Baru saja bersiap-siap untuk memandikan anak bungsunya yang masih berusia sekitar sebelas bulan, tiba-tiba saja dari luar terdengar seseorang memanggilnya dengan suara keras, tapi bernada penuh kecemasan.
 Sambil membopong bayinya, Nyi (atau Nyai, bahasa Sunda, panggilan untuk seorang wanita muda) Kokom bergegas keluar.
Ternyata orang yang tadi memanggilnya adalah Ceu (atau Ceuceu, bahasa Sunda, panggilan untuk kakak, atau perempuan yang lebih tua) Irah, tetangga yang rumahnya terhalang lima rumah.Â
Tampak wajah Ceu Irah pucat-pasi, dan bibirnya bergetar seperti sedang menahan emosi. Sementara seorang anak usia lima tahunan, merintih-rintih di dalam dekapannya.
"Ada apa Ceu? Dan kenapa anaknya itu?" tanya Nyi Kokom keheranan.
Ceu Irah membalikkan tubuh anaknya, dan tampak jelas dahi anak itu terluka. Darah segar pun masih terlihat keluar.
"Tadi disambit dengan batu oleh Jang Iwan. Kalau tidak percaya, boleh tanya anak-anak teman bermainnya, " sahut Ceu Irah dengan ketus.
"Astaghfirullah... Lalu sekarang dimana anak sayanya?"
"Entah. Kata anak-anak, sehabis melempar anak saya langsung lari."
"Ya, sudahlah. Sebaiknya kita segera obati anaknya ke Puskesmas. Tapi tunggu sebentar, saya akan ganti pakaian dulu."