Tiongkok.

Hingga Mei tahun ini, ekonomi Amerika belum melonjak ke tingkat pengangguran sekitar 14% seperti yang dilaporkan oleh Guardian dan kemungkinan besar akan terus meningkat, seiring meningkatkan perang dagang dan pademi covid-19 yang belum bisa teratasi.

Jika dibandingkan dengan tingkat pengangguran Tiongkok yang hanya 5,9%, dan menjadi jelas bahwa pemulihannya masih beberapa langkah ke depan. 

Tiongkok sudah dalam perjalanan untuk pulih dari perang perdagangan singkat dengan AS yang berakhir dengan kesepakatan perdagangan bilateral yang membuat Tiongkok dalam keadaan baik. 

Sebaliknya langkah kebijakan proteksionis Amerika yang mengarahkan ke sejumlah negara, dapat menyebabkan bumerang untuk perekonomian negara tersebut.

Karena alasan inilah, cepat atau lambat, Tiongkok diprediksi akan segera menempati posisi sebagai negara superpower pada abad ke 21.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun