Mohon tunggu...
Arnold Adoe
Arnold Adoe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Kayu Setengah Hati

Menikmati Bola, Politik dan Sesekali Wisata

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Mengusik Nostalgia dengan Menyisir Pantai Nemberala-Mboa di Pulau Rote

21 Maret 2017   09:12 Diperbarui: 21 Maret 2017   20:01 1145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nemberala bersama bule Cewek/ Dok Pribadi

Setelah mobil diparkir, kurcaci-kurcaci kecil mulai berlompatan keluar menuju pasir putih Nemberala. Nemberala masih indah, pasir putihnya lebar dan panjang dengan beberapa pohon kelapa menjadi penghias yang sempurna. Walaupun tentu pasirnya tidak sedalam dahulu dan jumlah pohon kelapanya sudah berkurang. Semuanya karena pembangunan yang semakin pesat di sana.

Nemberala bersama bule Cewek/ Dok Pribadi
Nemberala bersama bule Cewek/ Dok Pribadi
Anak-anak kecil menjauh ketika ada perahu motor yang mulai merapat ke pantai. Seorang bule wanita turun dengan papan selancar yang panjang. Mata mereka ingin tahu dalam ketakutan mereka. “Mam, can you take a picture with us?” tanya saya langsung sambil berharap si bule bukanlah orang Perancia atau Rusia yang cuek dan tak paham bahasa Inggris. “Oh..Sure...” jawabnya ramah kental dengan aksen Inggris sambil tersenyum pada keponakan kecil.

Toto sa (saja)....” teriak anak-anak ini ketika saya mengajak mereka berfoto. Mereka masih malu dan cenderung takut. Tanpa mengurangi rasa hormat saya, saya pun berfoto dengan wanita  Inggris itu. “Thank you” ucap saya, sehabis berfoto dan wanita itu beranjak pergi sambil melambaikan tangannya ke anak-anak. Anak-anak pun kembali kesibukan mereka mengambil batu-batu laut menarik yang mereka temukan.

 “Ayo berpindah, masih ada yang bagus di sana” kata papa saya sambil menunjuk arah ke barat. Anak-anak walaupun kelihatan puas bermain di pasir taat untuk kembali masuk ke dalam mobil. Kami mulai bergerak.

Pantai di antara Nemberala Mbo'a/ Dok Pribadi
Pantai di antara Nemberala Mbo'a/ Dok Pribadi
Tempat yang dimaksudkan yaitu pantai M’boa. Pantai tepat di ujung Barat Pulau Rote yang menawarkan ombak yang sangat tinggi. Jika Nemberala masih banyak perahu yang tertambat baik yang mengantar penumpang ke Ndao ataupun mengantar peselancar ke titik tertinggi ombak berada, maka di Mboa ini tidak banyak perahu yang tertambat. Hampir tidak ada.

Alasannya mungkin karena di Mboa inilah ombak mencapai puncak tertingginya. Terlihat dari jauh Ombak itu menghantam batu karang tinggi di Mboa. Entah bagaimana menjelaskannya tetapi ombak itu terhempas sebelum sampai ke pantai.

Seperti ulangan di Nemberala, anak-anak kecil mulai berlarian bagaikan menyambut ombak. Beberapa kali mereka memamerkan batu-batu  berwarna yang tak kalah menariknya dengan yang ditemukan di Nemberala.

Nemberala, pantai cantik/ Dok Pribadi
Nemberala, pantai cantik/ Dok Pribadi
Di sudut batu karang besar tersembunyi pantai yang yang sangat indah. Air laut teduh kontras sekali dengan hempas gelombang yang besar di bagian yang lain.

“Dulu waktu kecil, saya sering mencari kayu hingga disini?” cerita bapatua (papa). “Kenapa son beli tanah disini bapa?” tanya kami dalam canda. “ Belum ada duit….” jawab papa sambil tersenyum. Papa hanyalah satu dari sedikit anak rote yang pada tahun 1950-an mau merantau ke kupang untuk bersekolah. Cerita tentang almarhumah oma (nenek) yang rela menjual ternak milik mereka hanya untuk dia bersekolah menemani kami kala menikmati keindahan Mbo’a.

Papa bukanlah dari keluarga kaya, namun orang tuanya sudah punya wawasan baik tentang pendidikan yang baik. Walaupun harus ke kupang dan meminta belas kasihan keluarga untuk “menampung” sementara selama bersekolah, papa tidak lah malu dan tidak Te’koa.

Pantai Mbo'a / Dok Pribadi
Pantai Mbo'a / Dok Pribadi
Te’koa. Sebuah kata Rote yang berarti haus pujian. Banyak keluarga dari Rote jaman itu dan mungkin jaman sekarang terjebak dengan Te’koa. Mereka lebih memilih anaknya tidak bersekolah daripada harus merasa malu karena sang anak harus merantau dan memohon belas kasihan orang lain saat merantau.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun