Mohon tunggu...
Arnold Mamesah
Arnold Mamesah Mohon Tunggu... Konsultan - Infrastructure and Economic Intelligent - Urbanomics - Intelconomix

Infrastructure and Economic Intelligent - Urbanomic - Intelconomix

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Sektor Informal dan Telematika Lebih Tertib daripada Korporasi

24 April 2016   08:28 Diperbarui: 24 April 2016   21:02 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Sumber: jjyproductions.com/2015/01/26/paragraph-115-whole-new-world/"][/caption]Fenomena Lama

Sulit untuk mendapatkan asal kata "Omprengan", tetapi mendengar kata tersebut akan langsung terbayang kendaraan angkutan tidak menggunakan "plat-kuning", yang (konon) ditambangkan untuk mencari penghasilan tambahan. Ada istilah jadul yang mirip maknanya yaitu "Liften", diambil dari "Holland Spreken" (bercakap menggunakan Bahasa Belanda); maknanya membonceng atau "numpang". Omprengan sering dikaitkan dengan taksi, motor (akrab dengan sebutan ojek), atau juga angkot (angkutan kota) dan kendaraan yang mampu membawa lebih dari 4 orang (bus mini, seven seaters atau yang serupa).

Ada juga istilah "indekos" atau "kos-kosan" yang merujuk pada kamar yang disediakan dengan biaya sewa bulanan. Besar kemungkinan sebutan indekos berasal dari Bahasa Belanda : "Indekost" yang maknanya biaya pemesanan (indent). Indekos dan kos-kosan alias sewa-kamar untuk tinggal (berdomisili) akrab dengan kehidupan mahasiswa yang merantau keluar dari rumahnya atau juga pekerja yang mencari nafkah jauh dari tempat tinggal.

Bagi pengguna komunikasi seluler prabayar, kegiatan mengisi pulsa elektronik merupakan kewajiban agar tetap dapat menggunakan layanan yang mencakup panggilan komunikasi dan akses data. Dalam hal pulsa elektronik, kios pengisian pulsa menjadi jawaban atas kebutuhan "isi pulsa" dengan berbagai pilihan nominal atau nilai pulsa.

Fenomena omprengan, indekos, isi pulsa elektronik merupakan sebagian dari banyak contoh kegiatan ekonomi atau transaksi jual beli layanan yang berlangsung dalam masyarakat yang diterima secara umum (commonly accepted) tanpa pernah terlalu memikirkan masalah pencatatan dan mungkin juga tentang perpajakan. Baik pelaku (pembeli) dan penyedia (penjual) seakan sepakat untuk saling memenuhi kebutuhan dan yang pasti mendapatkan manfaat dari transaksi tersebut.

Ambiguitas Underground Econony, Black Market, Sektor Informal

Istilah Underground Economy sering dikaitkan dengan aktivitas atau transaksi perekonomian (jual-beli) yang tanpa pencatatan dan tanpa pengenaan pajak dalam pengertian terbatas. Pencatatan yang dimaksud berkaitan dengan bukti pembayaran, walaupun dalam indekos sang "pengelola" memberikan kuitansi atau tanda terima pembayaran. Demikian juga pada transaksi isi pulsa karena dalam waktu singkat sang pembeli mendapatkan pemberitahuan (notifikasi) bahwa pulsa telah bertambah dalam jumlah tertentu. Dalam situasi ini para pihak yang beraktivitas dan bertransaksi saling dipuaskan.

Berbeda dengan Black Market (disingkat BM), erat berkaitan dengan barang-barang elektronik yang didatangkan dari luar negeri dan masuk tanpa membayar pajak atau bea masuk. Jika mengambil contoh ponsel, barang-barang BM akan memberikan harga yang lebih murah dibandingkan harga di toko resmi; juga barang BM memberikan jaminan hanya dari penjual dengan berbagai prasyarat. Pada kenyataannya, banyak pembeli barang BM dengan kesiapan menanggung resiko pada kemudian hari.

Sektor Informal sering dikonotasikan dengan Kaki-Lima (K5 atau PKL : Pedagang Kali Lima); lebih cocok merupakan terjemahan dari "five feet square"; yang luasnya 5 kali 0.30 atau sekitar 1,5 meter persegi. Sektor informal lebih melekat pada usaha "rakyat kecil" (istilah ini sangat berbau politik) dengan ukuran nilai usaha kecil. Dalam pemahaman sederhana, sektor informal keberadaannya diakui, dianggap sebagai bagian dari perekonomian yang padanya tidak dikenakan pajak, tidak dimonitor, dan kegiatuannya tidak dibukukan dalam perhitungan PDB. (Pemahaman ini berdasarkan pengamatan penulis semata).

Andaikan pelaku ekonomi dipandang pada suatu bentangan gradasi warna dengan dua sisi ekstrim "White Economic" (dikenakan pajak dan dicatat dalam PDB) dan "Black Economy" (tidak legal, tanpa pajak, tidak dicatat); sektor informal dapat dianggap sebagai "Grey Economic" yang ada tetapi tiada atau minimum perhatian. Lantas bagaimana harus memposisikan ketiga contoh yaitu "omprengan", indekos", dan "kios isi pulsa elektronik" dalam bentang pelaku ekonomi ? Sepertinya pilihan mengarah pada Grey Economic atau Ekonomi Abu-abu walaupun kemudian ditemukan pemilik rumah kos ternyata seorang dari kalangan "The Haves" sementara pengguna atau pembeli dari kalangan "The Have Not".

Khusus dalam artikel ini, didefinisikan ketiga contoh serta beberap lingkup lain yang ada, masuk dalam Sektor Informal.

Realitas Baru dan Faktor TIK

Apa yang akan terbentuk jika dilakukan agregasi atau konsolidasi dari segenap sektor informal ? Secara sederhana akan terbentuk suatu Aglomerasi (Agglomeration) atau Korporasi Raksasa (Big Corporation) dengan variasi pada kepemilikan (share holder), peran dan tanggung jawab, ukuran kinerja, serta tenaga kerja yang ada dan berpartisipasi dalamnya. (Tidak dibahas dalam artikel ini). Dengan pemahaman korporasi, lantas pengelolaannya dapat menggunakan pendekatan populer yang diperkenalkan pakar "Corporate Management" Michael Porter melalui Value Chain.

Dalam Rantai Nilai (Value Chain), Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK atau telematika) merupakan bagian dari "Supporting Activities" (Kegiatan Penunjang) yang mendukung "Core Activities" (Kegiatan Utama). (Lihat Peraga-1 : Value Chain - Michael Porter, modified by Arnold M.).

[caption caption="Modified by Arnold M."]

[/caption]Penjelasan. Peraga-1 merupakan modifikasi dari Value Chain yang pada mulanya dilontarkan oleh Michael Porter.

Dari Peraga-1, fungsi TIK (Teknologi Informasi dan Telekomunikasi atau telematika atau IT & Telecommunication) memfasilitasi dan mendukung aktivitas pada setiap fungsi yang ada baik pendukung maupun utama. Khususnya pada kegiatan Operational semangat "Demi Pelanggan" (Customer Centric) menjadi utama. Sementara aplikasi merupakan media (sering disebut sebagai interface) yang menjadi jembatan penghubung antara penyedia dengan pengguna atau pelanggan (customer).

Fungsi "Stock" atau ketersediaan dikelola dengan status terkini (In Time). Promosi dan hubungan (relasi) akan banyak mengandalkan media digital khususnya media sosial dan "instant messenger" dengan modus "push" (pesan disampaikan atau didorong kepada prospect atau customer; pada kesempatan lain kajian tentang Promotion, Relation, dan Retention akan dibahas).

Sejalan dengan kemajuan teknologi digital, Customer Premises Equipment (CPE) atau perangkat yang digunakan masyarakat, sudah sangat mudah dimiliki dan digunakan dalam rupa Smartphone (Telepon Pintar) atau sering disebut Gadget (Gawai). Bersama dengan Gawai. sistem operasi (misalnya iOS pada perangkat iPhone, Android, BB OS, Windows Mobile) dengan dilengkapi "aplikasi" yang bersifat "on line" (daring dan selalu terhubung dengan jejaring komunikasi) menjadikan gawai sangat "powerful" dalam penggunaannya. Kehadiran aplikasi tersebut memfasilitasi "retriveal of information" (mencari dan mengambil informasi) serta "submission of inquiry" (menyampaikan permintaan dan membalas kebutuhan informasi) sehingga  membentuk pertukaran informasi (information exchange); yang kemudian digunakan sebagai landasan bertransaksi (yang bersifat komersil atau jual-beli). Penting diperhatikan bahwa TIK atau telematika bukanlah tujuan (Ends atau Purpose) tetapi memfasilitasi (means atau facilitator) transaksi. Jika sebelumnya transaksi dilakukan dengan cara interaksi langsung, lantas berubah dengan kehadiran aplikasi menjadi interaksi daring dengan waktu tanggap yang lebih cepat atau "instant".

Konvergensi, Inklusi, Tertata

Sebutan "Sharing Economy" muncul di permukaan sejalah dengan riuhnya kontroversi layanan transportasi yang memanfaatkan aplikasi (Uber, Grab, GoJeck). Pada sektor lain yang juga berkembang antara lain travel (layanan ticket, hotel dan inapan), belanja (on line shopping), penganan antar (food delivery), dan berbagai layanan bidang keuangan (FinTech). Secara khusus, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai bahwa pengembangan jasa layanan keuangan melalui teknologi informasi atau financial technology (FinTech) dapat mendukung perekonomian nasional dan pengembangan inklusi keuangan di Indonesia. Selain peluang untuk pengembangan, ada juga kecemasan dan ancaman dalam transaksi berbasis aplikasi daring; tetapi hal tersebut bukan menjadi kendala dalam perluasan transaksi.

Salah satu yang menjadi tantangan dalam sektor informal ini adalah pencatatan dan perpajakan, tetapi hal tersebut justru dapat disiasati dengan kehadiran telematika yang terhubung (connected). Setiap pihak yang berpartisipasi akan terdaftar demikian juga pada sisi pembeli atau pemakai; termasuk juga transaksi komersil yang terjadi. Dengan pencatatan transaksi komersil (yang berkaitan dengan nilai moneter atau monetary unit) maka pajak atau kontribusi termasuk asuransi dapat disertakan. Dengan demikian sektor informal akan dapat dicatat dan dipantau untuk kemudian menjadi bagian dari perekonomian secara makro termasuk besaran partisipasinya dalam Produk Domestik Bruto.

Inovasi dan ekspansi serta perluasan usaha sektor informal berbasis telematika (sering disebut "Disruptive Innovation" atau Usikan Inovasi), dalam semangat "Sharing Economy" justru membuat jadi lebih tertata, tercatat, dan terkendali. Sehingga sektor informal akan jauh lebih tertib dibandingkan sektor korporasi yang sarat dengan beban utang, manipulasi dan penyimpangan, praktek kartel, dan yang sedang hangat Penggelapan Pajak.

Jangan remehkan Sektor Informal!

 

Arnold Mamesah - Laskar Initiative

24 April 2016  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun