Mohon tunggu...
Arya BayuAnggara
Arya BayuAnggara Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Menulis untuk mengingat luasnya dunia

Menyukai caffeine dan langit biru

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sepanjang Agustusan

20 Agustus 2022   22:13 Diperbarui: 20 Agustus 2022   22:20 234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seharian penuh masyarakat Indonesia berbahagia bersama hingga berpuncak kepada acara panjat pinang yang selalu dinanti-nanti. Sebuah perlombaan yang menunjukkan keperkasaan dan keberanian para pemuda untuk mendaki pinang berlumur oli demi hadiah-hadiah receh. Begitulah realita di tingkat RT, RW, atau perumahan. 

Tidak ada hadiah panjat pinang yang menarik perhatian. Tapi, bukan itu intinya. Bukan pula permasalahan sejarah kelamnya. Toh, masyarakat tidak peduli itu. Yang mereka pedulikan kebahagiaan dan kepuasan menyaksikan para pemuda berjibaku demi mencapai puncak teratas. 

Walau para penonton yang terdiri dari ibu-ibu dan bapak-bapak itu banyak tertawanya, tetapi mereka tetap menyimpan rasa khawatir di dalam lubuk hati mereka. 

Andaikata para pemuda itu selip dan jatuh berjamaah menghujam tanah. Mereka sangat khawatir. Tapi, para pemuda yang tangguh itu menunjukkan keberanian dan kekuatan yang luar biasa, dibalut dengan kerjasama yang solid. Lumuran oli hitam legam itu hanya bisa menempel di tubuh mereka. 

Hanya bisa melicinkan lintasan mereka. Tetapi tidak dengan semangat mereka yang membara. Sejatinya, oli itu dibakar habis oleh semangat atma para pemuda yang luar biasa.

Hingga akhirnya malam hari tiba. Pesta belumlah usai, kawan. Masyarakat kembali melanjutkan dengan mengadakan konser rakyat yang sesungguhnya. 

Bukan sekedar biduan yang bernyanyi, tetapi rakyat yang ingin melepaskan diri dari kepenatan dunia yang mencekik mereka. Suara mereka mungkin cempreng, serak-serak kering, fales. Tapi, telinga yang mendengarkan tidak pernah menghina, pun meremehkan di momentum tujuh belasan itu. Semuanya berdendang walau dalam tahapan batin. Masyarakat telah mengadakan pestanya dengan bahagia.

Sebelum malam usai, dan hari berganti, dan bulan berganti. Sebelum kekejaman dunia kembali meneror mereka. Baik di dunia nyata atau di dunia maya. Entah dari nafsu setan atau dari nafsu manusia. 

Semoga para rakyat kembali berbahagia. Bukan sekedar di bulan Agustus. Bukan sekedar momentum agustusan. Tetapi selamanya. Tidak perlu pusing dengan pandangan sinis dan miring orang-orang hebat yang kerap meremehkan mereka. Entah karena memilih menikah muda, atau sekedar berkeluh kesah dengan pahitnya harga. 

Sesama rakyat pastilah saling merangkul. Bukan meremehkan. Saling berempati dan saling memahami penderitaan. Karena kita adalah sistem yang bernama Indonesia.

Rasa takut dan khawatir seorang ojol, seorang petani, seorang guru, seorang mahasiswa, seorang pengangguran, adalah rasa khawatir segenap rakyat Indonesia. Semoga rasa khawatir itu tidak menghancurkan dinding kokoh cinta tanah airnya. Rasa cintanya kepada tanah leluhurnya.

Semoga bendera Merah Putih itu selalu berkibar. Bukan sekedar seremonial agustusan belaka.

Ditulis di Pekanbaru pada 20 Agustus 2022

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun