Mohon tunggu...
ARIF ROHMAN SALEH
ARIF ROHMAN SALEH Mohon Tunggu... Guru - SSM

Menyenangi Kata Kesepian dan Gaduh

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kuntilanak Merah

7 Oktober 2021   20:48 Diperbarui: 7 Oktober 2021   21:50 2991
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: radarsukabumi.com

Ponimin dan Samuji tengah asyik menikmati singkong rebus hangat di pos ronda. Sajian istimewa kala malam semakin menghadirkan dingin dan sepi.

"Jam berapa, Sam?"

"Sebelas, Kang."

Samuji menyodorkan secangkir kopi hitam ke Ponimin.

"Bagaimana, Kang. Jadi malam ini cari wangsit jodoh di kuburan?"

"Iyalah."

"Lha terus apa segala sesuatunya sudah siap?"

"Jangan khawatir. Kemenyan, rokok kretek, dan kembang telon sudah kusiapkan."

"Berarti tinggal berangkat?"

"Ya."

Suasana hening. Samuji kembali menuang kopi hitam ke cangkir dan meneguk dengan tuntas. Kembali membasahi kerongkongannya.

***

Sayup-sayup terdengar lolongan anjing dari kejauhan. Entah dari arah mana. Angin malam mulai berulah, membuat kegaduhan bunyi dedaunan di ladang jagung sebelah utara pos ronda.

"Sudah jam setengah dua belas, Kang."

"Benarkah?"

"Benar. Kalau tidak percaya, ini lihat di hapeku."

Ponimin tidak menjawab. Bergegas berdiri dan mengambil bungkusan tas plastik warna hitam di samping kanannya.

"Ayo, berangkat!"

"Jadi ke Kuburan Kali Tengah atau Kuburan Jatian?"

"Kali Tengah. Di situ ada kuburan berlubang."

Samuji tiba-tiba bergidik. Terdiam sesaat.

"Kenapa, Sam?"

"Tidak apa-apa, Kang."

"Ingat! Jangan sampai ada rasa takut yang justru menghantuimu, paham!"

"Ya, Kang."

Ponimin dan Samuji meninggalkan pos ronda ke arah barat. Bergerak cepat menyeberangi jembatan bambu. Melewati jalan setapak tanpa sedikitpun penerangan. Sedang di kanan dan kiri jalan ditumbuhi rimbun semak belukar yang seakan-akan mengintai gerak keduanya.

***

Sampailah Ponimin dan Samuji di Kuburan Kali Tengah. Suara gemericik air sungai dan siulan daun-daun bambu menggubah lagu alam di malam Jum'at keramat.

"Kang."

"Apa?"

"Bau busuk bangkai."

Ponimin segera mengarahkan telunjuk tangan kanannya tegak lurus di bibir dingin Samuji. Lantas jongkok di depan gundukan kuburan berlubang. Bau busuk semakin menyengat.

Isi bungkusan di tas plastik satu-persatu dikeluarkannya. Sebatang rokok kretek disulut. Diletakkannya batang rokok pada batu batas pinggir kuburan berlubang. Lantas kemenyan dan kembang telon ditaburkan.

Seketika bau kemenyan dan wangi bunga menguar melingkupi area kuburan. Seiring mantra terucap dari Ponimin, suara cicak mulai ramai terdengar di kejauhan. Angin berderu. Pepohonan bergoyang cukup kencang.

Dari lubang kuburan muncul asap putih tipis. Meliuk dan membentuk sesosok bayang putih. Semakin jelas mewujud perempuan bergaun merah.

"Kuntilanak Merah!"

Ponimin bergumam tak bergeming. Sedikitpun. Sedangkan Samuji segera beringsut. Tepat di belakang Ponimin.

"Siapa namamu?" Tanya Ponimin.

Sosok perempuan bergaun merah hanya diam. Lantas kepalanya bergerak kaku ke kanan dan ke kiri.

"Siapa namamu?"

Sekali lagi Ponimin bertanya. Sosok itu masih diam dan hanya menggerakkan kepalanya ke kiri dan ke kanan. Ponimin segera berdiri.

"Ah, rupanya kau bermuka rata. Tak punya mata, mulut, dan hidung. Hanya sepasang telinga. Pantas tidak menjawab pertanyaanku!" Tegas Ponimin.

Samuji mulai gemetaran. Tanpa sengaja memegang tangan kanan Ponimin. Segara Ponimin mengibaskan tangan Samuji.

"Perutmu terlihat cukup membesar. Apa kau dihamili?"

Sosok perempuan itu tiba-tiba seakan tergugu. Tubuhnya terlihat mulai berguncang.

"Apakah kau pernah diperkosa hingga hamil dan bunuh diri?"

Hening lagi. Lolongan anjing-anjing malam mulai ramai terdengar. Burung-burung malam terbang semburat. Cicakpun bersahutan memecah malam keramat.

Tiba-tiba sosok perempuan mendekatkan wajahnya ke wajah Ponimin. Tak kalah garang, Ponimin menatap tajam perempuan Kuntilanak Merah.

Sosok perempuan lenyap, tergantikan asap putih yang bergerak cepat menelusup ke tubuh Ponimin.

***

Tubuh Ponimin terhentak dan berguncang. Samuji segera mundur tiga langkah. Perlahan Ponimin memutar tubuhnya, mengarah ke Samuji.

"Kang. Ingat, Kang!" Bergetar suara Samuji.

Ponimin terdiam dan hanya menatap tajam mata Samuji. Terlihat jelas wajah Ponimin putih memucat dan bola matanya menyala merah.

"Kang Samujiiii..." Lirih dan berat suara ke luar dari mulut Ponimin. Bukan suara asli Ponimin. Melainkan suara perempuan.

Tanpa berpikir panjang, Samuji segera mengambil langkah seribu. Tetapi terasa kakinya berat dan hanya seakan berlari tak jauh dari tubuh Ponimin.

Ponimin kembali bergerak perlahan, mendekati lubang kuburan. Kemudian kembali memutar melihat tajam ke arah Samuji.

"Kang! Ingattt! Ayo pulangggg!" Sekuat tenaga Samuji berteriak dari jarak agak jauh.

Ponimin terdiam dan menyeringai. Dari mulutnya ke luar taring panjang mengarah ke atas. Rambutnya memanjang sebatas betis. Persis rambut sosok Kuntilanak Merah.

Perlahan Ponimin masuk ke lubang kuburan dan menghilang.

Samuji hanya mampu membelalakkan mata dan bergegas kabur. Meninggalkan kuburan Kali Tengah dan Ponimin yang telah entah.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun