Mohon tunggu...
Arum Butler
Arum Butler Mohon Tunggu... Administrasi - Just me.....

The Wallflower and The Wildflower Alumni Danone Blogger Academy Batch 1 Tahun 2017 www.arumsukapto.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Money

Rangkul Pahlawan Pangan untuk Kestabilan Harga

13 April 2018   22:21 Diperbarui: 13 April 2018   22:51 634
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Benih unggulan menggencot swasembada pangan (foto milik BB Padi)

"Malang celaka Raja Genggang, tuak terbeli tunjang hilang"


Peribahasa ini bisa digunakan untuk mengungkapan keinginan pemerintah orde baru saat membuat Repelita (Rencana Pembangunan Lima tahun) tahun 80-an. Kenapa?? Saat itu pemerintah berencana merubah Indonesia menjadi negara Industri, sedangkan sebelumnya Indonesia telah memiliki identitas sebagai negara agraris.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik, PBD 2016 hanya mendapatkan kontribusi dari sektor Industri sebesar 20,85%. Kontribusi sektor industry mengalami penurunan dibandingkan tahun 2015 sebesar 20,87%, tahun 2013 sebesar 21,02%.
Dengan kondisi ini dimana keinginan untuk menjadi negara industri belum tercapai bahkan setelah 30 tahun berlalu.

Ironisnya, sektor pertanian lebih menyedihkan dalam memberikan kontribusi pada PDB sebesar 13-15%. Untuk itu, daripada pemerintah hanya fokus mengembangkan pembangunan sektor industri, akan lebih bijak bila pemerintah mulai mengembangkan sektor pertanian.

Import beras menjadi sorotan masyarakat

Belakangan ini masyarakat banyak menyorot berbagai barang yang masih import dari negara lain terutama kebutuhan produk pangan.  Sebenarnya untuk melihat masalah ini secara objektif, kita tidak bisa mengatakan bahwa ini kesalahan Kementerian Perdagangan saja, karena komoditi pangan masih memiliki keterkaitan dengan Kementerian Pertanian dan kementerian lainnya.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia melakukan import beras mulai tahun 2000 hingga 2015(selama 15 tahun) dan menghentikan import beras pada tahun 2016-2017. Penghentian import beras hanya dilakukan sementara, pada tahun 2017 pemerintah melakukan import beras dari Vietnam sebesar 500.000 ton.

Vietnam terpilih sebagai negara importer karena produksi berasnya lebih banyak daripada Indonesia dimana Indonesia dalam kurun waktu 2010-2014 memproduksi padi Indonesia sebanyak 5,7 juta ton per hektar, sedangkan Vietnam menghasilkan 6,67 juta ton per hektar. Kondisi ini sangat memprihatinkan karena Indonesia masih belum bisa mewujudkan ketahanan pangan hingga harus mengimport beras dari negara lain.

Mandiri Benih Unggulan dan Swasembada Pangan

Untuk menutup keran import bahan pangan, pemerintah harus fokus mewujudkan cita-cita menjadikan Indonesia sebagai "Lumbung Pangan" pada tahun 2045, kalau bisa tercapai sebelum tahun tersebut.  

Melihat kondisi geografis Indonesia,  Indonesia seharusnya mampu melakukan swasembada pangan karena adanya curah hujan yang tinggi dan penyinaran matahari selama 12 jam yang membantu keberhasilan di sektor pertanian.   

Swasembada pangan sangat penting supaya Indonesia tidak perlu melakukan import bahan pokok dan menjaga kestabilan harga bahan pokok.  Sayangnya tidak semudah membalikkan tangan karena lahan pertanian mulai mengalami alih fungsi menjadi pemukiman dampak bertambahnya jumlah penduduk Indonesia.  

Alih fungsi pemukiman tidak akan mengurangi hasil pertanian bila  diimbangi dengan penanaman menggunakan benih-benih unggul. Salah satu contoh benih unggulan yang harus dikembangkan adalah produk pangan unggulan dengan waktu penanaman lebih singkat.

Misal penanaman padi biasanya membutuhkan waktu 95 hari atau 3 maka mulai dikembangkan benih padi dengan waktu penanaman 2 bulan.  Waktu yang singkat saat penanaman akan menghasilkan produksi  pertanian lebih meningkatmeningkat karena dalam satu tahun bisa bercocok tanam berkali-kali sehingga kemungkinan swasembada pangan akan lebih cepat terealisasi. ,

Selain itu, pemerintah harus mulai menggerakkan petani diseluruh pelosok nusantara untuk mampu mandiri menciptakan benih-benih unggulan sehingga petani tidak bergantung pada benih milik perusahaan yang memonopoli.  

Prioritas Pertanian Bahan Pangan

Belum lama ini aku sempat mendengarkan cerita seorang petani yang mengatakan suaminya lebih senang bercocok tanam daun tembakau karena mendapatkan harga lebih tinggi dibandingkan bahan pangan.  Sedih sekali mendengar pernyataan itu karena aku merasa daun tembakau  tidak memiliki  manfaat.  

Namun, bila menilik kepentingan petani tentu kita harus memaklumi karena faktor uang membuat petani beralih ke tembakau.  Keadaan ini tentunya tidak bisa dibiarkan saja, cita-cita Indonesia menjadi negara lumbung pangan pada tahun 2045 akan sulit tercapai serta yang terjadi pastinya kebutuhan pangan bergantung pada negara lain.

Untuk itu pemerintah harus mampu merangkul pahlawan pangan guna tercapainya swasembada pangan yang berjalan beriringan dengan kesejahteraan petani. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun