Mohon tunggu...
Adjat R. Sudradjat
Adjat R. Sudradjat Mohon Tunggu... Penulis - Panggil saya Kang Adjat saja

Meskipun sudah tidak muda, tapi semangat untuk terus berkarya dan memberi manfaat masih menyala dalam diri seorang tua

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Surat Terbuka untuk Mas Nadiem: Mereka Rindu Sekolah tapi Protokol Kesehatan Terpaksa Diabaikan

29 Juli 2020   19:43 Diperbarui: 29 Juli 2020   19:41 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Murid kelas 4 sebuah sekolah dasar (SD) sedang belajar kelompok tanpa protokol kesehatan (Dokpri)

Suatu hari, saat  berjalan-jalan di sekitar kampung kami, saya menemukan sekelompok anak-anak sedang berkumpul  di beranda sebuah rumah. Saat didekati, ternyata mereka murid kelas 4 sebuah sekolah dasar (SD) sedang belajar bersama di bawah bimbingan seorang guru.

Menurut Ibu Guru yang sedang mengajar anak-anak murid kelas 4 itu, pihak sekolah tidak diizinkan untuk melakukan kegiatan belajar dan mengajar (KBM) sebagaimana biasanya. Karena masalah pandemi Covid-19 yang sampai saat ini belum juga dapat dikendalikan.

Untuk alternatifnya, sebagaimana dianjurkan oleh pihak otoritas pendidikan di kabupaten, pihak sekolah terpaksa memilih solusi KBM tatap muka dengan cara belajar kelompok yang ditempatkan di rumah orang tua siswa yang kebetulan memiliki rumah cukup luas. 

Sementara alternatif lainnya, setiap kelas bisa menggunakan fasilitas umum, seperti mushola, atau majelis taklim.

Pokoknya asal setiap kelas dipisah berjauhan dengan kelas lainnya.

Hanya saja ketika ditanya soal protokol kesehatan bagi semua siswa yang kebetulan saat itu tampak duduk berdesakan, dan tak seorangpun mengenakan masker - kecuali Ibu Guru itu sendiri, Ibu Guru itu tampak mengangkat tangan. 

Dengan terus terang, Ibu Guru itu mengakui dirinya merasa serba salah.

Di satu sisi dirinya berulang kali meminta seluruh anak didiknya untuk mengenakan masker, tapi hanya satu-dua orang murid saja yang mematuhinya. Sementara yang lainnya mengaku tidak mempunyai penutup hidung dan mulut itu. Alasannya jangankan untuk membeli masker, untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari pun orang tuanya mengaku merasa kewalahan.

Sedangkan di sisi lain, pihak sekolah sendiri tidak menyediakan anggaran untuk pengadaan alat kesehatan yang dibutuhkan itu.

Sebagaimana halnya dengan perlengkapan kegiatan belajar dan mengajar secara pembelajaran jarak jauh (PJJ) - sebagaimana yang ditetapkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Makarim.

Untuk memiliki gawai, seperti hape android, atau smartphone, maupun laptop, merupakan suatu permasalahan yang sulit untuk dilakukan. Terlebih lagi dengan situasi ekonomi yang mencekik sulit akibat pandemi Covid-19, dan daya beli masyarakat di kampung itu yang masih rendah.

"Apa boleh buat, pertahanan terakhir kami hanyalah dengan berdoa, agar kami semua terhindar dari malapetaka virus Corona yang  belum juga mereda," kata Ibu Guru itu dengan nada penuh kepasrahan.

"Mereka begitu merindukan untuk bisa belajar Sebagaimana yang ditetapkan oleh Mendikbud, dan sesuai dengan prosedur protokol kesehatan. Tapi apalah daya..." keluhnya.

Memang hal itu bukan hanya terdengar dari mulut seorang Ibu Guru yang saya temui tadi siang saja memang. Hampir sebagian besar di Kabupaten Tasikmalaya, pengadaan fasilitas perlindungan dan antisipasi penyebaran virus, berupa masker, sabun cuci tangan, hingga air bersih, apalagi dengan yang disebut Reagen RTPCR,Viral transfer media, Rapid Diagnostic test, Nasal swab, maupun ventilator,bisa jadi merupakan masalah serius yang tampaknya sangat dilematis.

Alasan klasik karena pendapatan asli daerah (PAD)  yang minim, selalu saja mengemuka apabila perbincangan telah sampai pada masalah pengadaan fasilitas pendukung pendidikan sebagaimana yang saat ini sedang dihadapi.

Begitu juga dengan fasilitas KBM jarak jauh, sebagaimana tadi disebutkan, merupakan yang mustahil dapat dipenuhi. Kesenjangan sosial yang menganga lebar merupakan pokok masalah yang hingga saat ini belum ditemukan formula yang tepat untuk mengatasinya.

Sehingga dengan demikian, semua permasalahan yang saat ini dihadapi peserta didik maupun tenaga pendidik sendiri, khususnya di pelosok desa, kembali ke hulunya lagi. 

Siapa lagi kalau bukan pemerintah pusat, dan dalam hal ini pihak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) yang bertanggung jawab untuk mengatasinya.

Barangkali Mas Nadiem sendiri, sebagai nakhoda di bidang pendidikan di Indonesia saat ini, dituntut untuk berpikir ulang dengan problematika yang berkaitan dengan pembangunan sumber daya manusia yang unggul, dan mampu bersaing dengan bangsa-bangsa lain di dunia ini.

Sebab, Indonesia ini bukan hanya Jakarta dan sekitarnya saja. Melainkan di pelosok-pelosok lah yang membutuhkan perhatian khusus dibandingkan dengan perkotaan.***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun