Mohon tunggu...
Arnold Mamesah
Arnold Mamesah Mohon Tunggu... Konsultan - Infrastructure and Economic Intelligent - Urbanomics - Intelconomix

Infrastructure and Economic Intelligent - Urbanomic - Intelconomix

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

UU Cipta Kerja Panacea Resesi

15 Oktober 2020   23:18 Diperbarui: 3 Agustus 2021   13:19 533
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
UU CK dan Resesi - Arnold Mamesah MA

Fenomena dalam Resesi Global

Resesi menjadi buah dari Pandemi COVID-19 yang menimpa hampir seluruh perekonomian negara berbagai penjuru dunia. Dalam kondisi resesi dengan penurunan pertumbuhan mucul fenomena lain yang berdampak pada penyusutan perekonomian (shrinking) yaitu spiral deflasi yang secara sederhana dapat dipahami sebagai lawan dari inflasi atau kenaikan harga. Jika kenaikan harga atau inflasi selalu bermakna negatif; kondisi sebaliknya disinflasi atau penurunan harga selayaknya disambut dengan gembira. Apa yang terjadi jika penurunan harga tersebut terus berlanjut dalam waktu panjang atau disebut spiral deflasi ?

Gambaran siklus deflasi diberikan pada Peraga-1.

Spiral Deflasi - Arnold Mamesah MA
Spiral Deflasi - Arnold Mamesah MA
Siklus deflasi atau inflasi negatif seperti yang dialami perekonomian Indonesia dalam 3 (tiga) bulan terakhir, pada kenyataannya mengindikasikan jika penurunan harga yang berlangsung panjang dan akan menekan pendapatan dunia usaha; berdampak pada pengendalian biaya dan penurunan minat berinvestasi. Kondisi demikian menyebabkan tekanan pada pendapatan tenaga kerja dan berkurangnya lapangan kerja baru; berlanjut dengan penurunan daya beli serta permintaan sehingga terjadi keadaan "oversupply", yang kembali menggoda dunia usaha untuk menurunkan harga. Penurunan pendapatan dunia usaha menyebabkan penurunan penerimaan pajak. Sementara berkurangnya lapangan kerja akan menimbulkan masalah sosial dan menambah beban pemerintah untuk bantuan sosial. Secara perlahan tetapi pasti perekonomian akan menyusut karena tidak terjadi peningkatan output tetapi sebaliknya.

Fenomena lain yang sedang menggelora adalah duet defisit anggaran dan peningkatan utang pemerintah. Sejalan dengan penurunan penerimaan akibat pembatasan atau PSBB dan peningkatan bantuan serta upaya stimulus dengan peningkatan belanja pemerintah, berdampak pada defisit anggaran yang capai besaran 6% dan harus ditutup dengan penambahan utang pemerintah melalui penerbitan berbagai instrument pinjaman. Dibalik ancaman resesi tersebut, perekonomian digital bertumbuh dan merupakan wujud disrupsi inovasi dalam bingkai "digital & sharing economy". Kehadiran aplikasi berbagai aplikasi yang memfasilitasi transaksi on line dan menjanjikan kemudahan serta biaya lebih murah sebagai alternatif pasar dan membuka akses serta meningkatkan transaksi bagi Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM) dalam penyediaan barang dan layanan; namun mengusik kemapanan pelaku usaha yang sudah ada pada pasar konvensional.Dalam situasi demikian, ada satu hal yang akan segera diberlakukan yaitu perpajakan yang menjadi bagian penerimaan pemerintah.

Dengan kondisi deflasi serta eforia ekonomi digital, layanan publik dan pembangunan infrastruktur harus terus berlangsung yang membutuhkan dana dalam jumlah besar. Sementara penerimaan pemerintah melalui pajak mengalami tekanan sehingga buahnya seperti disampaikan di atas adalah defisit anggaran terus meningkat.

Resesi Global – Negara OECD

Gambaran prakiraan pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto atau GDP : Gross Domestic Product) khususnya dalam lingkup OECD diberikan pada Peraga-2.

Pertumbuhan PDB OECD - Arnold Mamesah MA
Pertumbuhan PDB OECD - Arnold Mamesah MA
Gambaran prakiraan pertumbuhan negara OECD pada 2020 mengindikasikan kondisi suram pada beberapa tahun mendatang. World Bank memprakirakan waktu 2 tahun untuk pemulihan. Dengan pemahaman negara-negara OECD sebagai lokomotif perekonomian global, sepertinya akan butuh lebih panjang dengan asumsi Pandemi COVID-19 tidak berlangsung berkepanjangan. Kondisi demikian akan berpengaruh terhadap pemulihan perekonomian Indonesia dalam skenario Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN)

Penyusutan Ekonomi

Sejalan dengan penurunan pertumbuhan dan tambahan beban spiral deflasi, penyusutan perekonomian menjadi ancaman. Gambaran penyusutan dapat dilihat pada pertumbuhan sektor ekonomi pada Triwulan-1 dan Triwulan-2 yang diberikan pada Peraga-3.

Pertumbuhan Sektor Ekonmi Triwulan-1 dan Triwulan-2 - Arnold Mamesah MA
Pertumbuhan Sektor Ekonmi Triwulan-1 dan Triwulan-2 - Arnold Mamesah MA
Untuk pemulihan perekonomian dibutuhkan lokomotif penggerak dan pilihannya pada sektor infrastruktur dan perumahan karena dapat menampung banyak tenaga kerja (padat karya). Investasi pada sektor infrastruktur merupakan prasyarat untuk pertumbuhan industri dan inovasi dalam produk. Investasi pada infrastruktur perlu terukur - sistematis - dan masif; belajar dari pengalaman China yang menghasilkan pertumbuhan "double digit" seperti yang diberikan pada Peraga-4.

Investasi Terukur - Sistematis - Masif : Arnold Mamesah MA
Investasi Terukur - Sistematis - Masif : Arnold Mamesah MA
Dari grafik dapat dilihat bahwa porsi investasi China terhadap PDB mencapai lebih dari 40% dan mendorong pertumbuhan ekonomi hingga mencapai lebih dari 10%. Sementara Indonesia berada di bawah 35% dengan pertumbuhan dalam rentang 5% - 6%. Dengan keterbatasan kemampuan fiskal negara, maka perlu investasi terutama modal asing agar porsi investasi terhadap PDB meningkat dan mendorong pertumbuhan. Dalam upaya mendorong ekosistem investasi tersebut, kehadiran Undang-Undang Cipta Kerja akan menjadi faktor penting dalam melakukan reformasi dan debirokrasi demi meningkatkat minat berinvestasi.

UU Cipta Kerja Sebagai Panacea

UU Cipta Kerja yang dikemas dengan pendekatan Omnibus Law (satu UU mencakup banyak dan berbagai lingkup) meliputi 11 kluster seperti diberikan pada Peraga-5.

UU Cipta Kerja dan Kluster - Arnold Mamesah MA
UU Cipta Kerja dan Kluster - Arnold Mamesah MA
UU Cipta Kerja mencakup 11 kluster yang antara lain adalah : 

1. Peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha

2. Ketenagakerjaan

3. Kemudahan, pelindungan, serta pemberdayaan koperasi dan UMKM

4. Kemudahan Berusaha

5. Dukungan riset dan inovasi

6. Pengadaan tanah

7. Kawasan Ekonomi

8. Investasi Pemerintah Pusat dan percepatan proyek strategis nasional

9. Pelaksanaan administrasi pemerintahan

10. Pengenaan sanksi

11. Percepatan Penyelenggaraan Perumahan

Sekitar 40 Peraturan Pemerintah dan Peraturan Presiden perlu disiapkan dalam rentang waktu 3 (tiga bulan) dan berbagai proses yang perlu perubahan dan penyelarasan serta perubahan perilaku yang tidak hanya menyangkut birokrasi tetapi juga berbagai kalangan usaha. Kondisi demikian akan membutuhkan waktu dan memerlukan fokus dalam pelaksanaan; sesuai dengan sifatnya sebagai panacea bukan sekedar pil analgesic yang cesplenk dan langsung tokcer menghilangkan berbagai hambatan dan menghadirkan kemudahan sehingga menghadirkan guyuran investasi.

Apapun ancaman, tantangan, hambatan, serta gangguan yang mungkin timbul akibat kehadiran UU Cipta Kerja perlu dihadapi dan diselesaikan karena dalam kondisi resesi, investasi sangat diperlukan untuk peningkatan output dalam waktu pendek serta peningkatan nilai serta manfaat bagi masyarakat yang berkelanjutan dalam waktu panjang (outcome). 

Kehadiran UU Cipta Kerja dalam kondisi resesi memang menjanjikan perekonomian Indonesia akan tinggal landas tetapi yang tidak memandang dan tidak berkeyakinan demikian akan tertinggal di landasan.

Arnold Mamesah MA - 15 Oktober 2020

The HUD Institute - Masyarakat Infrastruktur Indonesia

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun