Mohon tunggu...
Aldo Manalu
Aldo Manalu Mohon Tunggu... Administrasi - Penulis

Lelaki kelahiran Bekasi, 11 Maret 1996. Menekuni bidang literasi terkhusus kepenulisan hingga sampai saat kini.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Bohemian Rhapsody

11 Februari 2019   20:31 Diperbarui: 11 Februari 2019   21:20 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
www.pinterest.com/bobdewald

"A.. ada perlu apa ya, Bapak-Bapak datang ke sini?"

 "Apa betul dompet yang kami pegang milik Anda?" tanya seorang polisi berwajah halus sambil memperlihatkan dompet itu padaku.

 "I-itu kan dompet saya? Bapak bisa dapat darimana dompet itu?" tanyaku seolah aku merasa benar-benar kehilangan dompet.

"Dompet ini kami temukan di hutan yang berada di Barat desa ini tidak jauh dari rumah besar yang terkena kasus perampokan dan pembunuhan."

"Maksud Bapak-bapak di sini apa ya? Saya jadi enggak ngerti deh," elakku pada mereka.

"Sebaiknya Bapak jelaskan dompet ini di kantor polisi." Salah seorang polisi sudah meletakkan borgol di pergelangan tangan sebelah kanan. Aku menggeleng tak percaya.

"Tunggu dulu, Pak. Jangan bawa pergi saya dulu. Izinkan saya menemui Ibu saya. Saya ingin memberikan obat ini padanya. Kalau Bapak ragu, Bapak-bapak bisa menemani saya ke kamar Ibu saya." Dua polisi di kanan dan kiriku menatap satu sama lain. Mereka berdua ikut mengangguk sambil mengantarkanku ke kamar ibu.

Aku menekan gagang pintu kemudian kudorong pelan. Kulihat ibu memandangku iba dan seolah tak percaya. "Ibu yakin kamu bukan pembunuhnya kan? Pasti kamu tidak bersalah dan akan pulang lagi ke rumah kan, Nak?"

Aku tidak bisa menutupi kesedihan melihat raut wajah Ibu. Serasa ingin mengatakan kalau aku tidak membunuh si pria lajang tua itu tapi sedalam apapun kututupi atau sebaik apapun aku berdusta, suatu saat akan ketahuan juga.

"Ibu... kalaupun aku tidak kembali, aku harap Ibu dan Sisca bisa tegar dan bersikap seolah tidak pernah terjadi apa-apa pada keluarga kita." Begitu mengucapkan kalimat terakhir, kedua polisi itu menggiringku keluar dari kamar ibu lalu memborgol kedua tanganku ke belakang.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun