Saya sebenarnya tidak terlalu terkejut ketika membaca berita berjudul "Demokrat Moeldoko Akan Polisikan AHY Terkait Pemalsuan" yang dilansir oleh cnnindonesia.com. Isi beritanya tentang rencana Partai Demokrat versi KLB yang dipimpin Moeldoko untuk melaporkan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) ke kepolisian.
Alasannya adalah karena AHY dianggap telah melanggar hukum, khusususnya mengenai pengubahan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Partai Demokrat. Â
"Kami juga akan melapor AHY memalsukan akta AD/ART 2020, khususnya mengubah mukadimah dari pendirian partai. Tidak boleh. Pasal boleh berubah, tapi mukadimah tidak boleh berubah," kata Sekretaris Jenderal Partai Demokrat versi KLB, Jhoni Allen Marbun dalam jumpa pers di Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (11/3).
Mengapa saya tidak heran? Saya memang menebak riuh kisruh Demokrat ini cepat atau lambat memang akan berlanjut ke babak ini. Kedua belah pihak akan saling mencari celah, sekecil apapun untuk memperlihatkan kekuatan legalitas yang dimiliki.
Kubu AHY akan tetap bersikukuh bahwa KLB Sibolangit itu memang abal-abal, dan pihak Demokrat Moeldoko akan terus berpijak bahwa kepengurusan AHY cacat dari beberapa keputusannya dan sekarang soal merubah AD/ART Partai Demokrat. AD/ART 2020 cacat, dengan demikian harapannya pasti adalah menganulir kepengurusan AHY.
Lalu apa yang akan terjadi selanjutnya? Saya pikir pertanyaan yang lebih menarik adalah apa yang akan terjadi di panggung belakang kekisruhan ini?
Bagi saya, di politik tidak dipungkiri lagi bahwa ini bukan soal hitam putih, atau ibarat pertarungan tinju di atas ring yang dapat dilihat kasat mata, tetapi pasti ada sesuatu di balik ini. Sehingga pertanyaannya adalah apa lobi politik yang terjadi di balik panggung ini?
Ini menarik. Jika bicara kepentingan partai, maka paling dekat adalah panggung 2024, tiga tahun lagi. Partai hadir untuk kekuasaan dan tidak bisa berkompetisi di atas panggung 2024 adalah kegagalan terbesar.
Inilah yang membuat laga ini harus segera usai, jika tidak kubu AHY ataupun kubu Moeldoko tidak mau dirugikan. Persoalannya, belum tentu juga kekisruhan ini akan cepat usai, dugaan saya akan ada tarik ulur, sembari negosiasi di panggung belakang dilakukan.
Meskipun di atas kertas, kubu AHY dapat diunggulkan, tapi keributan ini jika berlanjut ke peradilan, bisa membuat status Demokrat terombang-ambing dan gagal ikut pemilu nantinya.Â
Oleh karena itu, dugaan saya, jalan tengah akan diambil, kedua belah pihak bisa saja bertemu di panggung belakang dan mencari jalan tengah.
Demi kebaikan partai ini bisa saja terjadi. Bukankah ini terlihat tidak mungkin? Di politik, apa saja bisa terjadi. Misalnya, mencontoh kisruh di Golkar, meski tidak serupa, tapi kubu Aburizal Bakrie, JK dan Agung Gumelar bisa dikatakan dapat akur dengan Airlangga Hartarto sebagai Ketumnya.
Artinya apa, kemungkinan akan ada jalan tengah yang diambil. Meski mungkin harus ada yang dikorbankan. Cara kubu Moeldoko juga sejak lama menyiratkan bahwa kemungkinan itu bisa terjadi dengan isu-isu yang dimainkan.
Perhatikan saja, SBY dianggap bukan pendiri dan AHY dianggap tidak pantas menjadi Ketum, tapi nama Ibas disebut-sebut sebagai orang yang lebih layak.Â
Ada yang menyebutnya sebagai politik adu domba, tapi bisa dilihat sebagai sinyal bahwa ada jalan tengah yang disodorkan dan bisa diambil kedua belah pihak, untuk kebaikan partai Demokrat.
Apakah ini berarti SBY dan AHY akan dikorbankan dalam negosiasi ini? Saya tidak bisa mengatakan iya, tapi bisa jadi SBY akan mengambil langkah lebih lembut, demi kebaikan Demokrat nantinya, meski harganya adalah berbagi kekuasaan di Demokrat bersama kubu Moeldoko.
Nampaknya tidak mungkin saat ini, hanya sekali lagi, di politik apa saja terjadi. Kegaduhan, konflik hari ini yang memisahkan, bisa saja berubah menjadi pertemuan, akur dan harmonis di masa depan. Nikmati dan begitu saja.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI