Dalam hubungan sosial, alangkah baiknya jika seseorang yang bertetangga saling bertegur sapa. Hal ini menjadi cerminan saya. Sekitar satu tahun yang lalu, untuk pertama kalinya saya mempunyai kesempatan berlibur ke luar negeri bersama suami saya. Negara yang kami pilih adalah Malaysia. Bagi saya dan mungkin sebagian besar orang Indonesia biasa menyebut Malaysia sebagai negeri Jiran, yang dalam bahasa Melayu artinya tetangga atau terdekat. Hal ini menjadi alasan utama menjadikan Malaysia sebagai negara pertama tujuan saya untuk berlibur ke luar negeri. Selain itu, rasa keinginan saya untuk melihat langsung menara kembar Petronas, menara kembar tertinggi di dunia, menjadi alasan berikutnya untuk berlibur ke negara ini. Hari keberangkatan kami pun tiba. Kami berangkat dari bandara Soekarno-Hatta menggunakan penerbangan sore tujuan Kuala Lumpur. Rasanya deg-deg'an pergi ke negeri orang untuk pertama kalinya. Dengan bermodalkan paspor dan referensi yang didapat dari internet berupa penginapan, transportasi, dan tujuan wisata di Malaysia serta handphone, kami memutuskan untuk pergi seperti layaknya backpacker tanpa pemandu wisata. [caption id="attachment_278566" align="aligncenter" width="300" caption="Menuju Negeri Jiran, Malaysia"][/caption] Setelah kurang lebih dua jam, pesawat pun mendarat di bandara Kuala Lumpur Malaysia dengan waktu menunjukkan satu jam lebih cepat dibandingkan Jakarta. Sesampainya di dalam bandara, kami langsung bergegas membeli kartu perdana setempat untuk mengaktifkan handphone karena alat komunikasi ini menjadi salah satu modal untuk mencari informasi kami selama di Malaysia dalam beberapa hari ke depan. Hal selanjutnya yang kami lakukan adalah mencari loket yang menjual tiket transportasi menuju hotel dengan harapan kami masih memiliki waktu lebih untuk mencari lokasi hotel yang sudah kami pesan sebelumnya. Setelah selesai mengurus keperluan di bandara, kami pun berjalan ke luar bandara dan dihadapkan dengan kondisi bandara yang cukup ramai orang. Saya pun langsung memperhatikan orang-orang di sekitar saya. Mulai dari yang berwajah melayu, oriental, sampai india ada disini dengan jumlah yang cukup mendominasi. Wahh! Kalau begitu sepertinya Malaysia kaya akan budayanya. Ini membuat saya tidak sabar ingin mengetahui lebih lanjut tentang negeri jiran ini. Selama perjalanan menuju hotel, banyak poster himbauan yang ditempel di tempat-tempat umum. Uniknya gambar pada poster-poster tersebut sebagian besar menampilkan wajah dari ketiga komunitas penduduk yang ada disini, diantaranya Melayu, China, dan India secara bersama-sama. Dalam pikiran saya, mungkin cara ini bisa menyatukan komunitas yang ada dengan budaya mereka yang berbeda-beda sehingga keanekaragaman budaya tetap terjaga dengan tidak menjadi penghalang bagi mereka untuk dapat tetap hidup berdampingan satu dengan yang lain. Kurang lebih satu jam, kami pun sampai di stasiun dekat lokasi hotel. Kami memutuskan untuk berjalan kaki menuju hotel karena jarak stasiun dengan hotel tidak begitu jauh sambil melihat-lihat kota Kuala Lumpur dari dekat. Kami pun melewati jalan yang penuh penjual berbagai macam barang di kanan kirinya dengan komunitas orang China. Yaa.. Kami baru ingat kalau hotel yang kami pesan berlokasi di Chinatown. Seakan-akan tahu kami pendatang dari Indonesia, mereka mencoba menawarkan barang dagangannya menggunakan bahasa Indonesia. Memang tidak biasa gaya bahasa yang mereka serukan, tetapi hal ini tidak membuat kami risih karena mereka melakukannya dengan ramah, sopan, dan tetap berusaha dengan gaya bahasanya untuk menyapa kami. Alangkah senangnya kami sebagai pendatang diperlakukan seperti itu. Tidak lama kemudian sampailah kami di hotel tempat kami menginap selama di sini. Kami memutuskan untuk langsung istirahat dan membahas kegiatan kami esok harinya. LRT (Light Rail Transit) merupakan alat transportasi yang akan banyak kami gunakan untuk mengelilingi kota Kuala Lumpur dan sekitarnya. Selain banyak jumlahnya yang membuat kami tidak terlalu lama menunggu, alat transportasi ini juga nyaman dan sepertinya menjadi alat transportasi utama yang digunakan warga Malaysia selain bus dan taksi dibandingkan kendaraan pribadi. Karena jika kami perhatikan, walaupun penduduknya banyak, jarang warganya yang menggunakan kendaraan pribadi sehingga kota ini jauh dari kemacetan dan asap kendaraan. [caption id="attachment_278723" align="aligncenter" width="300" caption="LRT (Light Rail Transit)"]




Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI