Mohon tunggu...
Abahna Gibran
Abahna Gibran Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis dan Pembaca

Ingin terus menulis sampai tak mampu lagi menulis (Mahbub Djunaedi Quotes)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Lelaki yang Selalu Mengeluh

8 September 2018   21:32 Diperbarui: 8 September 2018   21:58 633
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: wartakota.tribunnews.com)

Tengah Bi Unah terengah-engah, diam-diam Kang Jaka pergi meninggalkan janda tua itu. Tapi tidak cukup sampai di situ saja ternyata urusannya. Bi Unah merasa tersinggung dengan omongan Kang Jaka. Karena setelah peristiwa itu, setiap Kang Jaka hendak ke kebun, dan kebetulan bertemu dengan Bi Unah, janda tua itu tak pernah lagi mau bertegur-sapa. Wajahnya selalu ditekuk dengan bibir cemberut. Sekalipun Kang Jaka mencoba untuk berbaikan lagi, Bi Unah sama sekali sepertinya tak mau menanggapi.

 Keluhan Kang Jaka yang lumayan menghebohkan, adalah saat pemilihan ketua RT beberapa tahun lalu. Kebetulan calonnya hanya ada dua orang. Salah satunya Kang Jaka. Kepada warga di lingkungannya, dalam kampanyenya Kang Jaka selalu menyatakan niatnya maju menjadi kandidat ketua RT semata-mata untuk beribadah kepada sesama. Selain itu dirinya bertekad untuk memperbaiki segala kekurangan kinerja ketua RT yang akan diganti, karena memang beberapa bulan sebelumnya mati tertabrak kereta api, di kota saat pak RT menyeberangi rel ketika akan menjajakan dagangannya.

RT sebelumnya memang biasa mencari nafkah di kota. Hanya sesekali saja mudik ke kampungnya. Sehingga urusan warga pun banyak yang terbengkalai. Termasuk masalah keuangan kas RT yang tidak jelas catatannya. Oleh karena itu Kang Jaka akan lebih mengutamakan kepentingan warga daripada urusan keluarganya, kalau nanti terpilih jadi ketua RT. 

Sementara yang diungkapkan kepada istrinya di rumah, lain lagi alasan dirinya berniat maju mencalonkan diri menjadi ketua RT di lingkungannya itu. Insentif bulanan yang bakal diterima dari desa cukup lumayan untuk menambah uang belanja kebutuhan dapur. 

Selain itu apabila menandatangani surat pengantar pembuatan KTP, kartu keluarga, akta kelahiran, dan surat-surat penting lainnya yang biasa dibutuhkan warga, sudah tentu bakal mendapat imbalan. Paling tidak dari setiap warga menerima amplop berisi lembaran uang lima puluh ribu rupiah saja, bisa jadi merupakan anugrah yang tiada terhingga. 

Terlebih lagi kalau dibandingkan dengan kuli macul. Untuk mendapatkan uang yang jumlahnya sebesar itu, harus menguras tenaga dan meneteskan keringat sepanjang hari. Selain itu, harkat dan derajat keluarg pun akan naik seketika. Kita tidak bakal ada yang berani memanggil Kang Jaka dan Bi Oneng lagi. Tapi Pak RT dan Bu RT. Apa tidak menyenangkan?

Hanya saja niat untuk beribadah kepada sesama, dan mimpi untuk memperoleh penghasilan tambahan yang lumayan menjanjikan, serta meningkatnya harkat dan martabat, sirna sudah saat pemilihan usai dilaksanakan. Suara yang diperoleh Kang Jaka jauh berbeda banyaknya dari suara yang mendukung lawannya. 

Kang Jaka kalah telak memang. Dia hanya memperoleh lima suara. Sementara lawannya tercatat mendapatkan sebanyak 87 suara. Setelah jadi pecundang, Kang Jaka menjadi uring-uringan. Kepada setiap orang dikatakannya bahwa panitia pemilihan telah berbuat curang. Sedangkan lawannya dituding sudah melakukan politik uang.

"Demokrasi di negeri ini sudah tidak murni lagi. Sama sekali sudah tidak memperhatikan lagi calon yang memiliki kemampuan untuk bekerja. Pokoknya yang penting siapa yang memberi uang, maka dialah yang menjadi panutan. Begitu juga dengan panitia pemilihan, netralitas hanya ada di atas kertas. Keberpihakan begitu tampak jelas. Faktor kepentingan pribadi tetap saja membuat keadaan menjadi bias. Sehingga kalau masih juga tetap begini caranya, saya tak akan pernah lagi berniat untuk beribadat terhadap sesama," keluhnya.

Keluhan Kang Jaka bisa jadi didengar oleh setiap orang di kampungnya. Hanya saja setiap mendengarkan hal itu, hampir setiap orang pula tertawa di dalam hatinya.

Betapa tidak, sebelum tiba hari-H pemilihan istrinya yang sedang kuli menanam padi keceplosan bicara kepada teman-temannya. Kalau suaminya nanti terpilih menjadi ketua RT, maka dirinya tidak akan lagi menjadi kuli menanam padi. Bahkan keluarganya akan naik derajat, tidak serendah dari sebelumnya... ***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun