Mohon tunggu...
Arnold Adoe
Arnold Adoe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Kayu Setengah Hati

Menikmati Bola, Politik dan Sesekali Wisata

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Dua Paradigma Penghambat Pertemuan Jokowi dan Prabowo

6 Juni 2019   06:42 Diperbarui: 6 Juni 2019   18:00 551
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jokowi dan Prabowo I Gambar : Kompas.com

Harapan agar pertemuan, rekonsiliasi atau silaturahmi antara Jokowi dan Prabowo di hari Idulfitri kemarin tinggal harapan. Kedua kontestan pilpres tersebut kemarin sibuk dengan kegiatannya masing-masing dan tidak dapat bertemu.

Jokowi sesudah shalat ied di Masjid Istiqlal dan seperti biasa melanjutkan dengan menggelar open house di Istana Negara, sedangkan Prabowo lebih memilih untuk mengunjungi tokoh-tokoh senior sesudah salat id di Hambalang.

Apa yang membuat pertemuan antara Jokowi dan Prabowo tersebut urung terjadi? Ketika melakukan takziah ke Cikeas, Prabowo yang ditanya wartawan soal rekonsiliasi hanya berkata singkat bahwa ini hanyalah soal waktu, menunggu waktu yang tepat. Tidak dijelaskan lebih jauh oleh Prabowo waktu yang tepat itu seperti apa.

Berbagai opini dan asumsi kian berkembang, mengerucut kepada adanya perbedaan paradigma dari kedua kubu ini. Paradigma apa yang dimaksud? Paling tidak ada dua paradigma yang dapat diketengahkan. 

Pertama, paradigma soal kapan "pertandingan" bernama kontestasi pilpres ini betul-betul berakhir.

Nampaknya, kubu Jokowi melihat kontestasi ini sebenarnya sudah benar-benar berakhir pada 22 Mei lalu, yaitu pada saat KPU membeberkan pengumuman resmi siapa yang menjadi pemenang berdasarkan rekapitulasi suara. 

Sedangkan, di pihak kubu Prabowo larut dalam pemikiran bahwa pertandingan sejatinya benar-benar belum selesai. Bagi mereka, masih ada perjuangan yang harus dilakukan di dalam babak tambahan, yakni dengan mengajukan gugatan di Mahkamah Konstitusi (MK).

Hal inilah yang membuat belum ada yang sepenuhnya merasa diri menjadi pemenang karena belum diberikan selamat oleh yang kalah dan sebaliknya belum ada yang mengaku kalah karena merasa masih ada babak perpanjangan waktu. Untuk apa bertemu? Untuk apa saling memberi selamat? Pertandingan belum selesai!

Kedua, paradigma tentang makna dari rekonsiliasi itu sendiri.

Kubu Jokowi berulang kali mengatakan bahwa rekonsiliasi itu adalah sebuah simbol, suatu kultur yang baik ketika dua kelompok selesai melakukan kompetisi. Saling mengucapkan selamat karena sudah menjadi kompetitor atau pesaing yang baik dalam pertandingan. Oleh karena itu, tak ada salahnya berbincang ringan sambil minum kopi bersama dalam satu meja yang sama.

Akan tetapi, sebaliknya bagi kubu Prabowo nampaknya menganggap bahwa rekonsiliasi adalah sesuatu yang amat formal bukan sekedar simbolik sesederhana minum kopi, bahkan dianggap sebagai sebuah pertemuan politik tingkat tinggi yang sarat dengan pembagian kekuasaan. Power sharing.

Di dalam politik yang cair hal itu sebenarnya biasa dan bisa saja terjadi. Persoalannya adalah kubu Prabowo tidak mau melihat rekonsiliasi adalah simbol pengakuan kekalahan dan masih ingin mencitrakan diri sebagai oposisi yang punya harga diri yang terus berhasrat menjadi penyeimbang bagi pemerintahan ke depan.

Perbedaan-perbedaan paradigma ini harus diakui semakin tajam ketika ada aksi demonstrasi dan aksi rusuh yang terjadi pada 22 Mei yang lalu. Opini-opini yang menguatkan pandangan-pandangan ini terus bergulir dengan amat cepat, dalam berbagai dialog di media televisi atau sosial media.

Akibatnya, harapan baik dari rakyat Indonesia agar Jokowi dan Prabowo dapat segera bertemu di momentum Ramadhan kali ini urung terjadi.

Dari diskusi dan dialog yang berkembang yang menguatkan paradigma-paradigma di atas, nampaknya jika bicara waktu, kedua pemimpin baru akan bertemu sesudah keputusan MK pada akhir Juni mendatang.

Kita tentu saja berharap, apapun keputusannya nanti, kapanpun pertemuan atau rekonsiliasi itu dilaksanakan, kehidupan berbangsa dan bernegara kita dapat kembali sejuk dan teduh, sehingga persatuan dan kesatuan anak-anak bangsa dapat terjalin kembali.

Salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun