Mohon tunggu...
Aldo Manalu
Aldo Manalu Mohon Tunggu... Administrasi - Penulis

Lelaki kelahiran Bekasi, 11 Maret 1996. Menekuni bidang literasi terkhusus kepenulisan hingga sampai saat kini.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pesta

26 September 2017   14:45 Diperbarui: 26 September 2017   15:04 325
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://www.filmapik.tv

Reonald mengenakan kemeja lengan panjang biru tua dengan setelan luar tuksedo. Celana panjang satin batas mata kaki menambah kesan gagah dan berwibawa lelaki berambut klimis itu. Dia menorehkan senyum tipis pada orang-orang yang melihatnya.

"Wis, gua enggak nyangka teman gua yang dulunya culun abis, bisa manly one hundred percent kayak gini? It is unbelieveable transformation," kagum Stansel, lelaki berambut belah tengah dengan kumis tipis di atas bibirnya.

Reonald tersenyum tipis sambil menepuk pundak Stansel berkata, "Aku yang dulu bukanlah yang sekarang. Aku yang sekarang itu bisa seperti ini berkat doa dan kerja keras serta tantangan yang aku hadapi."

Stansel menggeleng tak percaya sambil memuji temannya itu. "Loe enggak ingat waktu gua ngejek loe saudara kembarnya si Cecep loe merajuk ke gua sampai kita enggak bicara hampir tiga bulan padahal niatan gua cuma bercanda doang."

"Tapi kadang elo bercandanya suka keterlaluan makanya gua sampai merajuk, diam-diaman sama loe tiga bulan lamanya. Tapi udah deh itu cerita lama sekarang loe nikmatin pesta reuni ini. Makan, minum, nyanyi sepuas loe," respons Reonald sambil mengangkat gelas kaca yang berada di tangannya.

Teman-teman Reonald mengangkat gelas yang berada di tangan mereka masing-masing. Menyulangkan gelas hingga terdengar dentingan kaca berbenturan satu sama lain. Mereka tertawa bersama menikmati suasana kebersamaan yang begitu hangat sambil membicarakan nostalgia masa lalu.

"Eh ngomong-ngomong, elo tadi dicariin Angelani. Katanya dia mau ngobrol bentar." Di samping Reonald, Fizhra, lelaki berkulit cokelat tua dengan rambut halus tumbuh agak lebat di kedua lengan gempalnya, mulai membuka percakapan.

"Ah yang benar loe? Masa si Angelina" tanya Reonald tak percaya.

"Ye dikasih tahu malah enggak percaya. Dia lagi nunggu kamu di balkon tingkat kedua. Dia kangen sama loe," jawab Fizhra sambil menuangkan anggur merah ke dalam gelasnya lagi.

Lelaki itu diam sejenak guna memikirkan apa yang akan dia lakukan kemudian dia bicara, "Ya sudah gua nanti ke atas guna memastikan."

Sebelum Reonald menuju tangga dia melihat temannya, Stansel, memegangi kepalanya. Ia menggeleng-geleng sambil mengerjapkan mata, menahan pusing di otaknya.

"Lho kenapa Stan? Pusing? Yah baru minum dua sloki ajaudah pening. Gua kasih ini Jack Daniel's pesanan loe." Reonald berlari kecil menuju dapur kemudian tak beberapa lama dia sudah kembali dengan memegang botol kaca minuman itu.

"Eng... gak usah, Reon, enggak usah. Ini aja udah cukup," tolak Stansel sambil menjauhkan botol itu darinya.

"Coba aja dulu," paksa Reonald sambil memutar penutup botol lalu memindahkan cairan hitam itu  dalam gelas Stansel. Reonald memaksa agar Stansel mau meminumnya. Meskipun dipaksa Reonald, seperempat gelas Jack Daniel's sudah habis diteguk Stansel.

"Gua taruh di meja ini ya, Stan," kata Reonald sambil menaruh botol itu di atas meja prasmanan. Lelaki itu menjejakkan kedua kakinya menaiki anak tangga yang menghubungkan lantai kedua.

Reonald melihat seorang wanita berdiri membelakanginya. Wanita itu mengenakan kamisol merah muda. Rambut hitam dan panjang itu dibiarkan tergerak. Lekuk tubuh bak model gadis sampul membuat Reonald tak sadar menelan ludahnya.

"Kau mencariku..., Angelina?" tanya Reonald sambil mendekati gadis itu.

"Benar. Aku sudah lama menantimu di atas ini. Ke mana saja kamu?" Perempuan itu berbalik badan seraya menorehkan senyum manis pada Reonald.

"Kebetulan tadi aku lagi repot memberikan kata sambutan. Kamu juga tahu'kan kalau aku itu penyelenggara reuni SMA Sumpah Palapa angkatan 2013 s/d 2015. So pasti, aku harus memastikan acara ini berjalan dengan baik dan lancar," terang Reonald sambil memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana.

"Bagaimana kabarmu, Angelina? Kurasa sudah tujuh tahun lebih kita tidak berjumpa dan kamu semakin cantik dan anggun," puji Reonald.

"Kamu pun begitu, Reonald. Lelaki yang dulu kukenal sebagai anak kuper dan cupu, bertransformasi menjadi lelaki mapan dan berkharisma. Aku enggak menyangka kamu berubah sedratis ini." Angelina balik memuji Reonald seraya menatap kagum lelaki yang ada di hadapannya saat ini.

"Ini semua berkat kesulitan yang dulu kuhadapi. Aku bekerja keras dan tekun mengubah masa laluku yang kelam. Dan sekarang aku sudah mencapai apa yang kuperjuangkan. Ini juga berkat penolakan yang kamu lakukan padaku." Reonald menatap lekat wajah perempuan itu. Angelina memalingkan kepala sejenak.

"Maafkan aku, Reon," ucap Angelina sambil mengembalikan wajahnya menatap Reonald. Ada rasa penyesalan bercampur sedih di balik tatap mata perempuan berkulit putih itu.

"Hahaha tidak usah dipikirkan. Aku sudah memaafkan dan melupakan semua itu. Dan untuk merayakan pertemanan kita, aku ambilkan minuman untuk kita ya." Angelina mengangguk setuju dengan usulan Reonald.

"Kalau begitu tunggu sebentar." Reonald kembali menjejakkan kaki menuruni puluhan anak tangga. Namun ia tidak melihat temannya, Stansel, di sana. Kemudian ia menghampiri Fizhra guna menanyakan keberadaan Stansel.

"Fiz, di mana Stansel?"

"O dia lagi tidur di kamarmu. Dia udah mabuk berat. Aku udah larang dia minum banyak tapi dia tetap ngeyel. Ya beginilah jadinya. Kusuruh pembantumu membantuku mengangkat dia ke kamar," ujar Fizhra.

"Ya udah enggak apa-apa tapi gua balik dulu. Mau ngambil minum sama si Angelina." Fizhra mengangguk pelan membiarkan Reonald pergi dari hadapanya. Begitu tiba di dapur, lelaki itu mengambil dua gelas kaca bertangkai  dari rak gelas kemudian disusul dengan membuka pintu kulkas. Mengambil sebotol bir hitam, dituangkan ke dalam kedua gelas itu.

Reonald menaruh dua gelas itu di atas nampan kemudian  meninggalkan dapur dengan senyum penuh misteri.

*

Sudah pukul 23.30. Suasana rumah Reonald mulai dikuasai sepi. Pesta reuni yang dimulai pada pukul 17.30 sore berakhir pukul 23.10. Para undangan sudah meninggalkan kediaman Reonald. Yang tertinggal hanya sesampahan,  jejak tapak sepatu sampai dan para penyewa alat musik yang sudah membawa peralatan musik mereka pergi dari sana.

Tetapi masih ada orang yang tertinggal di rumah itu. Namun mereka tidak tahu entah berada di mana saat ini. Itulah yang dirasakan Angelina. Hal yang diingatnya terakhir kali ketika ia meminum bir hitam yang disediakan Reonald, mendadak kepalanya terasa berat. Dan ia seperti merasa kantuk yag tak tertahankan. Ia meminta Reonald agar mengantarkan dia ke kamar tidur. Reonald mengiyakan permintaannya.

Tapi kondisi kamar yang dia tempati saat ini berbeda dengan kamar yang sebelumnya. Tidak ada kasur, bantal atau sprei indah di sana.

Tempat itu terlihat seperti tempat penjagalan. Meskipun terlihat bersih dan rapi, bau amis darah  seakan menjadi pengharum ruangan itu. Sebuah meja memuat berbagai jenis alat potong mulai dari pisau sampai dengan gergaji mesin tersedia di sana. Dan yang membuat Angelani gamang sekaligus bergidik ngeri yakni tubuhnya terikat dalam posisi berdiri. Dan lebih mengejutkan, tubuh polos nan mulusnya itu tidak tertutupi sehelai benang pun.

"Kau sudah bangun, Angelina? Sepertinya aku datang tepat waktu," ujar Reonald sambil membuka pintu ruangan itu. Tapi ada yang berbeda dari penampilan Reonald. Lelaki itu memakai kemeja hitam dilapisi celemek warna hitam pula. Akan tetapi tatapan mata Reonald berubah menjadi dingin dan hampa.

"Ini di mana?! Mau kau apakan aku, bajingan?!" maki Angelina dengan suara bergetar.

"Gadis manis, gadis manis tidak boleh berkata kasar begitu dong. It's impolite," balas Reonald seraya tersenyum puas melihat amarah perempuan itu lalu berkata lagi,  "kamu lupa ya? Kita ini lagi pesta. Pesta ini kuadakan sebagai bentuk sukacitaku bisa bertemu dengan kamu dan sahabat baikku."

"Kamu gila, Reon! Kau gila! Lepaskan aku dan biarkan aku pergi dari sini," pinta Angelina sambil meronta-ronta, berharap tali yang membelenggunya terlepas.

"Biarkan kamu pergi? Hahaha, mana boleh. Kamu enggak membayangkan gimanabesarnyakerinduanku ingin bertemu dengan mantan gebetan dan sahabatku? Dan aku yakin inilah saat yang tepat membalaskan kerinduan itu. Tapi aku mau nunjukkin surpise buat kamu. Dan aku yakin kamu pasti suka." Tak jauh dari tempat Angelina disekap, ia melihat Reonald menyibakkan kain penutup hitam yang menutupi sesuatu di baliknya.

Kelopak mata perempuan itu tak berkedip sedikit pun. Ia tidak sanggup menahan hamburan air mata. Tangis pilunya meledak keras ketika ia mengetahui sosok yang berada di balik kain hitam itu.

"Apa yang kaulakukan dengan tunangaku,  Biadab?!! Kenapa kau tega membunuhnya?!" Perempuan semampai itu hanya bisa meratapi Adre Galing, tunangan Angelina, yang kini menjadi mayat.  Kondisi Adre sungguh mengenaskan. Ia tidak mengenakan pakaian. Kulitnya putih pucat. Di bagian dada, terdapat bekas jahitan memanjang berbentuk persegi panjang.

"Oh jadi ini tunanganmu? Aku yakin dua hari belakangan ini kau pasti mencarinya 'kan? Padahal aku cuma bertanya sudah berapa kali kau berhubungan badan dengannya dia malah enggak mau jawab. Itulah sebabnya aku menggorok lehernya dan mengambil organ tubuh dalam untuk diperjualbelikan di pasar gelap." Reonald menceritakan pembunuhan yang dilakukannya tanpa rasa bersalah.

Angelani hanya bisa menggeleng kepala sambil memaki bahkan mengutuk perbuatan Reonald. Akan tetapi lelaki itu hanya tertawa sadis sambil menorehkan senyum kemenangan.

"Oke sebelum pesta ini dimulai, aku mau ada penonton yang menyaksikan pesta ini." Reonald beralih ke sebelah kiri Angelani seraya membuka kain penutup yang menutupi sesuatu di baliknya.

"Stansel!" pekik Angelani. Lelaki itu dalam kondisi babak belur. Dari lubang hidungnya, setetes darah kering menempel. Juga bibir cokelatnya berdarah.

"Sahabatku  Stansel, aku harap kau akan menikmati pesta kami berdua ya. Satu hal yang mau aku bilang, jangan terangsang," ujar Reonald. Stansel menatap penuh kebencian dan kutukan tapi lelaki berambut klimis membalas dengan seringai menakutkan.

"Kau tahu, Angelani, ketika aku SMA, aku selalu membayangkan bisa dekat denganmu bahkan bagaimana rasanya bisa menikmati tubuh indahmu itu. Bahkan,aku kerap menjadikanmu objek fantasi seks liarku dan sekarang inilah waktunya." Usai membuka celana panjang yang diakenakan, Reonald mendaekati tubuh Angelani yang tak berbusana itu dan segera menunaikan hasrat kebinatangannya.

Stansel memalingkan wajahnya menghindari adegan menjijikan itu. Sementara itu, Angelani tidak bisa berbuat apa-apa. Ia hanya bisa pasrah menerima perlakuan Reonald pada dirinya.

"Hah, ternyata kau tidak suci lagi! Kau dan tunanganmu itu sama-sama bejad  rupanya. Untung aku tidak berpacaran denganmu. Sebagai gantinya aku akan mengambil kulit paha, perut dan wajahmu untuk kujadikan koleksi." Reonald beralih sebentar dari hadapan perempuan itu.

Kemudian Reonald datang lagi dengan menenteng sebuah pisau berukuran 12 sentimeter di tangan kirinya. Tiba di hadapan tubuh Angelani, ia membuat goresan agak panjang dan dalam dimulai dari selangkangan. Perempuan itu tidak bisa membayangkan betapa sakit dan pedih sayatan pisau milik Reonald. Lelaki itu melakukan penyayatan tanpa menggunakan bius.

Begitu selesai di bagian paha, beralih ke bagian perut. Rasanya ingin sekali Angelani mengeluarkan isi perutnya. Ia sudah tak tahan dengan siksaan yang dia terima.

"Bunuh saja, Reon. Bunuh!" pekik Angelani bersamaan dengan jeritan rasa sakit yang mulai tidak bisa ditahannya.

"Sabar, Angela manis. Ini belum seberapa. Di wajah justru lebih menyakitkan lho," balas Reonald sambil berkonsentrasi mengiris kulit perut Angelani.

Angelani hanya bisa menangis tersedu-sedu sambil memohon ampun pada Reonald tapi hal itu tidak membuat lelaki itu menghentikan aksinya.

"Selesai di bagian perut. Sekarang giliran wajahmu." Reonald mengangkat pisau pelan-pelan mendekati wajah perempuan itu. Perempuan itu terus menghindar sebisa mungkin agar pisau itu tak sedikit pun menggores kulit wajahnya. Reonald yang geram langsung menusukkan pisau itu ke batang leher Angelani sebanyak dua kali. Perempuan itu menggelepar begitu darah dari lehernya mengucur deras. Dan sekarang lelaki itu bisa melakukan tugasnya dengan leluasa.

Hasil kulit sayatannya diletakkan di atas nampan. Dan nampan itu berkubang darah merah. Begitu pula dengan mayat Angelani. Tubuh polos nan indah itu sudah tertutupi darah. Dan rupa wajahnya yang cantik kini tak bisa dikenali lagi.

Reonald berpaling pada Stansel. Ia masih terikat dengan tubuh telanjang bulat. Mulutnya disumpal kain gombal.

"Aku penasaran dengan apa yang dikatakan sahabatku yang satu ini," kata Reonald sambil menarik kain gombal yang memenuhi mulutnya.

"Reon, gua minta maaf atas perbuatan gua selama ini sama loe. Gua mohon jangan ambil nyawa gua. Gua akan lakukan apapun asal loe mau mengampuni gua. Gua janji," pinta Stansel sambil berurai air mata. Ia tidak tahu harus melakukan apa untuk menyelamatkan dirinya dari Reonald.

"Melakukan apapun? Baiklah akan kukabulkan." Pisau yang diperlihatkan Reonald  di hadapan Stansel perlahan diturunkan. Lalu ia berpaling menuju meja peralatan. Stansel berpikir bahwa dia berhasil membujuk temannya agar tidak membunuhnya ternyata dugaannya keliru. Dia kembali ke hadapan Stansel sambil memegang gancu ditangan kanan.

"Reon... apa yang akan kau lakukan dengan alat itu?"

Tanpa tendeng aling-aling, Reonald langsung menghunjamkan gancu itu ke kepala Stansel. Ujung gancu yang runcing dengan mudah menembus tengkorak Stansel kemudian darah merah terciprat mengenai wajah Reonald.

"Kalau begitu... matilah untukku, Teman," ucap Reonald seraya menorehkan senyum puas disertai seringai menakutkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun