Berpuluh tahun, rindumu kau paku di ujung azan Subuh
Di dada, iman telah melesap, detak jam tak lagi kau kenal
Cukuplah azan, awal penanda kembali dimulainya perjuanganKetika dingin masih betah bersarang di tulang sumsum
Dan kelopak mata masih enggan memandu terang
Kau gesit berselempang tujuan, mengukir masa depan
Di antara lampu-lampu yang telah terkantuk-kantuk
Kau tembus aroma sisa derasnya hujan semalam
Dan tanah, begitu kental memantulkan uap kehidupan
Di ujung aspal, dengus napasmu mulai mengeja arti pengorbanan
Sebab di depan, masih terbentang jauh kerikil dan bebatuan
Melukis tanjakan dan turunan yang masih congkak menganga Â
Engkau menggerung, memecah sepinya alam pedesaan
Menyapa burung-burung yang masih betah berkicau di sarang
Belum berpencar mematuk-matuk sisa biji-bijian
Sesampai di depan gerbang sekolah, senyummu mengembang
Sebab apa? Anak-anak bersahaja berhamburan dan berlarian
Menciumi telapak tanganmu, yang masih beraroma kasih sayang
Dan mereka berucap,"Selamat Hari Guru."
Hari ini dan di detik ini, netramu kembali berkaca-kaca
Dan kelopak mata masih enggan memandu terang
Kau gesit berselempang tujuan, mengukir masa depan
Kau tembus aroma sisa derasnya hujan semalam
Dan tanah, begitu kental memantulkan uap kehidupan
Sebab di depan, masih terbentang jauh kerikil dan bebatuan
Melukis tanjakan dan turunan yang masih congkak menganga Â
Menyapa burung-burung yang masih betah berkicau di sarang
Belum berpencar mematuk-matuk sisa biji-bijian
Sebab apa? Anak-anak bersahaja berhamburan dan berlarian
Menciumi telapak tanganmu, yang masih beraroma kasih sayang
Hari ini dan di detik ini, netramu kembali berkaca-kaca
* Untuk guru-guru super hebat di daerah pinggiran, tertinggal, terluar, dan terdepan. Salam takzim selalu.
by: Arif R. Saleh. 25.11.2021.
Â