Mohon tunggu...
ARIF ROHMAN SALEH
ARIF ROHMAN SALEH Mohon Tunggu... Guru - SSM

Menyenangi Kata Kesepian dan Gaduh

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pembelajaran Pancasila Berbasis Aktivitas Siswa, Bagaimana Penerapannya?

2 Juni 2021   21:34 Diperbarui: 2 Juni 2021   21:38 592
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Pembelajaran Pancasila. Sumber: Screenshot/bpip.go.id

Masih ingat dan betapa otak merekam begitu terang benderang pengalaman belajar. Menghafal 36 Butir-butir Pancasila sewaktu duduk di bangku SD (Sekolah Dasar) dahulu. Harus runtut, lengkap, dan utuh sesuai Buku Paket PMP sebagai induk acuan belajar. 

Alhasil, Pelajaran PMP (Pendidikan Moral Pancasila) termasuk salah satu momok yang ditakuti para siswa. Belum lagi sosok guru yang begitu mudah menjewer, mencubit, dan menarik rambut depan telinga (cambang) jika ada hafalan yang lupa.

Bagi yang pernah mengalami, tertawalah sepuasnya. Bernostalgia dengan jejak keruh proses belajar di zaman dahulu.

Dinamika Pancasila di Lembaga Pendidikan Formal

Nilai-nilai Pancasila lahir dari sejarah dan peradaban luhur bangsa. Digali dari sendi-sendi kehidupan dari masa nenek moyang hingga perjuangan bangsa Indonesia untuk mencapai kemerdekaan.

Pada masa Orde Baru, Pancasila dibelajarkan kepada siswa lewat mata pelajaran Pendidikan Moral Pancasila (PMP). Semua jenjang pendidikan mulai dari SD, SLTP/Sederajat, SLTA/Sederajat wajib mendapatkan mata pelajaran ini.

Dikutip dari wikipedia.id, PMP adalah sebuah mata pelajaran wajib dan salah satu dasar pembentukan landasan ideologis dan moral rakyat pada masa Orde Baru (Orba). Secara umum, PMP berisi materi pembelajaran tentang Pancasila dan UUD 1945, serta sedikit tentang sejarah bangsa Indonesia.

Pada masa Reformasi, PMP diganti menjadi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKN). Kemudian menjadi Pendidikan Kewarganegaraan (PKN) hingga ke PPKn.

Pembelajaran Pancasila, dari Text Book hingga Buku Guru 

PMP tahun 1984 berisi materi dan pengalaman belajar mengenai P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila) yang mengajarkan pelajaran moral berdasar Pancasila. Jadi, nilai-nilai yang terkandung dalam PMP berdasarkan pada Pancasila yang dijadikan acuan tunggal.

PPKn tahun 2013 mempunyai ruang lingkup materi yang bersumber pada 4 Pilar Kebangsaan  (UUD 1945, Pancasila, Bhineka Tunggal Ika, dan NKRI ). Nilai-nilai didapat dari 4 pilar kebangsaan tersebut.

Adanya hafalan 36 Butir-butir Pancasila (Sekarang menjadi 45 Butir) pada mata pelajaran PMP menandakan bahwa model pembelajaran masih text book dan teacher oriented.

Guru PMP memberikan tugas kepada siswa untuk wajib hafal 36 Butir-butir Pancasila sesuai buku pelajaran induk. Jika ada siswa yang belum hafal baik sebagian maupun seluruhnya, wajib mengulang sampai hafal.

Sanksi fisik seperti dijewer, dicubit, dan bahkan ditarik rambut depan telinga (cambang) siap diterima siswa jika belum hafal seluruhnya. Inilah momok hingga siswa terkadang memutuskan bolos sekolah jika belum hafal sesuai perintah guru.

Model Pembelajaran Pancasila Setelah Menjadi Mata Pelajaran PPKn   

Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) dirancang untuk menghasilkan siswa yang memiliki keimanan dan akhlak mulia. Rancangan ideal sebagai suatu proses dan output.

Di dalam Buku Guru, pembelajaran Pancasila diharapkan menerapkan model berbasis aktivitas. Harapannya, pembelajaran Pancasila dapat dilakukan dengan menggali dan menganalisis fenomena aktual yang ada di lingkungan siswa.

Siswa diajak mengamati dan menganalisis nilai-nilai Pancasila lewat berbagai sumber belajar, dan mencari solusi terhadap permasalahan penyimpangan nilai-nilai Pancasila. Terpenting dapat menemukan solusi dan mampu mengawal perbedaan menjadi satu keutuhan aktivitas dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang dilandasi nilai-nilai Pancasila.

Penerapan Pembelajaran Pancasila Berbasis Aktivitas Siswa

Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan terus berupaya menata dan mengarahkan pembelajaran berbasis aktivitas siswa. Program guru penggerak dan sekolah penggerak yang sedang berproses diharapkan mampu mewujudkan PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan).

Dukungan sarana dan kompetensi guru sebagai prasyarat mampu melayani kebutuhan belajar siswa. Guru sebagai "Sutradara" bukan lagi berpegang pada CBSH (Catat Buku Sampai Habis) tetapi harus mampu mengolah berbagai sumber belajar sebagai media untuk menghayati dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila secara nyata.

Sumber belajar buku, bacaan dan rekaman digital dan non digital, juga lingkungan seharusnya mampu dieksplorasi untuk menemukan nilai-nilai luhur hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sebagai bangsa merdeka. Menjunjung tinggi nilai-nilai Ketuhanan, Peri Kemanusiaan, dan Keadilan Sosial.

Guru sebagai sutradara harus mampu merancang, menerapkan, dan mengevaluasi skenario pembelajaran yang melibatkan kemampuan fisik dan psikis siswa secara logis, faktual, dan utuh.  

Kuasai teknologi digital untuk lebih mudah mengakses informasi yang dibutuhkan dalam pembelajaran Pancaila berbasis aktivitas siswa. Munculkan kemampuan individu siswa untuk dapat berkolaborasi melihat,  membaca, menonton, menemukan, dan mengkreasikan data maupun fakta untuk memperkuat 4 Pilar Kebangsaan.

Berita dan konten hoax perlu dihadirkan untuk didiskusikan kebenaran, antisipatif, dan bijak menyikapi dalam forum kelas terbuka. Apa, siapa, mengapa, dan bagaimana nilai-nilai agama perlu diamalkan sebagai pondasi kemaslahatan. Bukan mengarah pada sektarian dan gerakan radikal yang hanya membenarkan dan mengagungkan kepentingan kelompok tertentu hingga membahayakan keutuhan dan kesatuan bangsa.

Ketimpangan dan rekam jejak disintegrasi bangsa menarik untuk dipelajari lewat berbagai sumber belajar. Rancang dan implementasikan pembelajaran yang mampu menampilkan karakter yang mencerminkan penghayatan, pengamalan nilai dan moral Pancasila secara personal dan sosial.

Tanamkan rasa bangga sebagai suatu bangsa dan memupuk cinta tanah air lewat tayangan film dokumenter, kunjungan museum dan situs sejarah, hingga pembuatan video pendek sejarah lokal.

Ajak siswa berwisata dan berderma ke panti asuhan, panti jompo, daerah terdampak bencana  untuk memupuk dan mengamalkan rasa kemanusian. Dokumentasikan, diskusikan, dan pamerkan  hasilnya tentu lebih bermakna bagi siswa dan semua pihak yang berkepentingan.

Bagaimana? Guru milenial harus kompeten melayani dan memfasilitasi sesuai tuntutan profesi dan dinamika zaman. Jadikan ruang kelas sebagai surga bukan penjara. Tinggalkan model CBSH dan adagium "yang penting ngajar". Semoga.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun