Video penggerebekan pesta gay yang beredar luas di media sosial beberapa hari terakhir sempat menggemparkan publik. Video itu menunjukkan adanya puluhan pria yang berada di dalam satu ruangan dengan kondisi tanpa busana. Mereka telanjang bulat di dalam kamar penginapan, yang dinarasikan tengah mengadakan pesta gay bertajuk 'The Big Star'. Modus yang digunakan panitia adalah 'family gathering'. Dari sejumlah pemberitaan yang ada, pesta gay ini disebut terjadi di kawasan Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Penggerebekan dilakukan pada Minggu (22/6/2025) lalu. Dari 75 orang yang diamankan, hanya satu orang wanitanya. Sisanya, adalah laki-laki dengan orientasi seksual menyimpang.
Kasat Reskrim Polres Bogor, AKP Teguh Kumara menerangkan, ke 75 orang yang diamankan saat pesta gay itu berasal dari daerah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek). Dikutip dari Tribunnews.com, barang bukti yang diamankan dari lokasi berupa empat bungkus kondom baru belum terpakai, dan satu bilah pedang yang dijadikan alat pertunjukan seni. Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor lalu melakukan screening HIV terhadap peserta pesta sesama jenis ini. Dari hasil screening itu, didapati bahwa diantara pelaku pesta gay ini ada yang mengidap penyakit menular. Namun, Dinkes Kabupaten Bogor tidak merilis informasinya, karena menyangkut data pribadi para pelaku.
"Dari 74 orang yang diperiksa, sebahagian ada yang reaktif HIV, ada yang reaktif sifilis, dan ada yang non reaktif keduanya," kata Kepala Dinkes Kabupaten Bogor, dr Fusia Meidiawaty, Selasa (24/6/2025) dikutip dari Tribun Jakarta. Bagi pelaku yang reaktif HIV dan sifilis serta tinggal di Bogor, maka penanganannya akan dilakukan oleh puskesmas Bogor. Sedangkan yang berasal dari luar Kabupaten Bogor, penanganannya diserahkan ke wilayah asal dari pada pelaku tersebut. Sejak video pesta gay ini beredar, tak sedikit kecaman yang muncul. Warganet bahkan melontarkan komentar-komentar yang cukup mengerikan.
Ada netizen yang meminta agar pelaku gay ini dikebiri saja. Bahkan, ada juga yang meminta agar pelaku gay ini dirajam sampai mati. Terlepas dari hal tersebut, masyarakat Indonesia tidak bisa main hakim sendiri. Sebab, setiap orang pada dasarnya dilindungi oleh Undang-undang. Tiap orang memiliki hak dan kebebasan yang sama seperti masyarakat pada umumnya. Namun, meski memiliki hak dan kebebasan yang sama, bukan berarti setiap pelaku gay bisa melakukan tindakan seksual terhadap orang lain semaunya sendiri. Inilah yang kemudian menjadi dilematis di tengah kalangan masyarakat. Di satu sisi, ada perilaku menyimpang yang mesti diwaspadai. Di sisi lain, mereka ini juga masyarakat biasa yang punya hak dan kebebasan yang sama.
Tidak Dipidana
Secara spesifik, pelaku gay atau homo tidak bisa dipidana secara langsung. Mereka baru bisa dipidana jika melakukan pelanggaran seperti Pasal 292 KUHPidana, atau Pasal 414 ayat (1) KUHPidana.
Pasal 292 KUHPidana menyebutkan, "orang dewasa yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang belum dewasa dari jenis kelamin yang sama, sedang diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya belum dewasa diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun". Dari pasal tersebut dapat dilihat, bahwa pelaku gay baru bisa dipidana jika korbannya belum dewasa (belum mencapai 21 tahun). Namun, jika korbannya sudah dewasa, pelaku gay bisa dijerat pidana sebagaimana Pasal 414 ayat (1) KUHPidana.
Pasal 414 ayat (1) berbunyi; "Setiap orang yang melakukan perbuatan cabul terhadap orang lain yang berbeda atau sama jenis kelaminnya:
- di depan umum, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori III;
- secara paksa dengan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun; atau
- yang dipublikasikan sebagai muatan Pornografi, dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun
Melihat dari pasal tersebut di atas, pelaku gay yang sama-sama sudah dewasa tidak bisa dijerat pidana. Pidana baru berlaku jika pelaku gay adalah orang dewasa dan mencabuli anak di bawah umur. Kemudian pelaku gay bisa dipidana jika korbannya orang dewasa yang dilakukan dengan cara paksaan. Lantas, perlukah kita mendorong pemerintah untuk menerapkan aturan soal pidana terhadap pelaku gay? Soal ini, tentu perlu kajian mendalam. Sebab, masalah hukum ini bisa bertabrakan dengan hak azasi manusia (HAM). Di satu sisi, undang-undang melindungi hak dan kebebasan warganya. Di sisi lain, ada kekhawatiran bahwa pemakluman yang diberikan selama ini kerap kali dijadikan peluang bagi pelaku gay untuk melakukan perbuatan menyimpang. Padahal, Ketua Komnas HAM periode 2017-2022 Ahmad Taufan Damanik pernah menegaskan, orientasi seksual adalah hak asasi seseorang. "Namun, jangan melakukan tindakan seksual yang merugikan orang lain," katanya, seperti dikutip dari komnasham.go.id.
Penyebaran Penyakit
Perilaku gay, khususnya bagi mereka yang kerap melakukan hubungan sesama jenis bisa memicu penyebaran infeksi menular seksual (IMS). Bukan cuma pelaku gay saja, tapi juga pelaku biseksual lainnya. Ada kerentanan penyakit menular seksual ini bisa menyebar kepada orang lain. Penyebaran IMS ini bukan hanya saat berhubungan saja. Bahkan, tanpa penetrasi pun bisa menyebar. Misalnya melalui alat sehari-hari yang tak sengaja digunakan, atau bersentuhan kulit dengan penderita. Bersentuhan kulit yang dimaksud ketika orang yang sehat tidak sengaja menyentuh kulit yang terluka dari penderita IMS. Karenanya, banyak pihak yang mengecam perilaku gay maupun biseksual ini, karena semata-mata khawatir dengan penyebaran IMS tersebut.
Lalu, apa saja sih penyakit yang berisiko timbul akibat perilaku seksual sesama jenis, khususnya karena risiko IMS ini?
HIV/AIDS
Virus HIV sangat berbahaya dan dapat menyebabkan AIDS yang mengancam jiwa. Pria gay dan biseksual memiliki risiko tertular HIV hingga 17 kali lebih tinggi dibanding pria heteroseksual, terutama jika berganti-ganti pasangan dan tidak menggunakan perlindungan.
Sifilis
Penyakit menular seksual yang disebabkan bakteri Treponema pallidum. Gejalanya meliputi luka pada alat kelamin, ruam kulit, demam, dan dapat menyebabkan komplikasi serius jika tidak diobati. LGBT memiliki proporsi kasus sifilis yang tinggi dan seringkali juga terinfeksi HIV bersamaan.
Gonore (Kencing Nanah)
Infeksi bakteri Neisseria gonorrhoeae yang menular melalui kontak seksual, dapat menyerang alat kelamin, anus, dan tenggorokan. Risiko tinggi terjadi pada pria yang melakukan seks anal dan oral tanpa pengaman.
Herpes Genital
Disebabkan virus herpes simplex (HSV), menimbulkan luka dan lepuhan di area genital dan sekitar mulut. Virus ini mudah menular melalui kontak kulit ke kulit saat aktivitas seksual.
Infeksi Human Papilloma Virus (HPV)
HPV dapat menyebabkan kutil kelamin dan meningkatkan risiko kanker anus, yang prevalensinya lebih tinggi pada pria gay dan biseksual dibanding pria heteroseksual.
Lymphogranuloma Venereum (LGV)
Infeksi bakteri yang menyerang kelenjar getah bening dan jaringan di sekitar alat kelamin dan anus, sering terjadi pada pria yang berhubungan seks dengan pria (LSL).
Infeksi Anus dan Saluran Pencernaan
Karena aktivitas seks anal, risiko infeksi bakteri dan parasit di anus meningkat, termasuk amoebiasis, tifus, dan infeksi parasit usus lainnya.
Hepatitis B dan C
Virus hepatitis dapat menular melalui kontak darah dan cairan tubuh saat hubungan seksual, termasuk hubungan sesama jenis.
Kutil Dubur (Kondiloma Akuminata)
Disebabkan oleh HPV, kutil ini tumbuh di sekitar atau dalam anus, menimbulkan ketidaknyamanan dan risiko komplikasi.
Gay Bowel Syndrome
Kondisi infeksi dan peradangan pada saluran pencernaan yang terkait dengan perilaku seksual tertentu pada pria gay
Sanksi Sosial
Melihat dampak yang begitu serius terhadap perilaku menyimpang ini, pertanyaannya, perlu kah ada sanksi sosial bagi pelaku gay yang melakukan hubungan sejenis? Pertanyaan ini tentu akan menimbulkan perdebatan panjang di kalangan masyarakat. Bagi aktivis HAM, sanksi sosial ini akan ditolak karena bisa memicu tindak persekusi terhadap kelompok minoritas. Tapi di sisi lain, muncul kekhawatiran bahwa pelaku gay ini bak virus yang bisa menularkan penyakit ke siapa saja. Dalam perspektif agama, tentu orang-orang semacam ini akan ditentang. Bahkan hukumannya akan sangat tegas. Agama Islam misalnya, menyebut bahwa orang-orang dengan perilaku menyimpang seperti ini bisa dijatuhi hukuman rajam atau hukuman mati. Mereka dirajam dengan cara dilempari batu hingga mati.
Karenanya, menurut hemat penulis, perlu dicarikan solusi terhadap masalah yang begitu serius ini. Jika pun harus dijatuhi hukuman sosial, hukuman seperti apa yang layak diberikan kepada pelaku gay yang nekat berhubungan sesama jenis ini. Apakah wajahnya dipampang dan disebarkan di media sosial? Atau justru di arak keliling kampung? Atau, perlukah mereka dicambuk saja? Sanksi sosial ini juga punya risiko masing-masing. Jika pelakunya adalah orang yang sudah memiliki istri atau anak, tentu sanksi sosial dipermalukan seperti ini akan berdampak pada istri dan anaknya yang tidak bersalah. Namun, jika tidak diberikan sanksi, ada kekhawatiran mereka ini akan melakukan tindakan yang sama dan terus berulang.
Menurut hemat penulis, pihak terkait harus melakukan pendataan terhadap mereka yang tertangkap melakukan hubungan sesama jenis ini. Data mereka harus didokumentasikan dengan baik, lalu diserahkan pada pihak keluarga. Data ini penting untuk melihat kemungkinan penyebaran penyakit yang bisa saja ditularkan oleh pelaku gay atau pelaku biseksual ini ke orang sekitar. Keluarga si pelaku gay, harus tahu bagaimana tindakan pelaku di luar sana. Sehingga keluarganya bisa ikut serta mengawasi pelaku gay ini. Jangan sampai pelaku gay ini justru memakan korban di lingkungannya. Setidak-tidaknya, jangan sampai pelaku gay yang merupakan predator seksual itu justru 'memangsa' orang terdekatnya. Karena itu, keluarga si pelaku gay juga harus diajak melakukan pengawasan bersama. Harapannya, agar ada pencegahan bersama yang dilakukan mulai dari lingkaran keluarga.
Namun, jika langkah ini tak juga bisa membendung tindakan menyimpang pelaku gay atau biseksual itu, lantas apakah mereka-mereka ini memang patut dirajam saja?.(anarcho)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI